NovelToon NovelToon
Menguasai Petir Dari Hogwarts

Menguasai Petir Dari Hogwarts

Status: sedang berlangsung
Genre:Akademi Sihir / Fantasi / Slice of Life / Action
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Zikisri

Nama Ethan Cross dikenal di seluruh dunia sihir sebagai legenda hidup.

Profesor pelatihan taktis di Hogwarts, mantan juara Duel Sihir Internasional, dan penerima Medali Ksatria Merlin Kelas Satu — penyihir yang mampu mengendalikan petir hanya dengan satu gerakan tongkatnya.

Bagi para murid, ia bukan sekadar guru. Ethan adalah sosok yang menakutkan dan menginspirasi sekaligus, pria yang setiap tahun memimpin latihan perang di lapangan Hogwarts, mengajarkan arti kekuatan dan pengendalian diri.

Namun jauh sebelum menjadi legenda, Ethan hanyalah penyihir muda dari Godric’s Hollow yang ingin hidup damai di tengah dunia yang diliputi ketakutan. Hingga suatu malam, petir menjawab panggilannya — dan takdir pun mulai berputar.

“Aku tidak mencari pertempuran,” katanya menatap langit yang bergemuruh.

“Tapi jika harus bertarung… aku tidak akan kalah dari siapa pun.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zikisri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 17 — Main Mahjong

Kudengar, dulu para penyihir punya cara unik untuk pergi ke sekolah. Ada yang naik sapu terbang, ada pula yang langsung muncul di Hogsmeade lewat Bubuk Floo. Tapi sejak Undang-Undang Kerahasiaan Sihir Internasional diberlakukan tahun 1692, semua itu dihentikan. Terlalu banyak penyihir yang ketahuan Muggle, dan Kementerian Sihir kewalahan menutupi jejak mereka.

Charles McKinnon tampaknya hafal betul kisah itu—dan sayangnya, juga senang menceritakannya panjang lebar.

Ethan Cross hanya mengangguk pelan, mencoba menahan kantuk. Oke, jadi mereka dulu sempat sekolah dengan naik sapu? Gila juga, pasti dingin banget di udara, pikirnya. Tapi kemudian ia sadar—perjalanan ke Hogwarts bakal memakan waktu lama. Tak sopan kalau ia hanya membaca buku sambil membiarkan dua temannya duduk diam di depannya.

“Hei,” katanya sambil menutup buku, “karena kita bakal di sini berjam-jam, gimana kalau aku ngajarin kalian main sesuatu?”

Charles langsung mengangkat kepala. “Main? Boleh juga. Catur Penyihir? Atau Gobstones?” katanya dengan nada agak sinis, tapi matanya sudah berbinar penasaran.

Ethan tersenyum kecil. “Bukan. Ini permainan dari Timur, namanya Mahjong. Biasanya empat orang, tapi bisa juga tiga. Aku ajarin caranya.”

Dari dalam koper sihirnya, Ethan mengeluarkan satu set mahjong ukuran kecil—kepingan persegi mungil dari tulang berukir simbol. Ia yakin pesona permainan ini bakal membuat mereka terpikat.

Masalahnya, meja mereka terlalu kecil.

Transfigurasi-ku nggak seberapa bagus, batin Ethan sambil menatap meja di tepi jendela.

Ia mengeluarkan tongkat dan berbisik, “Engorgio.”

Meja itu langsung membesar, papan kayunya merenggang seperti bernapas.

“Lumayan,” katanya puas. Mahjong versi kecil ini—seukuran mahjong Jepang—pas di atas permukaannya.

Mereka bertiga pun duduk melingkar. Ethan mulai menjelaskan dasar-dasar permainan. Pengalamannya dulu di panti asuhan membuatnya terbiasa mengajar anak-anak; penjelasannya ringkas tapi jelas.

Kepingan mahjong itu juga sudah dimodifikasi—dilengkapi angka Arab di tepinya agar mudah dibaca siapa pun, bahkan tanpa tahu huruf Mandarin.

“Intinya begini, kumpulkan kombinasi tertentu dari kepingan. Nanti aku bimbing sambil jalan, biar cepat paham,” ujarnya.

Agnes memiringkan kepala, menatap kepingan itu curiga. “Serius ini seru? Kotak-kotak kecil gini?”

Charles malah antusias. “Udah, cobain aja. Kita nggak punya kegiatan lain juga.” Ia menarik koper dan menjadikannya kursi darurat di tengah lorong.

Begitulah—tiga penyihir muda duduk di gerbong kereta, bermain mahjong di atas meja hasil sihir.

Tak sampai setengah jam, Agnes sudah menang dua kali, Charles sekali. Ethan sengaja membiarkan mereka menang, biar cepat paham.

“Ha! Aku menang lagi!” Agnes berseru riang, mendorong kepingannya. Senyum lebarnya menular—seolah semua rasa gugup di perjalanan lenyap begitu saja.

“Kalau gitu, kita bikin taruhan kecil,” kata Charles sambil terkekeh. “Nanti kalau penjual camilan datang, yang skornya paling rendah harus traktir.”

Agnes langsung menyambut, “Siap! Aku lagi hoki hari ini!”

Ethan cuma tersenyum tipis. Hoki, ya? Baiklah, biar mereka ngerasain ‘penindasan sosial’ sedikit.

Tapi begitu babak baru dimulai—

“Tok tok.”

Ketukan pintu terdengar, seorang wanita paruh baya menjajakan camilan sihir.

Ethan menghela napas. Sial, kalah lagi.

Ia menatap papan permainan. Agnes menang telak untuk ketiga kalinya. Mereka ini beneran baru pertama kali main, kan? Kok skill-nya kaya pemain kasino Macao?

“Haha! Ethan, cepet traktir! Kamu kalah jauh!” Agnes menepuk meja sambil tertawa sampai matanya menyipit membentuk bulan sabit.

“Ya ya, sabar. Nggak usah seneng dulu,” gumam Ethan sambil membuka dompet. Ia akhirnya membeli segala macam camilan: Chocolate Frogs, Bertie Bott’s Every Flavor Beans, dan batang licorice.

Mereka mulai berpesta kecil. Charles mengambil segenggam permen dan menawarkannya pada Ethan.

“Cobain ini, rasanya macem-macem!”

Ethan menggigit satu dan langsung menyesal. Rasanya... aneh. Amis.

“Uh—ini rasa apa?” serunya dengan wajah kecut.

Charles tertawa. “Mungkin... kotoran telinga?”

Agnes nyaris terjatuh dari kursinya karena tertawa terlalu keras.

Ethan hanya bisa menatap permen itu dengan jijik. “Oke, aku balik ke Cokelat Katak. Minimal aman.”

Ia membuka bungkus cokelat itu, dan seperti biasa, seekor katak cokelat melompat kecil sebelum meleleh di tangannya. Di dalamnya ada kartu bergambar Hengist dari Woodcroft, pendiri desa Hogsmeade.

Ethan menatap gambar penyihir berjanggut itu, lalu mengalihkan pandangannya ke jendela.

Kereta terus melaju menembus kabut dan pegunungan. Dunia sihir... aku tidak sabar untuk melihatnya sendiri.

Mereka bertiga terus mengobrol sambil menikmati camilan. Agnes, seperti biasa, bicara tanpa henti tentang keluarganya—tentang ibunya yang cerewet, kakaknya yang terlalu protektif, dan kucing peliharaannya yang kabur ke atap.

Ethan tersenyum kaku, mencoba mendengarkan dengan sopan. Kalau dibilang berkepribadian tinggi, ya... energik. Kalau pakai bahasa jujur? Cerewet.

Sementara Charles, yang tadinya tertutup, mulai terbuka. Ia bercerita soal tim-tim Quidditch, pemain legendaris, sampai peraturan yang mematikan.

Ethan mendengarkan setengah hati, membayangkan permainan brutal di udara dengan bola logam terbang mematikan.

Sihir di satu sisi bisa menyembuhkan luka, tapi di sisi lain malah dipakai buat olahraga barbar... dunia ini memang aneh, pikir Ethan sambil menatap ke luar jendela.

Di kejauhan, kabut mulai menipis, memperlihatkan langit yang berwarna jingga keemasan.

Dan di antara tawa dan percakapan kecil itu, Ethan merasakan sesuatu yang hangat—rasa akrab yang jarang ia rasakan selama ini.

Perjalanan ke Hogwarts baru saja dimulai.

1
Mike Shrye❀∂я
wiiih tulisan nya rapi..... semangat
Zikisri: makasih atas penyemangat nya kk🤭
total 1 replies
Opety Quot's
di tunggu chapter selanjutnya thor
Sertia
Mantap/Good/ lanjutkan
Iqsan Maulana
lumayan bagus ni😁
Iqsan Maulana
next Thor
Hani Andini
next..
king_s1mbaaa s1mbaa
tambahin chapter nya thor...
Reyhan Ramdhan
lanjut thor👍
Zikisri: siap💪
total 1 replies
Reyhan Ramdhan
Bagus, Sangat Rekomen/Good/
Zikisri: thanks 👍
total 1 replies
I Fine
lebih banyak chapter nya thor/Shy/
I Fine
next chapter nya thor💪
Zikisri: Oke 👍
total 1 replies
Niat Pemulihan
nice
Evan Setyawan
Lanjutannya thor👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!