NovelToon NovelToon
Dendam Dua Jiwa [Mafia Cantik Di Tubuh Gadis Lugu]

Dendam Dua Jiwa [Mafia Cantik Di Tubuh Gadis Lugu]

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ikri Sa'ati

Dendam dua jiwa.

Jiwa seorang mafia cantik berhati dingin, memiliki kehebatan dan kecerdasan yang tak tertandingi, namun akhirnya hancur dan berakhir dengan mengenaskan karena pengkhianatan kekasih dan sahabatnya.

Jiwa yang satu adalah jiwa seorang gadis lugu yang lemah, yang rapuh, yang berlumur kesedihan dan penderitaan.

Hingga akhirnya juga mati dalam kesedihan dan keputus asaan dan rasa kecewa yang mendalam. Dia mati akibat kelicikan dan penindasan yang dilakukan oleh adik angkatnya.

Hingga akhirnya dua jiwa itu menyatu dalam satu tubuh lemah; jiwa yang penuh amarah dan kecewa, dan jiwa yang penuh kesedihan dan putus asa, sehingga melahirkan dendam membara. Dendam dua jiwa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19. Perbincangan yang Menegangkan

Sementara Annabella, mendengar seruan Rangga barusan, langsung menatap tajam pemuda kulkas itu. Meski heran dengan perbuatan Rangga, tapi Annabella tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Tetap tenang, tapi tetap waspada di tempatnya.

Annabella sebenarnya kesal juga Rangga menahan enam cowok brengsek itu untuk mengeroyoknya. Sehingga dia tidak jadi menghajar mereka semua, demi melampiaskan dendam masa lalunya, di mana mereka semua pernah mem-bully-nya juga.

Dia --jiwa Fiorella-- sudah bisa menilai sampai di mana kemampuan bela diri mereka semua. Dan dengan kehebatan yang dimilikinya saat ini, dia dapat mengalahkan mereka semua tanpa kesulitan sedikitpun dan tanpa butuh waktu lama.

Meskipun mereka main keroyokan.

Itu jika tanpa dibantu oleh Rangga dan Reinald. Jika mereka berdua ikut mengeroyok, Annabella --jiwa Fiorella-- belum bisa memastikan jika dia bakalan menang dengan penyesuaian kehebatannya dengan tubuh Annabella saat ini.

Masalahnya, kehebatan yang dimiliki masing-masing kedua cowok populer itu di atas rata-rata.

Tapi jika Rangga dan Reinald maju berdua melawan dirinya, Annabella masih bisa memprediksi kalau dia bakalan menang dari keduanya, dengan kehebatan yang dimiliki sekarang.

"Ga, kenapa kamu mencegat kami?" kata Adrian, salah satu teman Rangga, bernada protes.

"Dia menghajar teman kami, kenapa kamu melarang kami membalasnya?" Yoga, anggota geng Reinald, ikut protes juga dengan kesal.

"Kalian tetap ingin bertindak kepada Bella dengan mengeroyoknya, begitu?" kata Rangga masih dingin nada suaranya. "Apa kalian nggak merasa aneh dengan keadaannya yang sekarang?"

"Jika kalian mengeroyoknya dan kalian semuanya kalah," lanjutnya seperti mengingatkan, "harga diri kalian akan jatuh di bawah cewek cupu itu."

"Kau bukan ketua kami, Ga," dengus Donnie dengan nada kesal tidak terima. "Jadi nggak usah sok ngatur kami."

"Rei saja cuma diam, kenapa kamu yang sibuk?" tambah Yoga.

"Sebaiknya kalian urus saja si Ronny itu!" kata Rangga menyuruh, bernada dingin dan seolah tidak menggubris ocehan dua anggota geng Reinald. "Kayaknya dia cukup parah akibat menerima hajaran Bella."

Tanpa peduli ucapannya dihiraukan oleh rekan-rekan geng Reinald, dia menyuruh dua anggotanya untuk mengurus Armand yang masih tergeletak di lantai seolah tidak sadarkan diri.

Tendangan Annabella tadi memang cukup keras dan telak mengenai samping kepalanya. Tentu saja kepala Armand masih terasa sakit dan masih puyeng, sehingga belum bisa bangkit.

Sedangkan Ronny, seperti perkiraan Rangga, cowok itu keadaannya cukup mengenaskan. Entah dia oingsan atau tidak, tapi tubuhnya belum bergerak. Mulutnya tampak mengeluarkan darah. Dan tentu dadanya terasa sakit dan sesak akibat tendangan maut dari Annabella tadi.

Mendengar suruhan Rangga itu, Reinald seketika tersadar sekan baru bangun dari mimpi buruk. Begitu juga ketiga anggotanya, seketika tersadar akan nasib Ronny.

Lalu Reinald menyuruh ketiga anggotanya untuk mengurus Ronny, sekaligus menyuruh tinggalkan kantin. Begitu juga dengan Rangga, setelah menyuruh mengurus Armand, lalu menyuruh tinggalkan kantin.

Tampak masing-masing rekan Rangga maupun Reinald seperti tidak puas dengan perintah ketua masing-masing karena mereka masih penasaran dengan Annabella, tapi karena itu perintah ketua mereka harus melaksanakan.

Sementara Annabella tetap diam dan tenang-tenang saja melihat aktifitas yang berlangsung di depan matanya, tanpa bermaksud mencegah atau memprovokasi anggota kedua geng.

Di sini masih area kantin. Sedapat mungkin, jika tidak dipancing, dia tidak ikut andil membuat keributan.

Tak lama kemudian, setelah semua anggota kedua geng populer itu tidak ada di dalam kantin, masih menyisakan ketua masing-masing, Annabella melangkah menuju kursinya, lalu duduk dengan tenang seakan tidak merasa telah terjadi sesuatu.

Diletakkan gelas yang tadi dipakai untuk menghajar mulut Ronny di atas meja, lalu memandang ke depan dengan tatapan kalem dan tenang sambil kedua tangan dilipat di depan dadanya yang sudah membusung menantang.

Di depannya kini, di seberang meja sudah duduk Rangga dan Reinald yang siap membahas masalah yang membuat mereka penasaran sejak malam balapan itu.

Beberapa saat lamanya kebisuan membekukan pembicaraan, keheningan membungkus suasana. Sedangkan kedua cowok populer itu masih saja menatap Annabella dengan lekat.

Wajah angkuh Reinald mengekspresikan kemarahan dan kekesalan, sepasang matanya menatap tajam pada Annabella.

Sedangkan wajah Rangga begitu datar tanpa ekspresi, sepasang matanya begitu dingin seakan hendak membekukan wujud Annabella.

Namun siapa yang bakal menyangka jika Annabella telah mengetahui kalau dibalik sorot mata kedua cowok itu yang begitu rupa terpancar rasa kagum dan terpesona kepadanya.

Tanpa kedua cowok populer itu menyadari.

Namun Annabella hanya terkekeh saja dalam hati. Jangan harap dia --jiwa Annabella maupun jiwa Fiorella-- bakalan suka pada salah satu dari kedua cowok brengsek itu.

"Coba kamu jujur saja, Bella, motor sport di pojok parkiran motor itu adalah motormu 'kan?" tanya Reinald bernada datar, penuh penekanan, sekaligus membuyarkan kebisuan dan memecahkan keheningan.

"Berapa kali aku harus bilang jika itu bukan motorku," sahut Annabella tetap tenang, tanpa terpengaruh apalagi takut dengan tatapan tajam dari Reinald.

"Kenapa sekarang kau begitu keras kepala, Bella?" bentak Reinald sudah mulai tersulut emosi. "Apa kau pikir dengan kehebatan secuilmu itu, kau sudah berani mempermainkan aku hah?"

Annabella hanya diam saja menangapi kemarahan mengerikan Reinald. Raut wajahnya tetap manis dan kalem, sikapnya tetap tenang.

Beda halnya dengan orang-orang yang ada di situ, makin merasakan ketegangan akan amarah yang ditunjukkan oleh Reinald. Makin gemes melihat sikap yang ditunjukkan Annabella.

"Sepertinya pertanyaanmu harus diubah, Rei," kata Rangga tak lepas menatap Annabella dengan wajah dan tatapan dinginnya.

Reinald langsung menoleh ke arah Rangga dengan ekspresi ingin kejelasan dari ucapannya barusan. Tapi Rangga, seolah tidak menggubris tatapan Reinald, dia kembali berkata, kepada Annabella bernada tanya.

"Apa motor sport biru itu kamu yang bawa ke sekolah ini?"

"Iya, aku yang bawa ke sini," sahut Annabella enteng, santai dan tenang.

"Dasar cewek cupu brengsek!" dengus Reinald tak bisa lagi menahan amarah. "Kau sudah berani mempermainkan aku, maka kau akan terima akibatnya!"

Dia segera berdiri hendak menampar atau memukul Annabella. Tapi sebelum dia melangkah Rangga sudah menangkap tangannya menahannya.

"Kenapa kau menahan aku, Ga?" Reinald menatap nyalang pada Rangga yang menahan niatnya.

"Nggak bisakah kamu bersikap tenang dan memakai otakmu dalam mencerna ucapannya?" Rangga balas menatap Reinald dengan dingin.

"Apa maksud ucapanmu?" tanya Reinald tidak mau pusing berpikir.

"Kamu duduk tenang saja di kursimu! Biar aku yang bicara padanya!" suruh Rangga seraya kembali menatap Annabella.

Meski dengan perasaan yang gusar, Reinald menuruti permintaan Rangga, dia duduk kembali di kursinya. Setelah itu dia kembali menatap tajam pada Annabella.

"Kamu bilang kamu yang bawa motor sport biru itu," kata Rangga selanjutnya tetap bernada datar. "Berarti motor sport itu adalah motormu 'kan?"

"Nggak setiap yang kamu bawa menunjukkan itu adalah milikmu bukan?" kata Annabella memberikan jawaban bijak.

"Maksudmu motor itu adalah motor pinjaman, begitu?" kata Rangga menebak.

"Katakan saja begitu," sahut Annabella seakan tak memberi jawaban pasti.

"Persetan motor itu motor siapa," dengus Reinald dengan berang. "Tapi kamu dan motor itu sudah mengacaukan balapan aku dengan Rangga."

"Aku mengacaukan bagaimana balapan kalian?" tanggap Annabella seolah tidak paham, masih dengan kalem dan tenang.

"Kamu tiba-tiba masuk ke dalam arena balapan kami, brengsek!" bentak Reinald. "Bukankah itu namanya kamu telah mengacaukan balapan kami?"

"Apa maksudmu berbuat begitu, Bella?" lanjutnya makin berang. "Mau nunjukin kalau kamu juga bisa balap, gitu?"

"Huh! Kalian itu terlalu membesar-besarkan masalah yang sepele," tanggap Annabella bernada sinis, "tapi melupakan masalah yang lebih besar."

"Apa maksudmu?" tanya Rangga cepat.

"Asal kalian tahu, malam itu kalian hampir saja menyerempet motor yang aku kendarai itu," sahut Annabella tetap kalem, santai, tenang. "Jika sampai hal itu terjadi, bagaimana pertanggung jawaban kalian terhadap nyawaku waktu itu?"

★☆★☆

Rangga maupun Reinald langsung terdiam mendengar penuturan Annabella barusan. Ingatan mereka segera kembali pada kejadian malam itu. Dan mereka langsung mengingat kalau malam itu mereka nyaris menyerempet seorang pengendara motor sport lainnya.

Dan pengendara motor sport itu ternyata....

"Berarti pengendara motor sport yang hampir aku serempet malam itu ternyata kamu?" kata Rangga masih dengan mode dingin-datarnya.

"Iya, pengendara itu adalah aku," sahut Annabella tetap kalem tapi tegas. "Dan perbuatan songong kalian itu tentu saja membuat aku kesal."

"Tentu kalian masih ingat ritme balapan aku dengan masing-masing kalian pada malam itu bukan?" lanjutnya bertutur. "Asal kalian tahu, aku bisa saja membuat kalian berdua celaka pada malam itu, untuk mengobati kekesalan hatiku."

"Dan itu amat mudah bagiku," Annabella lebih menekankan ucapannya pada kalimat ini.

"Untung saja aku masih bisa bersabar atas perbuatan kurang ajar kalian terhadap aku pada malam itu," lanjutnya masih tetap tenang.

Rangga maupun Reinald hanya terdiam mendengar ucapan Annabella, seakan terhipnotis dengan setiap ucapan gadis manis itu.

"Tapi... untuk mengobati sedikit rasa sakit hatiku pada kalian," kata Annabella selanjutnya, "aku berniat mempecundangi kalian di depan penggemar kalian sendiri....."

"Dan aku sukses membuat kalian sebagai pecundang bukan...? Seorang Annabella yang dikenal sebagai cewek cupu telah mengalahkan dua cowok populer di PAS 1 dalam adu balap motor...."

"Bukankah hal itu menarik...?"

Sepasang mata Rangga semakin tajam menatap Annabella, wajahnya semakin dingin seolah hendak membekukan seisi kantin.

Sepasang mata Reinald seketika melotot nyalang seakan hendak menelan wujud Annabella. Wajah angkuhnya semakin keras, semakin kaku, semakin geram.

Amarah yang bergejolak di dalam kesombongan kedua cowok populer itu sudah naik hingga ke ujung kepala, siap meledak keluar, memuntahkan lahar kemarahan.

Tidak mereka sangka gadis yang dulu terkenal cupu itu telah sukses mempecundangi mereka di malam balapan itu. Serasa harga diri mereka sudah dilindas oleh cewek itu.

Sedangkan semua orang yang masih ada di kantin semakin merasakan ketegangan yang sangat akan suasana seperti ini. Atmosfer di dalam kantin makin meningkat. Rasa gemar terhadap Annabella makin menggila dalam pikiran mereka.

Sementara Annabella tetap menampakkan wajah manis, tetap kalem, santai, dan tenang.

"Sepertinya kamu sudah punya nyali untuk memancing kemarahanku, Bella," kata Rangga begitu dingin dalam sikap tenangnya.

"Hahaha! Kau benar-benar mencari penyakit dengan memancing kemarahanku, brengsek!" geram Reinald sambil tertawa penuh amarah.

"Hh! Kenapa kalian harus marah padaku?" tanggap Annabella mendengus sinis. "Bukankah itu ulah kalian sendiri?"

"Yang seharusnya marah itu adalah aku," lanjutnya, "karena kalian hampir membuat aku celaka."

"Tapi aku sedikit terhibur dengan sukses membuat kalian sebagai pecundang," semakin enteng sikap Annabella, amarah Rangga maupun Reinald semakin mendidih.

"Aku harap kalian bisa sadar diri dan nggak usah sok-sokan memperpanjang masalah," kata Annabella lagi seakan memberi nasehat, "agar rasa kesalku kepada kalian nggak terus berlanjut."

"Keparat brengsek!" Reinald sudah meledak amarahnya.

★☆★☆★

1
Aretha Shanum
kenapa harus bertahan disitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!