Luna Aurora Abraham rela meninggalkan nama belakang dan keluarganya demi menikah dengan lelaki yang dicintainya yaitu Bima Pratama. Seorang pria dari kalangan biasa yang dianggap Luna sebagai dewa penyelamat saat dirinya hampir saja diperkosa preman.
Dianggap gila oleh suami dan Ibu mertuanya setelah mengalami keguguran. Dengan tega, Bima memasukkannya ke Rumah Sakit jiwa setelah menguasai seluruh harta kekayaan yang dimilikinya.
Tidak cukup sampai di situ, Bima juga membayar orang-orang di RSJ untuk memberikan obat pelumpuh syaraf. Luna harus hidup dengan para orang gila yang tidak jarang sengaja ingin membunuhnya.
Hingga suatu hari, Bima datang berkunjung dengan menggandeng wanita hamil yang ternyata adalah kekasih barunya.
"Aku akan menikah dengan Maya karena dia sedang mengandung anakku."
Bagaimana kelanjutan kisah Luna setelah Tuhan memberinya kesempatan kedua kembali pada waktu satu hari sebelum acara pernikahan.
Update setiap hari hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luna Mengetahui Fakta Daisy
Meskipun sudah 40 hari, nyatanya kepergian Bima dan Ibu Ratna menyisakan kesedihan yang mendalam bagi seorang Luna. Kehadiran masa lalu di saat acara tasyakuran, bukannya memberikan doa terhadap kehamilannya. Justru kematian mereka di tengah pesta.
"Mas, kenapa aku tidak melihat keberadaan Elina saat pemakaman Kakak dan Ibunya?" Tanya Luna penasaran.
"Entahlah honey, tidak perlu dipikirkan lagi. Tugas kita sudah selesai, mengantarkan jenazah mereka berdua hingga dimakamkan secara layak." Ucap Atlas.
"Tapi, aku khawatir dengannya mas, dia masih kecil. Seharusnya masih mengejar impian. Tapi karena pergaulan yang salah membuatnya hamil di luar nikah. Dan yang menghamilinya ternyata pria yang ingin memperkosaku."
"Makanya biarkan mereka dengan urusannya sendiri. Kita tidak perlu ikut campur lagi honey, belum tentu juga kekhawatiranmu itu akan dihargai. Mas tidak ingin kamu disalahkan sama saat kemarin kejadian Bima. Cukup kemarin saja, dan tidak perlu dilanjutkan lagi." Ucap Atlas.
"Ya sudah mas aku ingin ke rumah Papa, bisa antar?"
"Aku ingin melihat keadaan Kak Daisy, katanya perutnya sudah mulai kontraksi. Padahal baru 34 minggu, sedangkan kandunganku yang 35 minggu belum merasakan apa pun." Ucap Luna, mengingat kata Ervan jika kondisi istrinya sedang tidak baik.
"Mungkin karena pengaruh kehamilan kembar, jadi keadaannya berbeda denganmu." Ucap Atlas mengelus perut besar Luna.
"Apa mas, tidak ingin melihat jenis kelamin anak kita?" Tanya Luna menatap Atlas penuh cinta.
"Biar menjadi kejutan saja, yang penting kondisinya sehat, tubuhnya lengkap kita wajib bersyukur menerima kehadirannya ditengah-tengah kita. Buah cinta kita berdua, honey. Love You."
"Love you more mas Atlas, aku bersyukur bisa menikah denganmu."
Hingga saat ini, semua orang sepakat menyembunyikan keadaan Daisy yang sebenarnya. Bahkan Luna tidak mengetahui jika permukaan perut Daisy banyak bekas jahitan akibat kekejaman Anthony.
Siang itu, Luna benar-benar mengunjungi rumah Papa Bram untuk menjenguk Daisy tanpa memberi tahukan lebih dulu kedatangannya ke sana. Atlas hanya mengantar dari depan.
Karena Atlas ada pertemuan penting dengan investor dari Luar Negeri. Jadinya, dia hanya mengantar istrinya sampai pintu gerbang pagar saja.
Luna memasuki rumah mengendap-endap tujuannya ingin memberi kejutan pada Daisy. Tapi saat tiba di depan kamar, samar Luna mendengar Daisy sedang berbicara dengan Ervan.
"Sayang, kita operasi saja sekarang."
"Tapi, bang kondisi bayi-bayi kita belum cukup umur untuk dilahirkan. Masih butuh 4 minggu lagi supaya seluruh organ dalamnya matang." Ucap Daisy sambil mengelus perut besarnya yang penuh dengan bekas jahitan. Ya, saat ini Daisy sedang tidak memakai pakaian yang menutupi perutnya. Dia hanya menggunakan atasan crop sebatas dada.
"Tapi kata dokter, peregangan perut pada bekas jahitan ini bisa sewaktu-waktu terbuka sayang. Bekas jahitan ini belum sepenuhnya kering tapi harus terpaksa melebar karena kehamilanmu yang semakin besar. Abang sangat khawatir itu bisa membahayakanmu."
"Tidak apa abang, aku kuat. Tunggu sebulan lagi saja. Aku ingin lahiran normal." Pinta Daisy.
"Ssshhhh... Aaauuuhh..." Desis Daisy ketika kontraksi palsu itu datang kembali.
"Tuh kan, bahkan kamu sudah sering kontraksi sayang. Kamu akan semakin merasakan sakit." Ucap Ervan.
"Andai saja abang bisa menjagamu dengan benar, kamu tidak akan mengalami penculikan. Lihat perutmu penuh luka sayatan karena perbuatan Anthony." Ucap Ervan sambil mengepalkan tangan.
"Itu sudah berlalu Bang, jangan diingat lagi. Sementara Anthony saja sudah meninggal dengan tubuh yang tertimbun reruntuhan bangunan." Ucap Daisy.
"Kamu terlalu baik sayang, bahkan ketika Abang menyalahkan Luna kamu terus melarang. Andai dia tidak keras kepala, merasa selalu benar maka semua ini tidak akan mungkin terjadi." Ucap Ervan sedih.
"Abang juga, jangan terus memendam rasa kesal di hati. Semua itu tidak sepenuhnya salah Luna. Karena aku juga menyetujui untuk pergi berdua. Sudah ya, ingat kesehatan mental adik kamu Bang. Jangan diberi guncangan pada jiwanya, dia juga sedang hamil besar."
"Terima kasih, sudah menjadi istri yang selalu mengingatkanku untuk sabar."
Ervan dan Daisy tidak menyadari jika Luna sudah mendengar semuanya. Wanita itu menangis terisak tanpa suara. Tidak ingin meneruskan bertemu, Luna justru keluar dari rumah dan pergi dengan menggunakan taxi.
Tanpa tujuan, Luna meminta sopir berjalan terus entah ke mana. Hingga akhirnya, Luna meminta taxi itu berhenti di tepi jurang.
Waktu terus berputar, jam menunjukkan pukul 5 sore. Atlas sudah selesai bekerja dan tujuannya langsung menjemput istrinya di rumah mertuanya.
Saat mobil yang dikendarai Atlas tiba di halaman rumah Papa Bram, bersamaan Ervan sedang menuntun Daisy masuk ke dalam mobil. Ervan akan membawa Daisy langsung rawat inap ke Rumah Sakit.
"Loh kalian mau pergi ke mana? Lalu di mana Luna kenapa tidak ikut kalian? Apa dia bilang menunggu di rumah atau mau menginap? Sejak tadi ponselnya susah dihubungi." Ucap Atlas.
"Luna? Tidak ada Luna di sini Atlas. Kamu jangan membuat kami khawatir. Istriku terus kontraksi, padahal kehamilan belum cukup umur."
"Makanya kami mau pergi ke Rumah Sakit, konsultasi sekaligus jika bisa akan minta lahiran sekarang. Tidak ada Luna sejak tadi." Ucap Ervan bingung dengan pertanyaan Atlas yang mencari keberadaan istrinya.
"Tapi, aku sendiri yang mengantarkan Luna ke sini. Aku turunkan dia di depan pintu gerbang karena aku ada meeting penting."
"Dan aku sudah memastikan Luna memasuki rumah sebelum akhirnya aku tinggal pergi." Ucap Atlas jujur.
"Lalu kemana Luna? Apa yang membuat dia tidak jadi menemui kami?" Tanya Ervan mulai khawatir.
"Kak Ervan, ijinkan aku melihat rekaman cctv. Kakak pergilah antar Kak Daisy dulu." Ucap Atlas.
"Pergilah, ada di lantai dua."
Setelah itu, Atlas bergegas melihat rekaman cctv dari awal dia menurunkan Luna. Dan terlihatlah saat Luna mengintip kamar kakaknya, diam lalu pergi sambil mengusap pipi.
"Apa yang sebenarnya Kak Ervan bicarakan dengan istrinya. Hingga membuat Luna terpaku sambil menangis. Pasti Luna mendengar sesuatu yang menyakitkan. Sekarang ke mana perginya Luna?"
"Aku harus bertanya pada Kak Ervan dulu" Gumam Atlas sendiri.
Lantas Atlas menghubungi Ervan, sambil keluar rumah menuju ke mobilnya.
Tut
"Kak, apa yang sedang Kakak bicarakan dengan Kak Daisy tadi siang? Luna terlihat berdiri mematung di depan kamar. Tak lama kemudian dia turun sambil mengusap air mata." Tanya Atlas.
"Tadi siang? Bicara hal biasa tentang kehamilan Daisy yang butuh segera dilakukan tindakan. Apa lagi?" Ucap Ervan yang sedikit lupa.
"Sekarang Kak Daisy di mana?"
"Kami berdua masih mengantri di depan poli kandungan." Jawab Ervan.
"Tanyakan padanya apa yang tadi kalian bicarakan, aku yakin Kakak melupakan hal penting." Ucap Atlas.
"Sayang, ini Atlas menelpon katanya tadi Luna berada di depan kamar kita. Setelah mendengar pembicaraan kita berdua, dia pergi sambil menangis. Abang lupa, kita bicara apa saja tadi." Ucap Ervan.
"Tadi siang kita sedang membahas tentang luka di perutku Bang. Dan kamu yang masih menyalahkannya. Mungkinkah dia mendengar?" Ucap Daisy.
"Astaga, maaf... Maafkan aku Atlas. Mungkin Luna mendengar pembicaraan kami tentang luka yang ada di perut Daisy. Karena memang karena luka itu, Daisy kerap mengalami nyeri. Dan aku tidak sengaja menyalahkan Luna, karena dia penyebab Daisy diculik." Ucap Ervan menyesal.
"Astaga, pasti Luna tersinggung kemudian pergi." Ucap Atlas dibalik telepon.
"Aku tutup teleponnya dulu, akan aku cari istriku. Tolong kabari Papa Bram dan yang lainnya."
Kemudian Atlas, melajukan mobilnya mengikuti feeling. Dia akan mencari istrinya hingga ketemu. Di mana pun dan ke mana pun berada.
Tempat-tempat yang menjadi favorit Luna sudah Atlas datangi, tapi tidak ada tanda keberadaan istrinya.
"Mungkinkah Luna pergi ke pantai? Coba aku ke sana. Mungkin dia butuh tempat menenangkan diri."
Seluruh pantai yang ada di sekitaran Jakarta sudah Atlas telusuri. Tapi tidak ada jejak Luna. Hingga Atlas mendengar pembicaraan beberapa sopir taxi yang sedang minum kopi di warung dekat pantai tempat Atlas berdiri saat ini.
"Hari ini narik mulai jam berapa Bro? Ke mana aja kok tumben jam segini sudah nyantai minum kopi." Tanya seseorang.
"Aku tadi siang baru narik udah dapat satu penumpang yang aneh. Dia minta mobilku jalan keliling kota tanpa tujuan. Lalu minta di turuni di tepi tebing di pinggir kota." Jawabnya.
Atlas sudah berfikir mungkinkah yang dimaksud penumpang itu Luna, tapi kalimat sopir selanjutnya membuat ragu.
"Kayaknya dia habis melihat suaminya selingkuh, kasihan hamil besar nangis-nangis. Terus minta turun di sana, lalu memberiku uang ini." Ucap sopir itu bangga memamerkan sepuluh lembar uang berwarna merah.
"Beruntung sekali, rejeki anakmu itu."
"Benar, rejeki anakku yang besok Senin sekolah tapi belum punya seragam baru. Karena aku yang tidak punya uang untuk membelinya."
"Apa iya, dia mau bunuh diri?" Tanya sopir yang lain.
"Tidak tahu juga sih, tapi dia seperti orang tidak waras. Kadang nangis, terus tertawa sendiri dan tubuhnya berkeringat sangat banyak."
Deg
Atlas masih menyimak, dan ketika sopir itu menyebut orang tidak waras pikiran Atlas justru langsung tertuju pada Luna. Kemungkinan penyakit depresi Luna kembali kambuh.
"Maaf Pak, saya menyela apa penumpang itu seperti orang di foto ini?" Tanya Atlas sambil menunjukkan foto dari galery ponselnya.
"Jadi kamu suami tukang selingkuh?"
"Tidak, itu tidak benar. Istri saya sedang salah paham dengan keluarganya. Justru saya sedang mencarinya. Bolehkah Anda menunjukkan tebing mana yang Ana maksud." Pinta Atlas.
"Ada di Pinggiran Kota sebelah Selatan, arah menuju pantai Laut Selatan." Jawab sopir taxi itu.
"Terima kasih, Pak. Kalau begitu saya permisi mencari istri dulu."
Dengan terburu-buru, Atlas menuju tebing di tepi jurang yang dimaksud sopir. Tidak jauh dari lokasi Atlas saat berhenti tadi. Dalam hati, Atlas berdoa semoga istrinya tidak melakukan hal yang bisa membahayakan dirinya dan juga kandungannya. Tapi siapa yang tahu.
"Heiii... Lihatlah di sana ada wanita hamil sedang panjat tebing."
bisa di musnahkan dia...