NovelToon NovelToon
Biarkan Aku Jatuh Cinta

Biarkan Aku Jatuh Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:11.8M
Nilai: 5
Nama Author: Me Nia

BIARKAN AKU JATUH CINTA
Ig @authormenia

Akbar diundang ke SMA dan bertemu dengan Ami yang muda dan cantik. Hatinya terasa kembali pada masa dia masih muda, bagaikan air dingin yang dituangkan air mendidih. Dia menemukan jiwa yang muda dan menarik, sehingga dia terjerumus dalam cinta yang melonjak.
Akbar menjalin hubungan cinta dengan Ami yang berumur belasan tahun.
Bagaimana hubungan dengan perbedaan usia 16 tahun akan berkembang?
Bagaimana seorang gadis yang memutuskan untuk menikah muda harus berjuang untuk mendapatkan persetujuan dari keluarganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Efek Pisang

"Wadidaw, 5 menit lagi vicall." Ami heboh sendiri. Bergegas menutup jendela karena memang sedang menatap langit yang pekat tanpa hiasan bintang. Sedang malas scroll medsos ataupun balas chatingan di grup. Tak menyangka aksi isengnya memancing Panda, berbuah video call.

"Ah, masa baju Doraemon. Ganti...ganti!" Ami bermonolog di depan cermin menatap penampilannya. Waktu yang mepet harus segera mengganti kaos Doraemon dengan kaos yang lain dari lemari. Acak-acak hingga tumpukan baju yang terlipat sebagian berjatuhan ke lantai.

Gerak cepat mengingat waktu video call dua menit lagi. Segera mengatur panjang kaki tripod di depan sofa lalu ponselnya pun dipasang. Bersamaan dengan itu, nama Panda tampil di layar. Ami tidak lantas menggeser ikon video, ia berlari ke depan cermin. Menyapukan bedak tipis-tipis dan memoles bibir dengan lip serum. Terakhir, merapihkan pasminanya. Barulah percaya diri.

"Ami, lagi dimana ini?" Sapa Akbar usai menjawab salam dari Ami.

"Di kamar, Kak. Di bawah lagi ada Kak Panji apel ke Teh Aul." Ami pun meneliti latar belakang Akbar yang sama duduk di sofa dan terlihat hiasan dinding lukisan abstrak.

"Sama dong. Kak Akbar juga lagi di kamar hotel. Tadinya sih di Coffee Shop. Tapi dapat chat dari Ami jadi pengen mojok deh sama si imut." Akbar tersenyum simpul.

Ami tersenyum sambil melipat bibir. Menahan rasa hidung yang merekah kembang kempis.

"Kalau Ami emangnya nggak ada yang apelin?" Tanya Akbar sengaja memancing ke arah pribadi.

"Nggak lah. SMA dilarang pacaran! Itu udah jadi rule wajib di keluarga aku. Fokus menuntut ilmu. Nanti juga ada masanya pacaran jika mental udah siap untuk menikah. Begitu aturan tidak tertulis yang katanya diamanahkan almarhum Ayah." Ucap Ami dengan wajah serius.

Akbar manggut-manggut. "Edukasi yang sangat bagus. Kak Akbar setuju dengan rule itu. Karena di luar sana banyak pelajar yang berpacaran, bahkan sejak SMP mula. Dan kebablasan pacaran bebas."

"Benar itu, Kak. Kemarin pas ujian hari kedua ada yang melahirkan di toilet sekolah. Tapi bukan di sekolah aku ya. Teman-temannya ngira selama ini orang itu gemuk biasa. Ternyata berisi bayi hasil pacaran bebas." Ami menggidikkan bahunya. Kabar itu sempat viral sampai masuk ke berita nasional.

"Nah kan jadinya sekolah berantakan, aib tersebar, dan yang lebih menekan mental itu efek domino. Keluarga jadi malu, bahan gibah tetangga, ditambah lagi sanksi hukum dan sosial."

"That's right." Ami manggut-manggut setuju dengan opini Akbar.

"Tapi kalau Ami ada yang nungguin sampe lulus SMA, boleh tidak?" Tanya Akbar diiringi senyum simpul.

"Maksudnya gimana, Kak?" Ami mengerutkan kening. Merasa ambigu.

Namun sejenak harus terjeda karena terdengar suara ketukan di pintu kamar. Ami sempat terkaget. Dan spontan menuju pintu mendengar Bi Ela memanggil-manggil.

"Ada apa, Bi?" Ami hanya membuka pintu sedikit, hanya untuk melongokkan kepala.

"Ada tamu, Neng. Katanya teman sekolah Neng Ami. Namanya Almond." Sahut Bi Ela.

"Oh, ya ya. Suruh tunggu, Bi. Bentar lagi aku turun." Meski terheran-heran karena datang tanpa konfirmasi, Ami memutuskan akan menemui Almond.

Ami kembali duduk menghadapi layar dimana Akbar masih setia berada di sebrang sana. "Kak, maaf ya harus udahan dulu. Ada teman datang," ujarnya dengan sorot menyesal karena terpaksa harus mengakhiri.

"Oke deh. Temannya cewek apa cowok?" Tanya Akbar. Meski kecewa karena pertanyaan pancingannya belum terjawab.

"Cowok. Teman beda kelas. Cuma teman kok, nggak lebih." Entah kenapa Ami merasa ingin menjelaskan agar Akbar tidak salah paham.

"Baiklah. Padahal masih betah, tapi apa boleh buat." Akbar menghela nafas panjang.

Ami terkekeh. "Besok siang Kak Akbar kesini lagi kan? Nanti kita lanjut ngobrolnya di darat. Tapi bawa pisang ya ke sininya. Bisa, Kak?"

"Apa sih yang nggak bisa buat Ami. Pengen pisang apa?" Tantang Akbar.

"Pisang...pilih aku yang kau sayang. Hihihi. Bye....Panda." Ami lebih dulu mematikan sambungan video. Sengaja tidak ingin melihat reaksi wajah Akbar yang sudah digodanya itu.

Bergegas keluar kamar untuk menemui Almond. Namun baru dua langkah menuruni tangga, mendadak menghentikan langkah. Terkejut tiba-tiba. "Kenapa aku tadi manggil Panda ya. Keceplosan deh," ucap batinnya. Wajahnya pun meringis, malu sendiri.

Melewati ruang tamu, masih ada Aul dan Panji yang duduk satu sofa dan sedang asyik berbincang. Tidak jelas apa yang lagi diucapkan kakaknya itu. Yang jelas, Panji menyimak sambil menatap penuh atensi. Ami berjalan santai menuju pintu utama yang terbuka lebar. Benar saja, ada Almond duduk di kursi teras ditemani Ibu Sekar.

"Ami, ajak Almond ngobrol di dalam!" Ucap Ibu Sekar yang baru bertemu pertama kalinya dengan temannya Ami itu.

"Nggak apa-apa, Tante. Biar disini aja ngobrolnya." Tolak Almond dengan sopan.

Ibu Sekar tersenyum bijak. "Baiklah, Ibu tinggal dulu ya. Almond jangan panggil Tante. Panggil Ibu aja. Semua teman-teman Ami yang main kesini juga sama manggilnya Ibu." Ia selalu merangkul siapapun teman dari anak-anaknya dengan kelembutan seorang ibu.

"Hehe iya, Bu." Almond mengangguk dan tersenyum.

Ami mengambil alih kursi bekas ibunya duduk. "Sengaja kesini atau sekalian lewat, Mon?" tanyanya sambil menatap wajah Almond.

"Sengaja makan di Dapoer Ibu sama Beben dan Reza. Mereka nunggu di mobil." Almond menunjuk dengan dagu ke arah sisi jalan. "Lagi apa, Mi? Aku ngeganggu nggak?" sambungnya dengan menatap Ami.

"Sedikit ganggu sih. Barusan lagi vicall sama sodara." Sahut Ami dengan santai. Sekilas memperhatikan deretan motor yang terparkir di samping rumah. Merupakan pengunjung Dapoer Ibu.

"Mi, jujur amat sih. Biasanya orang suka jawab yang nyenengin tamu. Oh gak ganggu kok, tidak merepotkan kok. Gitu, kan?" Ralat Almond dengan bibir mencebik.

"Eh, aku mah beda. Jujurly orangnya. Ngapain jaim. Tapi aku bisa duduk disini, berarti nerima kedatanganmu dengan senang hati, Emon." Ami menyanjung Almond yang kini berubah tersenyum lebar.

"Iya deh. Gak pernah menang gue kalau ngomong sama kamu. Betewe, ke Jakarta jadinya tanggal berapa, Mi?" Almond mengalihkan pembahasan.

"Belum pasti tinggalnya. Kenapa emang?" Ami menaikkan satu alisnya.

"Nanti kan Mami bakal datang buat ngambil raport. Kalau Ami mau, kita bareng aja ke Jakarta nya. Aku sih jujur berharap kamu mau. Pasti sepanjang jalan gak bakalan boring karena kamu hobi bikin orang ketawa." Jelas Almond diiringi tersenyum simpul.

"Hais, kau kira aku ini komedian Rina Nose, Mon." Ami memutar bola matanya. "Aku belum bisa jawab ya. Bisa jadi ke Jakarta nya sebelum dibagi raport. Toh yang ambil raport kan sama orang tua."

"Oke deh. Tapi nanti kabarin ya keputusannya!" Almond menatap dengan sorot memohon. Yang dijawab Ami dengan anggukkan. Ia pun melirik jam yang melingkar di tangan kirinya.

"Kamu nyetir sendiri, Mon?" Tanya Ami yang mengantar sampai pintu gerbang yang setengahnya terbuka. Almond baru saja berpamitan juga kepada Ibu Sekar.

"Ya. Mau malam mingguan keliling kota. Nikmatin kemerdekaan otak after ujian. Mau ikut, Mi?" Tanya Almond meski pesimis. Karena kemungkinan ajakannya diterima sangat tipis.

"Ogah ah. Mendingan rebahan sambil makan kuaci. Kamu hati-hati ya, Mon. Jangan ngebut! Mana belum punya SIM, kan?" Tanya Ami dengan tatapan memicing.

"Siap, Mi. 18 hari lagi sweet seventeen di Jakarta. Kamu pasti aku undang. Ortu janji bakal ngasih hadiah mobil plus SIM. So, kelas XI bisa bawa mobil sendiri ke sekolah." Ucap Almond penuh bangga.

"Bersyukur Mon, lahir dari keluarga yang berkecukupan. Kamu harus low profile ya, jangan sombong. Sorry Mon, just reminder. Bukan mau nasehatin. Karena kita kan friend." Ami mengangkat dua jarinya.

Almond tersenyum sambil mengangkat jempolnya. "Aku suka temenan sama kamu, Mi. See you monday di sekolah. Jam istirahat aku traktir kamu jajan. Tidak ada penolakan! Kita kan friend." Ucapnya tegas. Ia lambaikan tangan saat melihat Ami membuka mulut hendak menjawab.

***

Jam menjadi lambat bergerak menuju waktu dzuhur bagi Akbar yang sedang menunggunya. Ia tidak sabar ingin segera meninggalkan hotel menuju rumah Ibu Sekar. Pagi tadi sudah mencoba menjajal lari pagi di kawasan kota Tasik ditemani Tommy dan dikawal dua orang staf. Kini hanya tinggal menunggu waktu pulang.

Akbar berkacak pinggang di depan cermin. Terkekeh sendiri diiringi geleng-geleng kepala. Bodoh? Mungkin. Gila? Bisa jadi. Demi untuk ketemu seorang Ami, ia sampai beralasan pergi ke Tasik. Rela membatalkan acara lanjutan slalom di sirkuit Sentul yang saat ini sedang berlangsung. Teman-temannya sampai menghubungi dan menyayangkan akan ketidak hadirannya.

Semalam sudah dibuat gemas oleh Ami yang mematikan sambungan video secara sepihak. Lagi-lagi terkecoh oleh wajah serius Ami yang meminta pisang.

Pisang...pilih aku yang kau sayang.

Akbar senyum-senyum menatap pantulan wajahnya di cermin. Gombalan Ami diiringi cekikikan tadi malam itu, berujung dirinya menjadi tidak waras. Cengar cengir sambil telentang di kasur dan menatap plafon. Padahal plafon kamar hanyalah sapuan cat warna putih tanpa ada gambar lucu.

Akbar menyadari, baru merasa lagi jatuh cinta setelah sepuluh tahun yang lalu pernah merasakannya. Sayangnya, pacaran selama empat tahun dari semasa kuliah di kampus yang sama itu harus kandas. Tidak ada angin tidak ada hujan, sang pacar tiba-tiba mengajak putus. Hancur sudah semua mimpi membangun usaha bersama yang sudah siap diwujudkan. Pacarnya itu berkilah tidak siap melangkah dari nol. Sebulan setelah putus, mantan pacarnya itu menikah dengan pengusaha tambang dengan gelaran pesta tujuh hari tujuh malam. Itulah mengapa ia menjadi selektif memilih pasangan.

"Ada apa, Tom?" Telepon dari Tommy membuyarkan angan yang sedang berlarian mengingat semua gombalan Ami dan kenangan masa lalu.

"Nanti mau makan siang menu apa, Pak? Chef akan memasak spesial untuk Pak Akbar," ucap Tommy yang hari liburnya berada di hotel yang sama, demi melayani sang boss.

"Gak usah, Tom. Saya ada undangan makan siang di luar. Nanti sekalian pulang." Akbar menyimpan ponselnya di sofa usai Tommy menjawab.

Akhirnya waktu itu tiba. Dalam hati memohon ampun kepada Allah jika ada yang salah dengan niat. Karena bersemangat menunggu adzan agar bisa segera sholat, demi untuk secepatnya bertemu Ami.

Di persimpangan jalan, pandangan Akbar tak sengaja menangkap sosok seorang pedagang tua yang berjualan pisang di trotoar. Ia meminta sopir menepikan mobil.

"Tunggu sebentar, Pak Sob. Nanti mundurin mobilnya. Saya mau beli pisang dulu." Akbar bergegas turun tanpa menunggu jawaban sopirnya. Ia berjalan cepat di trotoar menuju pedagang pisang tadi. Hingga kemudian berjongkok di depan dagangan pisang.

"Ini pisang apa, Mang?" Akbar menilik pisang satu sisir pisang yang ukurannya besar-besar yang sudah matang siap makan.

"Ini pisang raja, Aden. Rasanya dijamin raos, manis legit karena matang pohon bukan karbitan."

Akbar manggut-manggut. "Harga berapa, Mang?"

"Ini teh tiga puluh ribu satu sisirnya. Harga segitu teh sesuai sama rasanya, Aden. Nanamnya pakai pupuk organik. Rasanya teu aya kesed-kesed." Ucap Mamang penjual pisang yang kebanyakan orang tidak jadi beli karena kemahalan.

"Boleh nawar ya, Mang. Lima puluh ribuan satu sisirnya. Saya beli semuanya, Mang!"

"HAH?!" Penjual pisang yang sudah sepuh itu melongo mendengar penawaran Akbar. Kening yang sudah berhias kerutan semakin berlipat karena keheranan dan kekagetan.

"Dikasih nggak, Mang? Atau nawarnya kurang tinggi? Emang pengennya berapa?" Tanya Akbar sambil menahan senyum karena sang penjual masih mangap seperti terhipnotis.

"Eh anu eta, bukan begitu. Emang kaget kan biasanya nawar mah lebih murah bukan lebih tinggi?" Mamang penjual pisang masih planga plongo, bingung dan tidak mengerti.

Akbar tersenyum. "Nawar rendah itu sih sudah biasa. Saya pengen nawar yang tidak biasa. Sok Mang, total jadi berapa? Bantu masukin ke mobil ya, Mang!"

Mamang dengan sigap sekaligus menghitung jumlah pisang yang ternyata ada 20 sisir. Tangan keriput dan legam karena terpaan sinar matahari itu gemetar saat menerima sepuluh lembaran merah. Matanya pun berkaca-kaca penuh keharuan. Sampai membuka kopiah lusuhnya dan menyimpan lembaran itu di atas kepalanya. Disuhun dina embun-embunan.*

"Alhamdulillah ya Alloh. Baru kali ini jualan pisang sampai habis dalam setengah hari. Biasanya paling cepat habis dua hari. Ditambah ini rejeki yang tidak disangka." Mamang sepuh itu berucap penuh syukur dengan suara serak karena keharuan. Tidak mengira mendapat rejeki berlimpah.

"Aden, Emang doakan mugia rejekinya semakin berkah. Diganti sama gusti Alloh berlipat ganda. Mugia segala urusan dimudahkan. Segala hajat Aden segera dikabulkan. Aamiin Ya Alloh." Pungkas Mamang penjual pisang dengan kedua tangan menengadah, berdoa penuh ketulusan.

Akbar mengaminkan dan tersenyum. Segera menenteng kantong kresek berisi pisang yang mampu dibawanya. Sisanya dibawakan oleh sang penjual yang mengekori langkahnya menuju mobil yang sudah dimundurkan oleh sopir.

Mobil kembali melaju dalam lalu lintas ramai lancar menuju perbatasan Ciamis. Sehingga tak lama kemudian, mobil dengan kenyamanan kelas eksekutif itu pun tiba di bahu jalan depan rumah Ibu Sekar.

...****...

*Peribahasa sunda. Disuhun dina embun-embunan \= diterima dengan senang hati.

1
Aira Azzahra Humaira
mau dong traktiran nya mi
Aira Azzahra Humaira
pesonamu Amiii 🥰🥰🥰🥰
Aira Azzahra Humaira
ada aja km Amiiii
Aira Azzahra Humaira
🥰🥰🥰🥰
Aira Azzahra Humaira
inimah baca novel banyak faidah nya 🥰🥰🥰🥰
Aira Azzahra Humaira
hahhh dasar Ami
mamik sutarmi
Luar biasa
Aira Azzahra Humaira
pak bagja jadi bapak sambung nya ami kan
Aira Azzahra Humaira
ya Allah senyum terus baca novel ini biar awet muda 😄
Rona Ruta'illah
Luar biasa
Aira Azzahra Humaira
rezeki gak di duga ya mang
Aira Azzahra Humaira
hahhhh ini mah kak author nya pinter banget boleh dong belajar ☺
Aira Azzahra Humaira
adduh dagdigdug deh
Aira Azzahra Humaira
semangat baru 💪💪
Aira Azzahra Humaira
🤣🤣🤣🤣
Aira Azzahra Humaira
🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
Aira Azzahra Humaira
ah pokoknya terus semangat Thor
Aira Azzahra Humaira
ahhaayyy lg mikirin ayang ya
Aira Azzahra Humaira
Amiii 🥰🥰🥰🥰🥰🥰
Afidzah Faida Nurazmi
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!