FAMILY AMBYAAAR

Sebuah helikopter mendarat dengan sempurna. Raka dan Pangeran turun dengan setelan jas hitam dan sepatu hitam yang mengkilap.

Dari kejauhan, nampak wanita cantik yang melambaikan tangan kepada mereka.

Paula, dia adalah istri ketiga pangeran setelah hubungannya bersama dengan istri pertama dan kedua gagal.

Paula berlari dengan sandal tingginya membuat Pangeran dan Raka berdebar-debar melihat tingkahnya.

Paula berlari kearah Pangeran dan langsung melompat untuk memeluknya.

Hap...

Pangeran pun menangkapnya dan memutarkan tubuhnya.

Paula terlihat tertawa sangat bahagia.

Dan Raka, akhirnya dia dapat mengelus dadanya karena ibu tirinya akhirnya dapat mendarat ke pelukan Ayahnya dengan selamat.

"Sayang, aku sangat merindukanmu!?" ucap Paula dengan manja.

"Iya aku tahu karena aku juga rindu kepadamu. Tetapi bisa tidak jika lain kali jangan berlari seperti itu! jika jatuh bagaimana? lagian ingat umur Paula!" ucap Pangeran yang langsung mencubit hidung Paula.

Mendengar nasehat dari Pangeran entah mengapa membuat Paula sangat kesal.

"Oh, jadi kamu tidak suka aku bersikap manja kepadamu! dan apa yang katakan tadi!? kamu mengatakan jika aku sudah Tua! ooohh... Aku paham, kamu berkata seperti itu karena kamu telah mendapatkan perawan Kalimantan, ya kan!, katakan yang sejujurnya kepadaku!?" bentak Paula yang tiba-tiba terlihat sangat marah.

Lebih jelasnya, hati Paula sangat sensitif karena dia sebagai istri tidak dapat mengandung layaknya istri-istri lainnya. Sehingga jika ada salah kata Pangeran, maka Paula akan langsung tersinggung.

"Sayang, bu...bukan seperti itu," ucap Pangeran yang ingin menjelaskan. Tapi, ketika melihat mata Paula, dia merasa jika semua akan bercuma saja.

Dan benar saja, setelah berhenti bicara, Paula langsung pergi meninggalkan Pangeran begitu saja dan menyuruh semua anak buahnya untuk pergi meninggalkan landasan helikopter milik mereka.

"Ayah, sekarang bagaimana?" tanya Raka terbengong-bengong melihat semua mobil pergi tanpa tersisa.

"Pesan ojek online sekarang," jawab Pangeran sambil menepuk-nepuk pundak anaknya. Seolah berpesan untuk sabar jika menghadapi seorang wanita.

*****

Disisi lain, kita diperlihatkan seorang anak yang sedang dipukuli ibuknya.

"Ampun Mak... Ampuuuun..hiks...hiks...!" ucap Tini sambil terisak-isak.

"Dasar anak gobl*k, pekok, cengoh!" ucap wanita itu sambil terus memukul anaknya dengan sapu lidi ditangannya.

Disaat itu, tidak sengaja Mumut dan Yuda juga sedang lewat didepan rumah Tini ketika pulang dari membeli pecel.

Melihat ada anak yang dipukuli, jelas hati Mumut langsung bergerak untuk membantu.

"Setop mbak! jangan pukul anak-anak!" teriak Mumut.

Mendengar teriakkan seseorang, wanita yang biasa disebut Sri itu pun langsung menoleh.

"Mumut...?"

"Mbak Srii...?"

"mbak Sri, sampean ngopo kok tegel polo anakmu Dewe. Ya Allah, Iki Tini kan? Tini anakke sampean, mbak!?"

"(mbak Sri, sampean kenapa kok tega memukul anakmu sendiri, Ya Allah, ini Tini kan? Tini anaknya sampean, mbak!?" tanya Mumut sangat terkejut.

singkat cerita, kini Mumut dan Sri pun hanya duduk berdua dibawah pohon mangga. Yuda bertugas untuk mengobati luka Tini.

"Mbak, ono opo?"

"(mbak, ada apa?)" tanya Mumut.

"Mut, aku kudu piye!? Aku kudu piye, Mut!? Semongko wingi seng bar panen, mobile jungkel gek bapake Tini sikile Yo Melu tugel. Duet ora entok malah mas Sisu mblebu neng rumah Saket. Duet Sewo ladang uring kebayar malah duit lek aku nyileh ilang, gek Kabeh kui gara-gara anak wedokku! walaaah muut, naseb-naseb ndue anak Koyo Tini. Nasib aku juga dadi wong kere aku koyo ngene Mut. Hiks..hiks...!

artinya.

"Mut, aku harus bagaimana!? aku harus bagaimana, Mut!? Semangka yang kemaren habis panen, mobilnya celaka dan bapaknya Tini malah patah kakinya. Duit tidak dapat malah mas Sisu masuk rumah sakit. Duit sewa ladang belum kebayar malah duit yang aku pinjam hilang, dan semua itu gara-gara anak perempuan ku! walah muuut, nasib-nasib punya anak seperti Tini. Nasib juga jadi orang miskin kaya aku Mut. Hiks..hiks...!"

Mumut terdiam sesaat. Mendengar temannya merasa sial memiliki anak bodoh, entah mengapa Mumut melihat cerminan dirinya sendiri diwaktu dia juga masih kecil.

"Emang duitnya dikemanakan mbak sama Tini!?" tanya Mumut.

"Kae loh Mut, ono tukang seles bakul obat-obatan. Gayane ngomong obat herbal tapi regone sak botol limangatus Sewu gek Tini tuku telu botol. Dikiro dekne obat kui iso mengembalikan sikel bapake seng wes tugel, ya Allah mumuuuut....kudu tobat tenan kok aku Iki!"

artinya.

"Itu loh Mut, ada tukang seles jual obat-obatan. Gayanya ngomong obat herbal tapi harganya sebotol lima ratus ribu dan Tini membeli 3 botol. Dikiranya dia obat itu bisa mengembalikan kaki bapaknya yang sudah patah, Ya allaaah mumuuuut... rasanya aku harus tobat bener kok ini!" keluh Sri.

"mbak yang sabar. Niat Tini baik, hanya saja mungkin caranya dia beluk paham. Lagian kok bisa uang sebanyak itu Tini yang bawa?" tanya Mumut.

"Kue kok Saiki lek ngomong bahasa nasional to? alergi po piye Saiki nek ngomong jowo!?"

Artinya...

"Kamu kok sekarang kalo ngomong bahasan nasional to? Alergi apa gimana sekarang kalo ngomong bahasa Jawa?" sindir Sri.

------------sandiwara Author----------

Mumut geleng-geleng.

"Ora mbak, bukannya ngunu. Tak jelaske Yo mbak. Dewe Iki eneng neng Jero novel, nek Dewe ngomong bahasa jowo terus wedine podo mumet gek enek seng ora paham. Ngunu Lo mbak!"

artinya.

"Tidak mbk, bukannya begitu. Aku jelaskan ya mbak. Kita ini ada didunia novel, jika kita bicara bahasa Jawa terus takutnya pada pusing dan ada yang tidak paham, Begitu Lo mbak!" jelas Mumut.

"Walah Mut, berarti kita ini sedang jadi artis novel Yo. Yowes, kalo begitu aku juga akan pakai bahasa Indonesia saja, Ben do paham to..!" sahut mbak Sri dengan senyum dan berlagak berakting.

----------Sandiwara Author berkahir---------

"Begini Lo Mut ceritanya. Aku ini masih sibuk ngurus bayiku, gek aku harus siap-siap kerumah sakit soale suamiku masih dirawat. Aku berniat mau pinjam uang sama Mamas aku, lah rumahnya jauh disana Mut, buat waktu bersingkat jadi aku minta Tini untuk mengambil uangnya. Eeeehhh..... pas pulang kok malah bawa obat ora guna kaya gini!" jelas Sri.

Mumut Mengangguk mengerti.

"Mbak, insyaallah tak bantu Yo.. Biaya rumah sakit biar aku yang bayar. Mbak Sri jangan khawatir, sampean sudah aku anggap mbak sendiri sedari dulu," ucap Mumut.

"Ya allaaah ,,, seng tenan Mut? makasih banyak Yo Mut. Emm,,,, Mut kalo boleh, bisa sekalian tolong bayarin hutang-hutang ku ndak, hutang bayar sewa ladang sama hutang buat modal waktu mau menanam semangka. Hehehe, kalo keberatan juga gak papa kok, aku cuma bercanda. Hehehe..."

Mumut tersenyum melihat wajah mbak Sri yang malu-malu tapi berharap.

"Iya mbak, insyaallah akan aku bantu. Tapi aku harus minta izin dulu sama suamiku."

"Iya Mut, bujuk dia ya. Bilang jika aku adalah teman yang selalu ada ketika kamu dulu kesepian," rayu mbak Sri.

"Iya mbak..."

"Mut, sama..... kalo bisa ajak anak saya supaya dia bisa sekolah dikota dan jadi anak yang pintar. Jika dia hanya diam didesa, aku takutnya dia akan jadi kaya kamu dulu," ucap Mbak Sri tetapi terdapat sindiran halus disana.

Tanpa menunggu lama, Mumut pun mengangguk. Dia juga memang sedari awal berniat ingin mengasuh Tini dan menyekolahkannya.