MENAKLUKKAN HATI TUAN PEMARAH

Sejak dewa meninggalkan rumah untuk pergi bekerja, tak ada hal yang berarti yang di lakukan cia selama dia di mansion itu. Gadis itu hanya berkeliling mansion mencari spot favorit untuk sekedar menghabiskan waktu.

Dan lagi lagi dimana pun cia berada, tempat favorit nya selalu di pinggir kolam renang. Bukan tanpa sebab cia menyukai tempat itu. Jika berada di tepi kolam, kenangan masa lalu seketika berputar di atas kepala nya. Ingatan nya tentang mendiang eyang pun berakhir di kolam renang saat itu.

"Kamu harus menjadi anak yang kuat! Eyang sangat menyayangi mu, Alicia.."

Itulah kalimat terakhir yang eyang katakan dengan suara lemah sebelum hilang kesadaran setelah menolong nya. Kalimat itu bukan hanya menjadi kenangan bagi cia, tapi akan terus menjadi motivasi yang dia ingat sepanjang hidupnya.

Dan lihatlah sekarang, kurang kuat apa batin gadis itu. Meskipun Al selalu merendahkan bahkan sampai mencelakai nya berkali kali, cia masih bisa bertahan. Bahkan saat Al mengambil hak nya, uang bulanan hingga kartu ATM pada saat sekolah dari kedua orang tua nya pun cia masih bisa berdiri tegak di atas kedua kaki nya sendiri. Bahkan yang lebih buruk sekalipun kini, yaitu tak di anggap sebagai istri oleh dewa, cia tak masalah. Gadis itu akan berusaha sendiri untuk mencari cara bagaimana menaklukkan hati suami nya.

Jika memang usaha nya tak juga membuahkan hasil dan cia pun sudah terlalu lelah bertahan, barulah dia akan menyerah dan mengakhiri semua nya sendiri.

Tapi, sebelum saat itu datang, cia akan berusaha dengan sungguh sungguh...

Ketika cia sedang diam, menikmati semilir angin di sisi kolam renang, tiba tiba margaret datang menghampiri nya dengan wajah panik...

"N-nona, n-nona Alicia...." tergugu wanita itu menyebut nama nya

"Ada apa, margaret ?" Cia langsung bangun dan berdiri sambil memegang kedua tangan margaret, melihat kepanikan di wajah pelayan itu membuat cia jadi sedikit takut...

"I-itu nona.. T-tuan..."

Cia mengerutkan alisnya, "Tuan ? Maksud mu kak dewa ?" tanya cia yang langsung di jawab dengan anggukan kepala oleh margaret..

Mendengar nama dewa di sebutkan, tiba tiba membuat cia jadi khawatir...

"Margaret, katakan yang benar.. Ada apa dengan kak dewa ?"

"Tuan sudah pulang, tapi keadaan nya memprihatinkan, nona. Tuan mabuk berat sampai tak sadarkan diri..."

"Astaga! Apa yang dia pikirkan, kenapa mabuk di jam segini.."

Mata cia terbelalak, setelah itu dia pun segera berlari masuk ke dalam mansion menuju kamar nya karena pasti dewa sudah di bawa kesana...

"Kak Dewa..." Cia masuk ke dalam kamar yang pintu nya masih terbuka itu sambil menyebut nama dewa..

Terlihat dewa sudah di baringkan di kasur oleh dua orang yang masih ada di sana..

"Kalian siapa ?" tanya cia sambil berjalan menghampiri tempat pembaringan..

"Saya Rafa, asisten pribadi tuan dewa, nona alicia.." Kata rafa sambil menunduk hormat kemudian melanjutkan bicara.. "Dan dia adalah salah satu bodyguard keluarga Havidi.." Sambung nya sambil memperkenalkan seorang pria bertubuh tinggi besar pada nona nya..

"Darimana kamu tau nama ku ? Bukan kah kita baru bertemu ?"

Rafa tak menjawab lagi, dia hanya tersenyum simpul..

"Kalau begitu kami permisi dulu, nona.." kata rafa pada alicia yang sudah menjatuhkan bobot mungil nya di sisi ranjang..

Bau alkohol semakin terasa menyengat saat cia di dekat dewa. Rasanya mual menghirup bau yang asing di indera penciuman nya, namun sebisa mungkin cia menahan gejolak di perut nya..

"Astaga, kak.. Sebenarnya apa yang terjadi pada mu ?" Tanya cia sambil membantu dewa melepaskan pakaian yang masih melekat di tubuh kekar pria itu

Cia sama sekali tak merasa risih saat harus melihat tubuh dewa yang kini sudah tak berpakaian atas maupun bawah, bukan karena cia sudah terbiasa melihat hal yang seperti itu, namun karena dia menekankan pada hati dan pikiran nya bahwa sudah menjadi suatu yang halal bagi nya untuk melihat apapun yang ada di diri lelaki itu..

Tok. Tok.

Suara pintu yang di tutup rafa tadi terdengar di ketuk dari luar.

"Masuk!" Teriak cia seraya menarik selimut sampai sebatas dada pada tubuh dewa..

"Nona, ini saya bawakan kompresan dan juga obat penurun panas untuk tuan.. Tadi Pak Rafa bilang, seperti nya tuan demam.."

Cia mengangguk, memang benar suhu tubuh dewa tinggi, maka itu lah tadi dia langsung membuka baju dan celana panjang yang di pakai pria itu. Kini yang tersisa di tubuh dewa hanya celana pendek di atas lutut berwarna hitam...

"Terimakasih.." jawab cia seraya menerima nampan yang di atas nya ada wadah berisi air kompresan serta obat untuk suami nya.

Setelah itu margaret pun keluar dari kamar majikan nya..

Dengan telaten cia mulai mengompres kening dewa..

"Abi..."

Deg!

Suara gumaman dewa yang menyebut nama kekasih nya membuat gerakkan tangan cia berhenti di tempat..

"Abi, kenapa kau tega sekali.." Dengan setengah sadar dewa memegang tangan cia yang memegang kompresan itu dengan cengkraman kuat..

Dewa tiba tiba bangun dari posisi berbaring nya, kemudian menatap cia dengan tatapan sendu penuh kesedihan.. "Apa karena aku tak bisa memberi mu kepuasan kau tega berkhianat pada ku, hum ?" Suara dewa bergetar seperti sedang menahan tangis,

Cia menggeleng cepat, "Aku bukan abi, Aku cia, ALICIA..." kata cia sambil menghempaskan tangan dewa. Mungkin tubuh dewa masih lemah karena pengaruh alkohol hingga pria itu kembali berbaring tak kuat dengan hempasan tangan dari cia tadi..

Namun satu yang cia tau, pria itu sedang patah hati. Mungkin saja mata hati nya sudah terbuka dan telah melihat kenyataan yang sebenarnya.

Dan satu yang pasti, ada syukur yang tak terhingga di hati cia saat ini. Dia tak perlu bersusah payah lagi untuk membuka mata dan hati dewa tentang siapa sebenarnya wanita yang paling di cintai nya itu.

"Bangun, kak.. Kau jangan lemah begini!" Cia membantu dewa untuk bangun kembali, "Buka mulut mu.." Cia memaksa dewa untuk membuka mulut nya, karena pria itu harus minum obat agar demam nya cepat turun..

Setelah obat itu masuk ke mulut dewa segera cia memberikan suami nya minum..

Huh.. Hah..

Huh.. Hah..

Nafas cia jadi ngos-ngosan karena harus mengangkat tubuh dewa yang dua kali lipat lebih besar dari tubuh nya. Saat seseorang tak sadarkan diri, tubuh nya akan jauh lebih berat..

"Kau berat sekali!!" Kata cia seraya bangun dari duduk nya, namun tiba tiba terasa tangan kekar dewa memegang tangan nya, dewa tak mencengkram seperti tadi, hanya terasa menahan cia agar gadis itu tak beranjak.

Cia menoleh pada dewa dengan kedua mata pria itu terbuka sedikit...

"Apa kau sudah tau semua ini ?" tanya dewa dengan tatapan dingin

Cia tak menjawab, dia hanya diam menatap lelaki yang kini keadaan nya sangat menyedihkan..

"Jawab aku! Apa sebenarnya kau sudah tau ?"

"Ya. Aku sudah tau! Bahkan di keluarga besar Havidi, semua sudah tau, dan hanya kau satu satu nya yang bodoh karena terus membela wanita itu!" Cia tersenyum menggoda, seolah mengejek dewa yang baru tersadar dari koma nya selama lima tahun...

"Cia! jaga ucapan mu!!" Hardik dewa marah,

"Memang begitu kenyataan nya, kan ? Kau itu bodoh, kak.. Dan selain bodoh kau juga hampir menjadi anak durhaka.. Membela mati matian j*lang itu di hadapan ibu yang sudah mengandung dan melahirkan mu ke dunia. Minta maaflah segera sebelum kau di murka Tuhan!!"

Setelah berbicara begitu, cia membalikkan badan lalu meninggalkan pria menyedihkan itu dengan cepat. Membiarkan dewa sendirian adalah hal yang terbaik untuk saat ini, cia ingin dewa bisa merenungi apa yang dia katakan tadi..

Dan benar saja, mendengar cia bicara panjang lebar tentang fakta membuat dewa langsung diliputi perasaan bersalah, sungguh 5 tahun kebersamaan nya dengan abigail menjadi waktu yang sia sia..

Dewa kembali menangis, tangisan nya kini bukan lagi menangisi hubungan nya yang kandas karena penghianatan, melainkan karena sesal yang teramat dalam..

"Argghhh!"

Dewa menjambak rambut nya dengan kencang. Kemudian dia bangun dari posisi nya, berjalan lemah menuju kamar mandi.

Kesadaran nya sudah hampir stabil meskipun kedua kaki nya masih belum terlalu kuat untuk menopang tubuh nya..

"Lihat lah abigail.. Apa yang akan aku lakukan padamu!!" ucap dewa dalam hati seraya memandang wajah nya yang basah di pantulan cermin yang ada di kamar mandi..

Dewa menghapus jejak air mata di wajah nya dengan kasar kemudian berjalan menuju shower,

🍂

"Kak, ayo makan malam.." Kata cia saat kembali ke kamar dan dewa berada di balkon.

Ternyata dua jam dia meninggalkan lelaki itu di kamar sudah banyak yang di lakukan dewa. Terlihat rambut pria itu yang basah menandakan dia sudah mandi..

"Aku tidak lapar!" jawan dewa tanpa menoleh pada lawan bicara nya

"Ck!" Cia berdecak kesal. "Kalau kau ingin balas dendam atas penghianatan wanita itu, setidak nya kau butuh tenaga, kan ? Jangan sampai kau pingsan saat melihat wanita yang kau cinta itu sedang berada di bawah kungkungan pria lain..."

Seketika dewa menoleh dan menatap nyalang wajah gadis yang ada di samping nya.

"Kenapa ?" Tanya cia tak mengerti arti tatapan menyeramkan itu.. "Ada yang salah dengan kata kata ku barusan, huh ?"

Dewa tak menjawab karena memang tak ada yang salah dengan yang cia ucapkan, hanya saja di hujani fakta seperti itu membuat dewa merasa harga diri nya jatuh seketika di hadapan gadis yang kini bergelar istri nya..

"Jangan jadi bodoh dua kali, kak.. Cepat turun! Kita makan..." Kata cia yang kemudian pergi lebih dulu, sejujurnya cia takut sekali di tatap seperti itu oleh dewa..

🍂

Cia kembali ke meja makan, duduk di tempat nya tepat di samping kanan kursi dewa..

"Tuan dewa nya mana, nona ?" Tanya margaret saat cia kembali tapi hanya seorang diri,

"Tenang saja, sebentar lagi dia pasti datang.." Kata cia di iri nya tawa kecil,

Dan benar saja, saat dia dan margaret masih berbincang, terdengar pintu lift terbuka.

Mansion yang terdiri dari 5 lantai, tentulah ada lift di setiap lantai nya, tapi selama dua hari cia berada di tempat itu tak pernah sekalipun cia menggunakan lift..

Cia memberi isyarat dengan mata nya agar margaret meninggalkan tempat itu. Dan margaret pun langsung menuruti perintah nona nya..

"Mau makan apa, kak ? Spaghetti, steak atau pizza ? Biar aku ambil kan.." Cia menunjuk makanan yang di buat chef pribadi di mansion tersebut yang sudah terhidang di atas meja..

"Tidak usah!" kata dewa dengan wajah jutek nya.

"Margaret!" panggil dewa dengan suara lantang.

Cia mengerutkan kening nya, "Kenapa kakak manggil margaret, aku bisa ko kalau hanya mengambilkan makanan ke piring kakak.."

Sebelum dewa menjawab, margaret sudah kembali berada di sana..

"Ambilkan steak untuk ku!" titah nya pada margaret..

"B-baik, tuan.."

Cia memajukan bibirnya sampai lima centi, kesal, sudah pasti.

"Dengar bocah! Aku hanya mau di layani oleh margaret. Kau tak perlu berusaha terlalu keras untuk mengambil hati ku!" kata dewa membuat cia mematung di tempat nya

Dewa kemudian mulai memakan makanan nya tanpa rasa bersalah telah mengatakan hal sekejam itu pada cia di hadapan pelayan mereka,

🍂

🍂