Fabian dipaksa untuk menggantikan anaknya yang lari di hari pernikahannya, menikahi seorang gadis muda belia yang bernama Febi.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka selanjutnya?
Bagaimana reaksi Edwin saat mengetahui pacarnya, menikah dengan ayah kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19
Note : Terdapat adegan 19+, mohon bijak dalam membaca.
Febi merasa tubuhnya seperti dililit sesuatu, susah untuk digerakan. Ingatannya melayang pada saat Fabian memeluknya erat dalam tidurnya. Febi berusaha membuka matanya, ternyata benar, tubuhnya dipeluk erat oleh Fabian.
Febi mencoba melihat sekeliling dan sadar bahwa dia tidur di kamar Fabian. Cukup lama Febi tidur, hari sudah menjelang sore.
Terasa hembusan nafas Fabian dileher Febi, yang membuatnya kegelian. Febi berusaha melepaskan diri, namun pelukan Fabian justru semakin erat.
"Om.. bangun! Berat.." Febi menepuk-nepuk tangan Fabian yang melingkar posesif di perutnya.
Fabian tetap bergeming, tak merubah posisi tidurnya yang memeluk Febi dari belakang. Febi merasakan tubuhnya bagai tersengat listrik, manakala Fabian secara tiba memberi jejak kissmark di pundak belakangnya.
Fabian menyibakkan rambut panjang Febi, dan menghirup dalam aroma tubuh Febi. Febi merasa lemas mendapat perlakuan seperti itu dari suaminya.
Fabian membalikan tubuh Febi, agar menghadap ke arahnya, mata keduanya saling menatap dalam, Fabian memberikan kecupan pada setiap inchi wajah cantik istrinya, dimulai dari kening, mata, hidung, hingga berakhir pada benda kenyal milik Febi, Fabian menyatukan dengan miliknya. Febi diam bergeming, seolah terhipnotis dengan yang dilakukan Fabian terhadapnya.
Fabian melepaskan pagutannya, menatap Febi yang masih memejamkan matanya. Fabian mengulangi kembali apa yang telah dilakukannya terhadap Febi. Mereka larut dalam gelora hasrat yang mulai membara.
Fabian beralih ke leher jenjang Febi. Terdengar desahan dari mulut Febi, saat Fabian bermain-main di sana.
Fabian tak bisa lagi menahan hasratnya. Melepaskan Febi dan beranjak dari tempat tidurnya. Febi tersadar dan melihat Fabian yang berjalan menuju kamar mandi.
"Kenapa Om?"
Sesungguhnya Febi kecewa, karena hasratnya yang sudah muncul harus terhenti begitu saja.
"Maaf, aku nggak bisa menahan diri." Fabian mengucapkannya tanpa membalikan badan menghadap Febi.
"Aku siap!" Ucapan Febi, seketika membuat Fabian menoleh.
"Aku siap, jika Om menginginkan." Febi mengulangi ucapannya.
Febi teringat nasihat mamahnya, tentang tugas seorang istri menyenangkan suami, salah satunya penuhi hak bathin nya.
Fabian masih terpaku di tempatnya berdiri,
"Aku nggak akan maksa, jika kamu hanya terpaksa melakukannya." Fabian berbalik kembali hendak meneruskan langkahnya ke kamar mandi.
Melihat itu, Febi hanya bisa menghela nafas yang terasa berat.
"Sudah ditawarin, nggak mau. Ya sudah." Febi berguman pelan.
Febi bangkit keluar kamar untuk menemui kedua orang tuanya. Namun tak ditemukan seorang pun di bawah, rumah sepi sekali. Febi melangkah ke dapur karena merasakan haus, setelah minum Febi kembali ke kamar untuk menanyakan keberadaan orang tua dan mertuanya. Ditangannya Febi membawa segelas air untuk suaminya.
Suaminya masih di dalam kamar mandi, Febi kembali menyiapkan baju untuk suaminya. Setengah jam berlalu, suaminya belum keluar dari kamar mandi, waktu terus berjalan, tapi suaminya masih belum keluar.
Febi mulai berfikir, jika suaminya mempunyai kebiasaan berlama-lama di dalam kamar mandi. Ragu Febi mendekat ke arah kamar mandi, hampir empat puluh menit berlalu, tapi suaminya belum ada tanda-tanda keluar kamar.
Febi menempelkan telinganya pada daun pintu, masih terdengar suara air shower yang mengalir. Febi ingin mendengar lebih jelas lagi yang dilakukan suaminya di dalam, sehingga tak sengaja mendorong pintu yang tak terkunci.
Febi melihat jika suaminya hanya mengguyur badannya, masih dengan pakaian lengkap. Posisi Fabian yang membelakangi pintu, tak sadar jika Febi melihat yang dilakukannya. Febi masuk, karena khawatir suaminya kedinginan karena terlalu lama dibawah guyuran air. Apalagi Fabian baru membaik dari sakitnya.
"Om ngapain, ayo keluar!"
Febi membalikan tubuh suaminya dan mencoba menariknya keluar. Fabian yang bertubuh lebih tinggi dan lebih besar bergeming, sehingga bukan Fabian yang tertarik keluar, malah Febi yang menubruk tubuh Fabian.
Badan Febi terkena guyuran air, dress berbahan shiffon yang dikenakannya langsung menempel sempurna di tubuhnya, sehingga memperlihatkan dengan jelas lekuk tubuh Febi.
Melihat hal itu hasrat Fabian yang memang belum hilang, muncul kembali. Apalagi melihat keelokan tubuh istrinya.
Fabian tak bisa menahan lagi, "Maaf.." Kata terakhir yang Fabian ucapkan, lalu terjadilah sore pertama mereka di dalam kamar mandi. Fabian bisa melepaskan dahaga setelah belasan tahun.
¤¤FH¤¤
Fabian membetulkan selimut yang menutupi tubuh polos istrinya. Febi tertidur karena kelelahan dalam dekapannya. Fabian mencium puncak kepala Febi lalu mengucapkan terima kasih.
Entah ucapan terima kasih ke berapa yang Fabian Ucapkan. Fabian sangat bahagia, karena dirinya yang pertama untuk Febi. Bahkan aksi mereka di kamar mandi belum berhasil, sehingga harus dilanjutkan di tempat tidur.
Perlahan Fabian melepaskan dekapannya pada sang istri, dan beranjak ke kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya.
Fabian membuka aplikasi pemesanan makanan online. Tadinya dia ingin mengajak istrinya menikmati kuliner khas Garut, tapi dia dan istrinya kelelahan.
Sambil menunggu pesanan sampai, Fabian mencoba membangunkan istrinya.
"Sayang.. Bangun!" Fabian mengelus pipi istrinya dengan lembut.
Febi menggeliat, menegakan tubuhnya, duduk bersandar pada penyangga tempat tidur.
"Maaf ya sayang, pasti kamu kecapean. Maaf, aku nggak bisa menahan diri."
"Mau maaf yang keberapa kali, Om. Aku beneran udah siap ko." Senyum Febi terbit, agar suaminya tak terus-terusan merasa bersalah.
"Mamah, papah, ibu sama ayah kemana ko di bawah sepi?" Pertanyaan yang baru sempat Febi tanyakan, karena sejak tadi mereka tak henti memadu kasih.
"Semuanya pulang, tadi saat kamu tidur siang. Mereka nggak pamit, nggak mau ganggu putri tidur." Fabian menjawil hidung bangir istrinya.
"Mamah ada beliin aku baju nggak, Om?" Baju yang dipakai Febi dari rumah teronggok basah di kamar mandi.
"Nggak ada tuh." Fabian mencoba menggoda istrinya.
"Yaaah, tadi katanya mau beliin. Masa aku...." Febi membayang kan dirinya tak memakai baju, sampai esok.
"Nggak usah pakai baju, nanti juga di buka lagi." Fabian menaik turunkan alisnya.
"Om apaan iiihhh." Febi menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Saat Fabian akan berbicar lagi, ponselnya berdering, sebaris nomor tanpa id pemanggilnya. Fabian langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Betul dengan saya sendiri..."
"Oh, sebentar saya ke bawah.."
Panggilan pun di akhiri. Febi memicingkan matanya ke arah Fabian.
"Yang anter makanan." Fabian langsung berkata, begitu melihat tatapan istrinya.
Fabian mengambil uang dan segera turun ke bawah. Setelah membayar makanan, Fabian kembali naik ke atas, tak lupa membawa kantong baju untuk istrinya.
Saat Fabian masuk, dirinya tercengang melihat istrinya baru keluar dari kamar mandi, memakai baju kaos miliknya, terlihat kebesaran di tubuh Febi, tapi Justru menonjolkan kesan seksi.
"Aku pinjem baju, Om ya!" Febi cengengesan. Melihat itu membuat Fabian semakin tak fokus.
"Om Pesen apa? Aku lapar banget." Febi menghampiri suaminya yang sejak tadi hanya diam melihat ke arahnya.
"Mie goreng sama martabak telor, semoga kamu suka."
"Ya udah yu makan." Febi berlari mengambil makanan dari tangan suaminya. " Ini kantong apa, ko besar?"
"Baju kamu di beliin mamah dan ibu. Makan di luar aja yuk! biar nyante."
Di depan kamar Fabian, ada ruangan kosong yang hanya di isi sofa bed dengan karpet tebal di bawahnya juga home theater mini di pojok ruangan.
Febi menggelar makanan di atas meja pendek, tak lupa Febi menyiapkan minuman dingin. Mereka memilih duduk selonjoran di atas karpet. Fabian menyalakan musik dari dvd player, agar rumah sedikit ramai.
Fabian hanya makan sesekali, tatapannya fokus melihat Febi yang makan dengan lahap. Tenaga Febi habis terkuras karena Fabian.
Febi yang mengenakan baju Fabian, ketika duduk makin mengeksplore kaki jenjangnya yang putih mulus.
"Om ko makannya sedikit?" Febi menyadari jika makanan di dominasi olehnya.
"Aku laparnya yang lain." Pandangan Fabian mengarah pada bibir Febi yang tak berhenti mengunyah.
"Kenapa tadi nggak dibeli sekalian?"
"Nggak usah dibeli, ada di depan mata."
Fabian langsung mendekatkan dirinya, tak menunggu sampai istrinya menghabiskan makanannya.
"Ooommm..." Teriakan Febi pun tak diacuhkannya.
BERSAMBUNG
penasaran terus
gak enak banget dibaca
semoga bian dan Febi bahagia selalu
kan katanya sejak kecil Fabian kurang kasih sayang mama