Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 20
"Astaghfirullah ... Dok!" Rania terjingkat histeris. Menyorot waspada pria dewasa yang tiba-tiba sudah menghadang di kamarnya.
"Baru pulang, Ra? Apakah kegiatan kamu di luar rumah memang sebebas ini ya, sampai tak punya aturan jam malam."
Rania melirik jam di ponselnya menunjuk di angka sebelas.
"Bukan urusan Dokter, ngapain di kamar saya, tolong bisa keluar sekarang, saya mau istirahat!" jawab Rania cukup tidak nyaman.
Hallo! Ini orang siapa sih, kok hidupnya ngurusin hidup orang!
"Aku nungguin kamu dari tadi sore lho, aku telepon nggak diangkat, aku WA nggak dibalas, sampai selarut ini, sorry kalau buat kamu nggak nyaman. Aku memang tidak punya hak buat ikut campur urusan kamu di luar rumah," ucap Rayyan dingin.
"Aku cuma mau kasih ini, besok sore tolong luangkan waktumu aku tidak memaksa, namun berharap kamu bisa." Rayyan menyodorkan papper bag ke hadapan Rania, lalu keluar dari kamar.
Entah mengapa Rania menjadi bingung sendiri menyikapi pria itu. Kadang kalem, kadang baik, kadang agresif, dan kadang jail, membuat perasaan itu teraduk-aduk dengan tingkahnya.
Rania meneliti isinya, ternyata sebuah kebaya brokat modern yang sangat indah. Rania ingat betul, pakaian itu dibeli di butiknya kak Kania kemarin. Rupanya Rayyan meminta dirinya untuk menemani ke pernikahan mantannya.
Rania pun menyimpan paper bag itu, beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya merebah di ranjang, bersiap membuai mimpi. Hingga beberapa menit berlalu, mata itu tak kunjung mengantuk. Rasa haus membuatnya keluar dari kamar lagi, tak disangka Rayyan masih stay di beranda, membuatnya urung untuk melangkah. Gadis itu pun kembali memutar tubuhnya karena malas lebih tepatnya bertemu dengan pria itu.
"Ra, belum tidur?" seru Rayyan tahu saja.
Rania mengerem langkah kakinya, begitu suara bariton itu mampir di telinganya.
"Belum, mau ke bawah ambil minum, Dokter sendiri kenapa belum tidur?" jawab Rania berbasa-basi yang sebenarnya dirinya tidak minat untuk meladeni.
"Nggak bisa tidur," jawab Rayyan jujur. Dirinya bahkan belum menemui kantuk hingga selarut ini.
"Owh ...." Rania hanya ber-oh ria.
Gadis itu pun mengabaikan, fokus menuruni anak tangga. Mengambil minum untuk dibawa ke kamar. Dalam hati berharap, semoga Rayyan sudah masuk ke kamarnya saat ia melewati ruang tengah. Namun, jangankan beranjak, pria itu sepertinya sengaja menunggunya.
"Ra, bisa sini bentar nggak?" pintanya penuh harap.
Rania terdiam di pijakannya, bingung lebih tepatnya, antara enggan tetapi kasihan. Sepertinya pria itu tengah galau berat, melihatnya tidak terpuruk ke hal-hal yang negatif saja sudah membuatnya sedikit tersanjung. Karena konon katanya, ditinggal seseorang yang masih tersimpan rapih di hati itu sakit sekali rasanya.
"Ra, besok aku bisa minta tolong nggak?"
"Temenin kondangan 'kan?" tebaknya benar adanya.
"Iya, tetapi lebih dari itu, besok kalau ada yang tanya hubungan kita sebatas apa, kamu jawab saja kita sangat dekat."
"Maksudnya?" Rania bingung sendiri.
"Kamu mau nggak Ra, jadi calon istri bohongannya aku."
"Hah! Maksudnya pura-pura jadi pacar Dokter pas kondangan nanti gitu?"
"Ya, biar semua orang nggak berpikiran kalau aku masih sayang sama mantan aku, aku ingin melupakan dia tanpa sisa."
"Boleh aja sih, tetapi ada syaratnya?" Rania mencoba meloloskan dari jeratnya.
"Apa Ra?" Pria itu menyorot penuh selidik.
"Aku ingin perjanjian kita dibatalkan, aku tidak bisa tinggal di sini, kita tidak boleh tinggal berdua saja, nanti tanggapan orang akan berbeda."
"Kan cuma dua minggu Ra, lagian tidak ada orang yang tahu juga tentang kita tinggal bersama, kecuali salah satu dari kita ada yang ngomong."
"Ya sudah, aku nggak mau datang, nggak mau jadi pacar bohongan kamu!" Rania bangkit dan beranjak.
"Aku pastikan kamu akan terus mengulang di stase bedah!" ancam Rayyan yang membuat Rania menghentikan langkahnya.
"Dokter nggak profesional banget sih, selalu mencampur adukan urusan pekerjaan dengan urusan pribadi!" gadis itu meninggikan suaranya.
"Terserah!" jawabnya dingin.
Asem ini orang, enaknya gue apain ya? Owh dua minggu cepatlah berlalu. Aku seperti terpenjara! batin Rania menjerit nelangsa.
Gadis itu menyambar gelas air putih yang beberapa menit lalu ia amankan di atas meja. Meneguknya hingga tandas di depan Rayyan saking kesalnya, setelahnya menaruh gelas itu sedikit kasar hingga menimbulkan bunyi dentuman. Menyorot kesal pria yang tengah menatapnya dengan aura berbeda.
Bagi Rayyan, cara minum Rania itu sangat seksi, apalagi pria itu cukup fokus mengamati. Muka garangnya itu terlihat lucu, serta juteknya itu membuat ia gemas sendiri. Begitu versi tatapan yang tertangkap netra pria itu. Jadi, ia sebenarnya tidak rela saja kalau dalam dua minggunya harus berakhir tanpa kenangan.