Elara Calista seorang wanita cantik yang menjadi istri kedua dari Erlangga Lysander pria tampan yang begitu dicintainya. Sayang saja hubungan mereka tidak pernah mendapatkan restu. Membuat rumah tangga mereka sering di landa masalah. Yang dibuat oleh istri pertama Erlangga serta ibu mertuanya yang begitu tidak menyukainya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan pernikahan nya. Hingga akhirnya pernikahan Elara dan Erlangga benar benar berada di ujung tanduk.
Apakah Elara harus bertahan atau memilih untuk menyerah?. Dan apakah Erlangga akan membiarkan Elara pergi dari kehidupannya?.
(Jangan lupa yaww bantu folow akun Ig @sya_gelow )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syana Elvania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
positif
"Tidak mungkin!." Erlangga mengambil surat itu dari tangan sang istri membacanya kembali dengan teliti memastikan jika apa yang di dengar nya tadi salah. Namun, kenyataan nya di surat itu tertulis 99,9% kecocokan.
Atensinya menatap sang istri dengan panik. Melihat istrinya yang sudah terisak. " Sayang... Ini pasti salah!. Dia bukan anak ku sayang." Panik Erlangga mencoba menjelaskan. Ingin meraih sang istri yang malah menjauh.
"Hikss... Mas plis stop. Udah!. Aku capek di bohongi terus... Kenapa kamu ngga jujur aja sih." Ujar Elara frustasi.
"Tapi aku tidak berbohong!. Dia bukan anak ku.." Nada suara Erlangga mulai meninggi, lantaran tidak percaya dengan hasil tesnya. Mencoba menyakinkan istri bahwa dia tidak berbohong. "Ini pasti di sabotase sayang."
"Mas... Mana mungkin ada yang bisa sabotase jelas jelas itu hasilnya mas!." Frustasi Elara. Menghindari suaminya yang ingin meraihnya.
"Sayang, tolong percaya pada ku. Ini pasti sabotase..." Pinta Erlangga wajahnya sudah pucat pasi. Tergambar jelas ketakutan dan kekhawatiran nya pada istrinya.
"Tolong keluar mas... Aku mau sendiri." Mohon Elara. Mencoba menghapus sisa air matanya yang tidak kunjung mau berhenti.
"Sayang. Ku mohon dengarkan aku terlebih dahulu. Aku akan menyelidiki nya sayang..."
"Tolong. Udah. Aku capek. Hikss... Tolong talak aku sekarang." Pinta Elara menatap kecewa suaminya dengan wajah yang sudah memerah dan basah akan air matanya.
Pria itu menggelengkan kepalanya, menolak permintaan itu. Sampai kapanpun dirinya tidak akan pernah menceraikan sang istri. "Tidak. Aku tidak akan melakukan nya. Tolong beri aku kesempatan lagi. Akan ku buktikan jika ini hasil sabotase!." Pinta Erlangga meremas kertas hasil tes DNA dengan marah akan siapapun yang berani bermain kotor dengan nya.
"Enggak ada kesempatan lagi, aku capek. Kalau kamu ngga mau menalak ku. Maka aku akan tetap menganggap kita sudah tidak ada hubungan apapun lagi." Kali ini Elara benar benar bersungguh-sungguh. Tekadnya sudah bulat tidak ada keraguan lagi.
"Tapi aku tidak berbohong!. Janin itu bukan anak ku!. Aku akan buktikannya sekarang!." Tekad Erlangga tanpa sadar suaranya semakin meninggi. Dengan kasar pria itu mengambil ponselnya di saku jasnya. Sedikit menjauh.
"Stevan cari tahu siapa yang sudah menyabotase surat hasil tes DNA ku. Seret dia dan bawa kemari!. Aku ingin hari ini juga!." Perintah Erlangga dengan nada keras tanpa penolakan.
Elara hanya mampu menunduk. Mendengar suaminya yang tengah berbicara dengan nada kasar. Mulutnya tertutup rapat. Namun Air matanya terus luruh.
Pria itu menutup sambungan telfon dengan kasar. Atensinya menatap sang istri dengan khawatir. Dia berjalan mendekat berlutut di samping ranjang sang istri. Menggenggam erat jemari nya. "Sayang..." Suaranya melemah memanggil sang istri yang tidak bergeming.
"Tolong jangan menangis." Tangan kekarnya nya terulur menghapus air mata yang terus membasahi pipi istrinya. "Ini tidak benar sayang... Mereka sudah menyabotasenya. Anak buahku sedang menyelidiki nya. Jadi tolong jangan seperti ini..."
"Ak-aku mau sendiri." Cicitnya dengan suara tercekat.
"Tidak. Aku tidak ingin meninggalkan mu sendiri. Sebelum kamu tahu kebenarannya." Tolak pria itu keras kepala. Tidak akan pernah membiarkan sang istri sendirian dengan pikiran negatif yang mulai menghasut nya.
Elara diam membisu. Sudah tidak ada tenaga lagi untuk beradu argumen dengan suaminya. Ia menarik tangannya dari genggaman suaminya. Mencoba menjaga jarak.
Pria itu menghela nafas berat menatap istrinya. Memilih untuk mengalah saja. "Baiklah aku akan membiarkan mu sendiri tapi aku tidak akan pergi dari kamar ini."
Erlangga berdiri. Memilih duduk disofa untuk memberikan ruang bagi sang istri. Sembari tetap mengawasinya. Menatap wanitanya yang kembali berbaring membelakangi nya.
Erlangga bisa melihat. Bahu istrinya sedikit gemetar. Dengan isakan samar samar. Rasa khawatir. Dan takut, sang istri kenapa napa. Coba ditahannya agar tidak mendekat untuk tetap memberikan ruang pada istrinya.
Jemarinya meremas kuat lengan sofa. Wajah nya mengeras. Akan amarah yang coba ditahannya. 'Siapa pun itu tidak akan ku lepaskan. Setiap tetes air mata mu akan menjadi penderitaan untuk mereka yang berani menghancurkan rumah tangga kita.' bisiknya di dalam hati. Tidak akan melepaskan mereka. Siapapun itu.
Cukup lama Erlangga diam. Atensinya tidak pernah teralihkan dari sang istri. Yang mulai tenang. Isakan samar nya tidak dia dengar lagi. Membuatnya memberanikan diri untuk mendekat mengecek keadaan istri nya.
Erlangga duduk di tepi ranjang sedikit membungkuk menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah sembab istrinya yang masih memerah.
Dia menarik nafas panjang. Mengecup pipi sang istri cukup lama. "Maaf." Hanya itu yang mampu di ucapkan Erlangga. Kembali menarik diri. Dengan hati hati Erlangga membenarkan tidur sang istri. Menarik selimut sampai sebatas dada.
Erlangga menekan salah satu tombol interkom diruangan sang istri untuk memanggil dokter agar bisa mengecek kondisi istrinya, serta luka jahitan nya. Tidak berselang lama dokter wanita datang bersama satu orang perawat. Mereka Menunduk memberikan hormat.
"Periksa istri ku. Jangan sampai dia bangun." Titahnya Dingin. Bangun berdiri memberikan ruang untuk dokter memeriksa istri nya.
Dengan penuh kehati-hatian dokter mulai memeriksa kesehatan Elara memastikan jika tidak ada masalah termasuk luka jahitannya. Setiap kali Elara bergerak kecil dalam tidur nya. Mereka akan berhenti dengan tubuh menegang berharap wanita itu tidak terbangun atau mereka yang akan mendapatkan masalah.
"Tuan, kondisi vital dan luka Nyonya baik baik saja. Tidak ada masalah." Ujar dokter mencoba tetap tenang. Walaupun atmosfer diruangan ini terasa begitu berat.
Pria itu mengangguk, mengibaskan jarinya mengisyaratkan mereka untuk pergi. Setelah mereka pergi. Erlangga kembali mendekat. Menatap sang istri dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
Tiba tiba pintu kamar istrinya diketuk pelan. Membuatnya menoleh dan beranjak membuka pintu. Teryata anak buahnya.
"Tuan ini... Pesanan anda." Ujar anak buah Erlangga memberikan bungkus bubur ayam yang di pesan tadi. Sebenarnya dia sudah sampai beberapa menit sebelumnya. Namun tak berani masuk ketika mendengar pertengkaran dari dalam dan memilih menunggu diluar saja.
Pria itu mengambil kantong plastik itu. Tanpa banyak bicara kembali masuk kedalam kamar. Dia menatap istrinya sejenak. Teringat jika wanitanya belum makan.
Ingin membangunkan. Tapi tak tega. Erlangga menghela nafas panjang. Memilih membuang nya ketempat sampah. Ketika istrinya nanti bangun dia akan membelikannya lagi.
Erlangga duduk di tepi ranjang. Jemarinya mengusap lembut punggung tangan sang istri. Membungkuk kan tubuhnya untuk mencium wajah istrinya dengan penuh penyesalan. Sementara satu tangan nya lagi mengusap lembut kepala sang istri.