Di sebuah pulau kecil di Jeju, Lee Seo Han menjalani kehidupannya yang sunyi. Ditinggal kedua orang tuanya sejak remaja, ia terbiasa bergulat dengan kesendirian dan kerasnya kehidupan. Bekerja serabutan sejak SMA, ia berjuang menyelesaikan pendidikannya sendirian, dengan hanya ditemani Jae Hyun, sahabatnya yang cerewet namun setia.
Namun musim panas itu membawa kejutan: Kim Sae Ryeon, cahaya yang menyinari kegelapan hidupnya. Perlahan tapi pasti, Seo Han membuka hatinya untuk merasakan kebahagiaan yang selama ini ia hindari. Bersama Sae Ryeon, ia belajar bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan, tapi juga tentang mencintai dan dicintai.
Tapi takdir berkata lain. Di puncak kebahagiaannya, Seo Han didiagnosis mengidap ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit langka yang secara perlahan akan melumpuhkan tubuhnya. Di hadapan masa depan yang tak menentu dan ketakutan menjadi beban, Seo Han membuat keputusan paling menyakitkan: mengorbankan cintanya untuk melindungi orang tersayang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahmad faujan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENCARI SOSOK PAHLAWAN
Seo Han memiringkan kepala. Ia tidak punya interaksi dengan tetangga, kecuali sesekali sapaan singkat. Bagaimana tetangga bisa tahu rumahnya tidak dikunci? Siapa yang berani masuk dan melihatnya pingsan? Ia merasakan bulu kuduknya berdiri, meski tubuhnya masih terasa panas. Paru-parunya dipenuhi aroma antiseptik yang tajam dan dingin, khas rumah sakit. Rasa haus yang menusuk dan pahit di mulutnya adalah pengingat konstan bahwa ia sakit.
Ia menekan tombol panggil perawat. Perawat yang tadi sempat masuk kembali dengan cepat.
"Ya, Tuan Han? Ada yang bisa saya bantu?"
"Suster, bisakah Anda memberi tahu saya nama orang yang membawa saya ke sini? Tetangga yang menolong saya," tanya Seo Han, tatapannya penuh harap dan sedikit cemas. Suaranya masih parau, bergesekan dengan tenggorokan yang kering.
Perawat itu terdiam sebentar, memproses permintaan yang tidak biasa itu. "Maaf, Tuan. Biasanya kami tidak memberikan informasi pribadi pasien, tapi dalam kasus ini..."
Perawat itu menunduk ke papan klipnya sejenak. "Mereka tidak meninggalkan nama secara spesifik, hanya mencatat bahwa ambulans dipanggil dari alamat Anda oleh seorang 'Pria Dewasa' yang mengaku tetangga." Perawat itu mengangkat bahu meminta maaf. "Saya rasa dia hanya ingin memastikan Anda aman dan memilih untuk tidak dikenal."
Jawaban itu tidak melegakan Seo Han, justru semakin membuat kepalanya pusing. Pria Dewasa? Apakah itu ayahnya? Jantungnya berdebar kencang, memompa darah yang terasa panas. Ia merasakan denyutan pelan cairan infus yang merambat dingin di pergelangan tangannya. Ia menatap langit-langit, berharap tebakan ini hanyalah delusi akibat demam.
Seo Han menutup mata, berharap tebakan itu salah. Ia harus memulihkan diri secepatnya. Ia harus segera pergi dari tempat ini dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi—siapa 'Pria Dewasa' itu, dan apakah trauma lama itu kembali menghantuinya.
Namun, keheningan rumah sakit yang mencekam dan penuh spekulasi itu mendadak hilang.
Brak!
Pintu geser ruangan terbuka dengan cepat dan suara berisik, memperlihatkan Seo Ryeon dan Jae Hyun yang datang dengan wajah panik dan napas terengah-engah. Mereka terlihat seperti baru saja berlari kencang. Jae Hyun membawa kantong plastik besar berisi makanan dan buah. Aroma manis apel dan jeruk dari kantong itu langsung menepis bau antiseptik sejenak. Jae Hyun terengah-engah, tangannya memegangi lutut, sementara Seo Ryeon langsung berdiri tegak, matanya menyala.
Seo Ryeon, yang selalu tenang, kini terlihat paling marah. Matanya langsung menatap tajam ke lengan Seo Han yang terpasang infus.
"Hei, Seo Han! Apa yang terjadi?" seru Seo Ryeon, suaranya tertahan antara amarah dan kekhawatiran, tidak peduli dengan suasana rumah sakit.
"Eh, kalian..." Seo Han langsung terduduk kaku di ranjang, rasa panik menjalar lebih cepat daripada cairan infus di pembuluh darahnya. Wajahnya yang pucat terasa semakin panas menahan malu. Ia tidak menyangka mereka akan datang secepat ini—dan bagaimana mereka bisa tahu?
"Jawab! Kamu kenapa dan kenapa kamu bohong?" tanya Jae Hyun, meletakkan kantong belanjaannya dengan kasar di nakas. Wajahnya yang biasa santai kini dihiasi ekspresi campuran kekhawatiran yang mendalam dan rasa dikhianati. "Urusan mendadak di Seoul? Ini urusan mendadakmu? Kami tahu kau di sini, di Jeju! Ibu yang menyuruh kami mencarimu setelah kamu tidak datang kerja."
Seo Han menelan ludah. Wajahnya memerah karena malu dan terjebak. Ia tahu kebohongannya tidak akan bertahan lama.
"Aku... aku hanya..."
"Jangan bilang 'hanya'," potong Seo Ryeon dingin. Dia mendekat, mencondongkan tubuhnya ke ranjang Seo Han. "Jae Hyun sudah mencurigai kebohonganmu, dan ketika aku menceritakan tentang suara serakmu kemarin, kami tahu ada yang tidak beres. Lalu, Ibu Jae Hyun bilang ada rumor Ayahmu di kota. Semuanya terhubung, Seo Han. Kami tahu kamu sedang menghadapi sesuatu yang besar. Apa yang Ayahmu lakukan padamu?"
Pertanyaan itu terasa seperti jarum menusuk tepat ke inti masalahnya. Seo Han mengalihkan pandangan, menatap ke arah jendela yang menampilkan pemandangan luar yang cerah, kontras dengan kegelapan hatinya saat ini.
"Dia tidak melakukan apa-apa," jawab Seo Han dengan suara rendah dan defensif, memaksakan diri untuk terlihat kuat. "Aku cuma demam tinggi dan pingsan. Aku tidak mau membuat kalian khawatir."
Jae Hyun menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang, melunakkan suaranya. "Kami ini temanmu, Han. Kami lebih khawatir kalau kamu membohongi kami dan menghadapi semua ini sendirian. Siapa yang membawamu ke sini? Kami pergi ke rumahmu, pintunya memang terbuka, tapi tidak ada siapa-siapa." Jae Hyun menyentuh lengan Seo Han dengan lembut, dan sentuhan itu membuat Seo Han hampir menangis.
Seo Han menatap kedua temannya, melihat ketulusan di mata mereka. Ia merasa bersalah. "Seorang tetangga. Seorang pria dewasa. Dia yang menolongku," kata Seo Han, mengulang keterangan Perawat, berharap kata-kata itu akan menjadi kenyataan.
Seo Ryeon menyipitkan mata. "Pria dewasa? Dan kebetulan Ayahmu berada di kota? Ini terlalu kebetulan."
Jae Hyun tiba-tiba teringat sesuatu. "Tunggu. Ibu bilang, Ayahmu sempat membeli banyak bahan makanan dan mengisi kulkasmu sebelum dia pergi... Ayahmu benar-benar di sini, Han."
Wajah Seo Han pucat pasi. Informasi dari Jae Hyun itu menjadi potongan puzzle terakhir yang menyakitkan. Lee Young Jun. Pria dewasa yang misterius itu. Trauma lama yang ia kira terkunci kini telah membuka pintu dan menolongnya, menjebaknya dalam perasaan berutang budi yang paling ia benci. Dahinya berkerut menahan sakit kepala dan penyesalan.
"Aku ingin kalian tinggalkan aku sendiri," ujar Seo Han, hampir berbisik. Ia menarik selimut hingga menutupi dagunya, berusaha keras menyembunyikan wajahnya. Ia merasakan mata pedihnya panas, memohon agar air mata yang tertahan tidak jatuh di depan mereka. "Aku butuh tidur. Aku benar-benar lelah. Tolonglah, aku mohon."