Mengisahkan tentang kehidupan rumah tangga seorang wanita yang bersama Sari Lestari, ia akhirnya harus menerima kenyataan pahit setelah mengetahui kebenaran jika suaminya telah menghianati bahtera rumah tangga yang sudah lima tahun mereka jalani. Suaminya berselingkuh dengan sahabat baiknya sendiri hingga hamil, yang membuat Ridwan suami Sari harus menikahi sahabat istrinya di belakang sang istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RANU RINJANI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
Sesampainya di area komplek perumahan, ku lihat ayah mertua ku sedang jalan jalan tanpa mengenakan sandal alias nyeker.
"Bu, itu bukannya ayah ya?" tanya ku pada ibu mas Ridwan.
"Mana?" tanya ibu menoleh ke depan, karena ibu memang ku bonceng miring ke kiri.
"Itu bu, di depan." ucap ku.
"Oh, iyo bener. Ayahmu emang bisa jalan jalan nduk, biar gak kaku badan e." ucap ibu.
Lalu ku hentikan motor matic yang ku kendarai tepat di samping ayah.
"Yah.." ucap ku sembari mengambil kantung plastik berisi jenang.
"Iyo Sar, ada apa nduk? Loh, kok udah pulang bu? Ndak belanja to?" tanya ayah mas Ridwan yang melihat aku dan ibu tak membawa sayur seperti kemarin.
"Endak yah, di rumah kan ada si Sinta gatel. Sari udah bilang ke ibu kalo mulai sekarang ndak usah masak, kita belinae yah buat makan setiap harine." ucap ibu menatap ayah.
"Ini yah, di minum dulu. Habis itu ayah pulang dulu, sarapan." ucap ku memberikan kantung pastik bening uang beirisi secup jenang sum sum dan ketan hitam.
"Weh, jenang to iki nduk?" tanya ayah mertua ku sumringah.
"Iya yah, jenang. Maaf ya yah, Sari ndak mau masak lagi di rumah soale mas Ridwan bawa Sinta pulang ke rumah. Biar mereka cari makan sendiri, kalo masalah makan ayah sama ibu jangan khawatir itu udah Sari pikirin." ucap ku menatap ayah sendu.
"Apa ndak boros to nduk? Kamu kan ndak kerja, dapat uang dari mana?" tanya ayah.
"Tenang yah, Sari masih ada tabungan kok. Sari juga udah bilang ibu, kalo nanti Sari mau nglamar kerja lagi di kantor tempat Sari kerja dulu. Do'ain Sari keterima lagi ya yah, bu." ucap ku menoleh pada ibu mertua ku.
"Aamiin.." ucap ibu dan ayah mas Ridwan barengan.
Aku tersenyum haru, aku memang sudah tidak memiliki siapa siapa lagi tapi Allah masih memberi ku orang orang baik yang mencintai ku dengan tulus. Terima kasih Ya Rob...
"Ya udah yok yah, kita pulang dulu buat sarapan." ucap ibu mengajak ayah untuk segera pulang.
Lagi pula aku juga takut jika makanan yang sudah ku beli dari pasar tadi keburu dingin.
"Sari duluan ya yah.." ucap ku melambaikan tangan pada ayah mertua ku.
"Ha ha ha ha... Iyo, ati ati di liat jalan e." ucap ayah tertawa, padahal rumah kami sudah ada di depan situ.
Sreeeeeekkk...
Ibu menarik pagar rumah, aku segera melajukan motor ku pelan pelan masuk ke dalam garasi.
Ku ambil dua kantung plastik yang ku cantolkan pada sepeda motor ku, satu kantung plastik berisi nasi dan satu lagi kantung plastik berisi camilan yang sempat ku beli di ind* mart yang ada di seberang pasar.
Ceklek!
Aku membuka pintu, lalu masuk ke dalam rumah. Sedangkan ibu, beliau masih berdiri setia menunggu ayah yang masih berjalan di ujung komplek perumahan.
"Dari mana kamu Sar?" ucap mas Ridwan saat aku baru meletakan kunci motor ku pada tempat biasanya, yaitu laci di ruang keluarga.
"Pasar." sahut ku santai.
"Udah jam berapa ini?" tanya mas Ridwan dengan nada tak suka.
"Ya kamu lihat sendiri dong mas, di atas televisi itu kan juga ada jam gede. Emang jam di tangan kiri kamu itu udah gak fungsi?" ketus ku.
"Maksud mas tuh ink udah jam berapa, kenapa kamu gak masak? Mas mau sarapan pake apa coba?" ucap mas Ridwan yang masih berdiri di ujung ruang keluarga.
"Sejak kapan kamu sarapan di rumah? Biasanya juga hak pernah mau kalo aku suruh sarapan." ucap ku meletakan ke dua kantong plastik yang ku bawa di atas meja, lalu ku jatuhkan tubuh ku pada sofa panjang yang empuk ini.
"Kamu kenapa sih Sar? Di tanya baik baik nyolot mulu jawabnya!" ucap mas Ridwan dengan nada yang mulai naik.
"Aku udah bilang kan semalem, aku gak mau lagi masak." ucap ku mengeluarkan benda pipih berbentuk persegi panjang dari saku jaket ku.
"Kamu udah gila ya? Kamu pikir dong gimana dengan Sinta, sahabat macam apa kamu yang ngebiarin sahabatnya sendiri kelaperan? Sinta itu lagi hamil Sar!" teriak mas Ridwan.
"Kamu gak perlu teriak teriak deh mas, atm kamu udah aku ambil semalam. Jadi ini uang buat kamu, bilang ke istri baru kamu itu buat belanja dan masak buat diri dia sendiri sama masakin istrinya." ucap ku mengeluarkan uang sebesar lima juta rupiah, lalu meletakannya di atas meja.
Plak!!
"Aw!" pekik ku saat satu tamparan keras mendarat tepat di pipi kanan ku.
"Ridwan!!" teriak ibu yang langsung berlari ke arah ku, kemudian langsung memeluk ku.
"Ajari sopan santun menantu ibu itu, Ridwan udah berusaha buat baik sama dia tapi dia tetep ngebantah Ridwan terus bu." ucap mas Ridwan membela diri.
Memang aku sekarang menjadi istri yang pembangkang, tapi itu semua juga karena ulah mas Ridwan sendiri. Dulu setiap hari masakan yang sudah ku masak sejak subuh juga tak pernah kas Ridwan sentuh, lalu untuk apa juga sekarang dia meminta sarapan? Apa karena sekarang Sinta di rumah ini, jadi tidak ada yang membuatkan mas Ridwan sarapan lagi?
"Ibu ingatkan lagi Ridwan, jangan pernah kamu berani bermain tangan sama Sari. Kalau tidak, ibu tidak segan segan melaporkan tindakan kamunatas dasar kekerasan dalam rumah tangga. Harusnya setelah masalah kemarin terbongkar, kamu menyesali semua perbuatan kamu bukan malah menggila seperti ini." teriak ibu tak kalah marah.
"Maaf kan mas, Sar. Mas hilaf, mas nyesel udah nampar kamu." ucap mas Ridwan tiba tiba duduk di samping ku.
Aku tersenyum kecut mendengar penuturan mas Ridwan, lagi lagi dia membawa kata hilaf sebagai tamengnya. Aku sampai mual mendengar kata kata itu keluar dari mulut busuknya!
Alur cerita gk perlu hrs detail kali, tutup bekal ambil wadah, 🤗
jangan ngalah kmu sar yg tegas dikit dong sm penghiyanat
ishhh jijekkk
lihat tu tingkah simpanan anjing mu