Bukan menantu pilihan, bukan pula istri kesayangan. Tapi apa adil untuk ku yang dinikahi bukan untuk di cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
"Uluh uluh uluh pada gak tau malu kalian! Cus lah lanjutkan!” kekeh Nisa sebelum berlari masuk ke dalam rumah.
Wati menyapu bibirnya yang basah dengan punggung tangannya. Ia benar benar dibuat jengkel dengan tingkat kemesuman Alex, pria yang lebih tua 10 tahun darinya itu.
“Bapa sengaja mencium ku di depan Nisa? Biar apa pak?” sentak Wati dengan penuh amarah.
Alex mengerdik kan dagunya, mengelus puncak kepala wati penuh kasih sayang. Gak ada kaku dalam rumusnya semenjak berhasil memiliki wanita itu.
“Siapa suruh kamu banyak bicara, membuat ku gemas ingin membungkam bibir mu!”
Wati mengerucutkan bibirnya kesal, masih gak terima dengan alasan Alex.
“Tapi tidak di depan sahabat ku juga! Nisa itu sahabat ku, pak! Sahabat terbaik ku malah!”
“Masuk lah, teman mu pasti sudah menunggu mu di dalam!” Alex mencengkram lembut kedua lengan Wati “Tubuh mu butuh istirahat, setelah perjalanan panjang mu bolak balik rumah sakit, belum lagi lelah mu yang belum terganti usai ku gempur habis habisan kan!” goda Alex tanpa saringan.
Wati melotot galak namun tidak dengan semburat di pipinya, ia tengah malu dengan perkataan Alex.
“Stop! Gak usah dibahas lagi! Aku masuk!” Wati berbalik badan meninggalkan Alex, berlalu dari pria dewasa itu.
“Istirahat lah yang cukup!” teriak Alex dengan suara dinginnya, sama sekali belum beranjak dari tempatnya berpijak.
Wati menoleh ke belakang untuk sesaat, ‘Pak Alex masih di sana? Apa dia menunggu ku sampai masuk ke dalam rumah? Hal kecil yang gak pernah di lakukan mas Hasan sekali pun!’
‘Wati tersenyum pada ku? Aku gak salah lihat itu?’ pikir Alex dengan hati berbunga senang.
“Hati hati di jalan, pak!” seru Wati sebelum menutup pintu rumah dengan kencang.
Brugh.
Tak tak tak.
Di balik pintu, Wati menghentak hentakkan kedua kakinya dengan pipi merona bak kepiting rebus.
“Astaga astaga apa yang baru saja aku lakukan? Apa aku harus katakan hati hati pada pak Alex?” gumam Wati.
Wati mencubit bibir bawahnya dengan perasaan gak menentu, “Astaga Wati! Jangan bilang aku mulai termakan dengan kata kata manis mantan bos ku itu?
Aakkhhh jangan! Nanti apa yang akan dipikirkan pak Alex pada ku? Dia bilang akan membahagiakan ku, gak akan memberi ku sakit yang saat ini aku rasakan. Apa iya?” beo Wati pada dirinya sendiri.
“Ah kamu Wati! Sah kan dulu status janda mu, baru pikirin tuh hubungan mu dengan mantan bos mu!” celetuk Nisa.
Wati berjingkat kaget, melihat Nisa yang ternyata berdiri di belakangnya sejak ia menutup pintu.
“Astaga Nisa! Kamu mengejutkan ku! Sejak kapan kamu berdiri di situ?” tanya wati, bersikap biasa.
“Sejak tadi lah.” Nisa mengayunkan langkahnya dengan di ikuti Wati.
“Jadi kamu mendengar semua yang aku katakan, Nis?” Wati menyeret serta koper miliknya.
“Iya dengar lah, Wati! Indra pendengaran ku ini masih bekerja dengan baik. Gak ada yang aku gak dengar dari setiap kata yang keluar dari bibir mu itu!”
“Menurut mu, apa pak Alex bisa aku percaya, Nis? Dia bilang sudah menunggu ku dari sebelum aku menikah dengan mas Hasan.”
Nisa mendudukkan dirinya di sofa panjang, di ikuti Wati yang duduk di sofa tunggal.
“Ceritakan dulu pada ku dari awal. Biar aku bisa menyimpulkan nya! Gak boleh ada yang terlewat!” tegas Nisa.
Wati menelan salivanya sulit, “Apa harus dari awal bangat ya?”
“Iya harus lah! Aku gak mau salah dalam menilai pria. Apa lagi pria itu seperti bisa jadi tambang emas untuk mu, Wati!” kekeh Nisa dengan mengacungkan tangan kanannya ke atas, memperlihatkan jari telunjuk dan jari tengahnya.
Pluk.
“Jangan kamu samakan aku dengan Ida! Aku bukan wanita matre, Nis!” protes Wati dengan melempar Nisa dengan bantal sofa yang ada di sampingnya.
Nisa tergelak, memangku bantal sofa yang di lempar Wati ke arahnya.
“Ahahahhaha matre juga gak apa lah, Wati! Toh jika pak Alex itu bisa memberi mu segalanya. Mau aja lah! Asal pak Alex belum beristri ya! Aku dukung kamu bersamanya!”
Wati menjentikkan jemarinya dengan antusias, sedikit setuju dengan pernyataan sahabatnya itu.
“Yang aku dengar dari pekerja di mansionnya, pak Alex belum menikah. Yang tadi aku bilang itu loh Nis! Pak Alex bilang menunggu ku.”
Nisa menggemukkan kepalanya mengerti.
“Hebat juga ya, pria mapan plus tampan seperti pak Alex bisa menunggu janda mu Wati… kesannya tuh kaya pak Alex udah tau, kalo kamu bakal jadi janda.” beo Nisa dengan tertawa ngakak.
“Sialaaan kamu, Nis! Sahabat gak ada akhlak.” Wati mendengus kesal.
Pluk.
Bersambung…