NovelToon NovelToon
Bukan Salah Takdir

Bukan Salah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Psikopat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Mengubah Takdir
Popularitas:418
Nilai: 5
Nama Author: MagerNulisCerita

Dua keluarga yang terlibat permusuhan karena kesalahpahaman mengungkap misteri dan rahasia besar didalamnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MagerNulisCerita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Permintaan Maaf

Sore hari di Perusahaan Micha

Setelah rapat besar bersama seluruh pemegang saham selesai, baik Micha maupun Tiara segera berkemas untuk pulang. Suasana ruang rapat yang sejak tadi tegang perlahan mereda, menyisakan rasa lega sekaligus lelah.

“Gimana tadi, Dek? Masih betah?” tanya Micha sambil merapikan berkas-berkasnya.

“Ternyata seru juga ya, Kak. Diskusinya sampai alot begitu,” jawab Tiara antusias. “Tia jadi ngerti… dunia kerja itu nggak semulus di sinetron. Banyak banget dinamika dan perdebatan.”

Micha tersenyum tipis. “Ya memang begitu.”

Walau jawabannya singkat, di dalam hati ia merasa bangga. Ia tak menyangka adiknya punya kemampuan analisis yang setajam itu. Tadi, justru masukan Tiara yang membantu menengahi perdebatan para pemegang saham senior. Buat Micha, itu pencapaian yang luar biasa.

“Besok agendanya apa, Kak?” tanya Tiara lagi saat mereka berjalan menuju lift.

“Kakak belum cek jadwal. Nanti Kakak tanya dulu ke asisten.”

“Aaah gitu… Oya, Kak. Nanti pulangnya kita mampir supermarket ya. Tia mau beli kue langganan.”

“Hem,” gumam Micha.

Beberapa jam kemudian, waktu pulang kantor pun tiba. Mereka langsung menuju supermarket yang tidak jauh dari gedung kantor.

“Kakak mau ikut masuk?” tanya Tiara sambil mendorong troli.

“Sepertinya iya. Kakak mau beli peralatan mandi dan skincare.”

“Nah kebetulan. Karena yang mulia ikut belanja, jadi hamba titip dibayarkan ya, Yang Mulia…” goda Tiara sambil tertawa kecil.

Micha memutar bola mata. “Astagfirullah… uang bulanan kamu itu lebih besar daripada gaji Kakak sebulan, Dek. Memang sudah habis?”

Ia cukup kaget, mengingat uang bulanan Tiara berasal dari ayah, ibu, kakek, nenek, paman, bibi, Nathan, dan dirinya sendiri. Sebenarnya Tiara tidak kekurangan sama sekali.

“Kan uangnya Tia tabung, Yang Mulia. Jadi bolehlah rezekinya dibagi ke rakyat kecil seperti hamba ini,” jawab Tiara gaya berseloroh.

Micha hanya geleng-geleng kepala. Kakaknya tahu bahwa Tiara bukan tipe gadis yang suka menghambur-hamburkan uang. Permintaannya selalu sederhana.

Tak lama kemudian, Tiara menyusuri lorong supermarket dengan wajah berbinar-binar.

“Kak, ini ya kak… yang ini juga… Ih lucunya! Aduh gemes banget. Kak, ini bagus buat papah dan mamah. Eh, baju koko ini lucu banget buat Kakek! Aww ini nih yang Tia cari!”

Micha, yang sudah kebal dengan tingkah energik adiknya, memilih fokus mencari kebutuhannya sendiri.

“Loh, Kak! Kok Tia ditinggal?” seru Tiara dari ujung lorong.

“Belanja aja apa yang kamu mau beli, Dek. Kakak cari barang Kakak dulu,” sahut Micha.

“Oh siap, Bos!”

Setelah lama berkeliling, akhirnya Tiara mencari kakaknya—dan menemukan Micha sudah berdiri di kasir sambil menatap tumpukan barang yang luar biasa banyak.

“Allahu akbar… Ini belanja atau merampok, Dek? Astagfirullah…” Micha benar-benar kaget.

“Hehe… sekalian ya, Kak. Tia juga beliin kok buat Kakak dan penghuni rumah.”

Micha hanya bisa terdiam syok karena total belanjaan itu sudah jauh melampaui prediksinya.

“Udah, jangan lesu gitu dong. Nanti Tia ganti di rumah… tapi tunggu Tia minta uang ke Kakek sama Papa dulu. Hehe…”

“Udah, nggak usah. Kakak udah ikhlas. Uang Kakak dipake perampok kecil ini.”

“Ihhh!” Tiara pura-pura marah sambil manyun.

Micha tertawa. “Iya iya… maaf. Kakak ikhlas kok.”

“Makasiih, Kak! Tia nggak marah kok.”

Mereka akhirnya keluar supermarket dengan belanjaan penuh satu troli.

“Pakai sabuk pengaman ya. Pegangan yang kuat. Kita ngebut dikit biar cepat sampai,” ujar Micha.

Di Kediaman Keluarga Nina

Keluarga Nina bukanlah keluarga yang bergelimang harta seperti keluarga Hutomo atau Wijaya, tapi mereka hidup harmonis dan cukup. Rumahnya sederhana namun hangat.

Setelah Angga mendapat informasi bahwa situasi di rumah keluarga Nina aman, ia bersama Hutomo, Marvino, dan Naura datang untuk bersilaturahmi.

“Assalamualaikum, permisi,” ucap Angga sambil mengetuk pintu.

“Assalamualaikum… halo, permisi,” sahut Marvin, ikut mengetuk pelan.

“Waalaikumsalam, iya sebentar,” jawab ART keluarga Nina yang kemudian membuka pintu.

“Maaf, Bu. Pak Fauzan dan Bu Monika ada?” tanya Marvin sopan.

“Ibu siapa ya? Ada keperluan apa? Apa sudah buat janji?” tanya ART itu, menjaga agar tidak sembarang menerima tamu.

“Kami dari keluarga Hutomo, ingin bersilaturahmi,” jawab Angga tenang.

“Oh begitu. Baik, sebentar ya. Saya panggilkan Bapak dan Ibu dulu.”

ART tersebut masuk untuk memberi kabar kepada tuan rumah.

“Permisi, Tuan,” panggilnya.

“Iya, Bik. Ada apa?” tanya Pak Fauzan yang baru selesai salat.

“Di depan ada keluarga Hutomo, Tuan. Katanya ingin bersilaturahmi.”

Monika tiba-tiba muncul. “Mau ngapain mereka datang?”

“Bibik kurang tahu, Nyonya,” jawab sang ART pelan.

“Sudahlah, Mah,” sahut Fauzan lembut. “Mereka hanya mau bersilaturahmi. Bi, persilakan masuk. Kami menyusul.”

“Baik, Tuan.”

ART itu kembali ke depan.

“Silakan masuk, Pak, Mas, Mbak. Mari menunggu di ruang tamu.”

“Terima kasih, Bu,” jawab Angga.

Keluarga Hutomo masuk dan menunggu. Tak lama kemudian, Pak Fauzan muncul dengan senyum ramah, meski terlihat letih.

“Maaf menunggu. Sudah lama?” tanyanya.

“Oh tidak, Pak. Kami baru saja datang,” jawab Hutomo.

“Panggil nama saja, Pak. Biar lebih enak,” ucap Fauzan.

Sementara itu, Monika duduk di samping suaminya dengan raut wajah kurang bersahabat. Dari tadi, keluarga Hutomo sudah merasakan bahwa kedatangan mereka tidak begitu diterima, terutama oleh Monika. Tapi mereka tetap berusaha tenang—tujuan mereka hanya ingin meminta maaf dan menyampaikan belasungkawa.

“Begini, Pak, Bu…” Hutomo memulai dengan suara berat. “Tujuan kami datang pertama-tama untuk mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya atas kepergian Nina. Kami sangat berduka. Lalu… kami ingin meminta maaf, jika benar seperti berita yang beredar, bahwa kematian Nina ada hubungannya dengan cucu saya, Aldi Hutomo.”

Ia menunduk. “Dengan tulus saya memohon maaf sebesar-besarnya.”

Angga menimpali. “Kami sadar, Pak, Bu… permintaan maaf tidak bisa mengembalikan Nina. Saya pribadi tahu bagaimana rasanya kehilangan orang terkasih. Saya pernah kehilangan ibu dan anak saya dalam kecelakaan… dan itu membuat istri saya depresi bertahun-tahun.”

Suasana seketika hening.

“Kami juga mendukung penuh upaya hukum yang Bapak Ibu tempuh. Kalau butuh kuasa hukum atau bantuan apa pun, kami siap. Aldi memang sudah terlalu jauh… dia harus bertanggung jawab.”

Monika akhirnya angkat bicara, suaranya ketus.

“Sebenarnya yang harusnya datang itu Aldi dan orang tuanya, bukan kalian.”

“Mah…” tegur Fauzan halus.

Monika langsung terdiam meski wajahnya masih terlihat kesal.

ART masuk membawa minuman. “Silakan diminum, Tuan.”

"Silakan di minum Pak,dek" Fauzan menawarkan sang tamu untuk minum.

"Oh iya pak" Angga

Fauzan menghela napas panjang. “Saya… sebagai orang tua Nina, menerima permintaan maaf Bapak dan keluarga. Kematian Nina bukan hanya karena Aldi… tapi juga karena kami lalai membimbingnya. Nina terlalu bebas, dan kami kurang mengawasi.”

Ia menunduk, suaranya bergetar.

“Saya berterima kasih atas tawarannya, Pak Hutomo. Untuk sekarang… mungkin kami belum membutuhkan.”

Perlahan suasana melunak. Monika yang sejak tadi diam akhirnya ikut berbicara, meski masih berhati-hati. Mungkin ia sadar bahwa keluarga Hutomo datang tanpa niat buruk sedikit pun.

Percakapan berlanjut hingga malam menjelang. Setelah dirasa cukup, keluarga Hutomo pamit pulang dengan hati lebih lega. Meski luka keluarga Nina belum sembuh, setidaknya ada sedikit ruang untuk saling memahami.

Hingga dini hari, keluarga Hutomo tiba kembali di rumah utama—lelah, tetapi merasa telah melakukan hal yang seharusnya dilakukan.

1
bebekkecap
😍
bebekkecap
next kak, gasabar pas semuanya kebongkar🤣
AuthorMager: Sabar kak, masih lama...hhehhe
total 1 replies
AuthorMager
Bismillah, semoga banyak pembaca yang berminat. Aamiin
AuthorMager
Selamat menikmati alur cerita yang penuh plotwist
bebekkecap
seru banget kak, lanjut kak
AuthorMager: siap kak, bantu like and share ya kak🤭
total 1 replies
bebekkecap
makin seru aja ini kak ceritanya, sayang kok bisa cerita sebagus ini penikmatnya kurang👍💪
AuthorMager: Aduh makasih kak, bantu share ya kak🙏
total 1 replies
bebekkecap
Bahasa rapi dan terstruktur secara jelas
AuthorMager: duh, jadi terharu. makasih kak
total 1 replies
bebekkecap
Bahasa rapi dan terstruktur secara jelas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!