"semua orang memiliki hak untuk memiliki cita-cita,semua orang berhak memiliki mimpi, dan semua orang berhak untuk berusaha menggapainnya."
Arina, memiliki cita-cita dan mimpi tapi tidak untuk usaha menggapainya.
Tidak ada dukungan,tidak ada kepedulian,terlebih tidak ada kepercayaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Kabel USB baru
"Arina tunggu!" Evan tergopoh-gopoh mengejar.
Tapi Arina sudah lebih dulu melangkah cepat, membiarkan suara Evan tertinggal di udara bersama perasaan yang berat di dada keduanya.
Sambil terus berjalan...Arina menghela napas, menunduk.
"Kenapa orang selalu mudah menyepelekan hal yang berat buatku? Seolah semua perjuangan ini cuma candaan kecil di sela hidup mereka yang serba mudah." riuh di hatinya.
Evan masih mencoba mengejar,ia sadar... kata-kata nya tadi melukai harga diri Arina.Namun lebih dari itu,Evan menyimpan penasaran dengan maksud kalimat Mamanya yang memperingatkan Arina untuk tidak berharap lebih dari pertemanan dengannya.
Suara riuh teman-teman di kelas terdengar samar di telinga Arina.Ia langsung duduk di bangkunya, menatap papan tulis kosong di depan, tapi pandangannya tembus jauh ke tempat lain.Di keluarkannya buku secara acak dan kotak berisi alat tulis. Gerakannya cepat mengambil sebuah pensil.
Pensil di tangannya ia putar-putar tanpa arah di atas buku catatan yang masih bersih.
Evan masuk kelas beberapa menit kemudian. Suara langkahnya saja sudah cukup membuat dada Arina terasa kaku.Ia menunduk cepat, pura-pura sibuk menulis sesuatu, menghasilkan coretan-coretan tak beraturan.
Punggung tangannya menegang di atas meja.
Rasa sakit di dadanya seperti menolak reda, seperti luka kecil yang terus diusik.
Evan berdiri di depan bangkunya.Melirik pelan, ingin menyapa, tapi Arina tak memberi ruang.Tatapannya hanya lurus ke kertas yang hampir penuh dengan coretan.
Setelah agak lama,Evan memberanikan diri bersuara.
"Arina...aku salah,aku minta maaf" suaranya bergetar ada sedikit keraguan.
"Kamu salah apa?" Arina malah bertanya,membuat Evan salah tingkah,tak menduga akan mendapat pertanyaan itu.
"Aku salah ngomong soal kesulitanmu membeli kabel USB baru,untuk mengganti punyamu yang sudah rusak" Sambil mengusap tengkuknya pelan
"Kamu ngerasa salah,atau hanya kasihan padaku? Aku nggak butuh kasihanmu...aku bisa atasi sendiri kesulitanku.Aku nggak suka tatapan kasihanmu itu" suara Arina serak,pelan namun tajam.Tatapannya hanya sebentar pada Evan,lalu kembali menekuni halaman buku tadi.
Evan menelan ludah,masih menatap Arina dengan rasa bersalah.
"Aku tahu kamu mengalami banyak hal,dan kesulitan.Jadi..aku ingin memberitahumu ada aku yang bisa kamu mintai tolong"
"Kamu siapa? siapa yang menyuruhmu menilai hidupku? Kenapa kamu begitu ingin ikut campur urusanku?"
Suaranya yang tadi serak,kini sedikit meninggi di bagian akhir.
Membuat Evan memundurkan badannya sedikit.Mendapat pertanyaan yang seperti itu dari Arina membuat wajahnya pias sesaat.
Evan terdiam,menunduk lama...
"Arina mungkin butuh ruang,untuk dirinya sendiri.Sebaiknya aku tidak menggangu nya dulu" bisik di hatinya menuntun tubuhnya bangkit melangkah ke bangkunya yang tak jauh dari Arina.
Arkan di ujung ruangan menyaksikan semua itu,ia tidak bermaksud menguping.Tapi karna suasana kelas yang tidak terlalu ramai membuat suara Arina dan Evan terdengar jelas.
"Jadi,dia butuh kabel USB baru" nampak senyum samar di ujung bibirnya,seperti orang yang baru saja menemukan ide baru.
***
Jam pulang sekolah...
"Naiklah Rin" kali ini wajah Arkan sambil tersenyum,tapi bagi Arina justru malah aneh."Tidak biasanya orang ini begini"bisik hatinya.
Arina naik ke mobil yang pintunya sudah Arkan buka,karna tadi pagi Arkan naik di sebelahnya,Arina langsung bergeser ke ujung kursi penumpang,hingga saat Arkan naik ruang kosong di antara mereka langsung tercipta.Arkan melirik sekilas jarak yang di buat Arina,tapi tatapannya langsung beralih ke depan lagi.
Mobil melaju pelan,di depan ada sebuah konter tidak terlalu besar.Arkan sudah melihatnya dari kejauhan.
"Pak,berhenti di konter itu.Aku mau beli sesuatu"
"Baik Tuan Muda" Pak supir sambil mengangguk,dan memelankan laju mobil ketika jaraknya sudah semakin dekat dengan konter yang Arkan maksud.Mobil berhenti tepat di depannya.
"Kamu di dalam saja,aku mau beli sesuatu" katanya pada Arina yang kemudian mengangguk cepat.
Nampak dari kaca mobil,Arkan menunjuk dan memilih milih sesuatu.Arina memperhatikan setiap gerakannya
"Sebenarnya dia beli apa di situ,ehm...mudah sekali kalau punya uang mau beli sesuatu.Kalau aku ...harus puasa dulu itupun belum kebeli juga" hati Arina sibuk berbicara dan mengingat betapa sulit nasibnya.
Lalu teringat dengan Evan,"Sebenarnya Evan tadi pasti tidak bermaksud menyepelekan aku,dia bilang ada dia yang bisa aku mintai tolong.Tapi aku sudah terlanjur tersinggung.Ah...entahlah kenapa hari ini aku jadi sensitif"
Kepalanya menggeleng pelan,menyuruh berhenti hatinya bicara.
Arkan membuka pintu mobil,di tangannya sudah ada empat kotak berisi gulungan kabel USB baru.Setelah membenarkan posisi duduknya,ia memberikan kotak itu pada Arina.
"Aku beli kebanyakan,aku cuma mau beli tiga tapi orang yang di konter itu malah menyuruhku mengambil empat.Katanya dia tidak punya uang kembalian.Ini untukmu saja yang satu"
"Kamu lagi di kerjain sama orang konter itu Arkan.Mana boleh berjualan dengan cara curang begitu" Arina merasa tidak terima.
"Orang konternya kesulitan mencari uang kembalian,jadi ya aku terima saja"
"Nggak bisa begitu Arkan.Jangan mau di curangi,cepat kamu kembalikan kabel ini,dan minta uang kembalian mu"
"Sudah lah Rin,aku malas turun mobil lagi.Ini bukan hal yang besar,untuk apa di permasalahkan.Lagi pula aku bisa membaginya padamu kan,untuk jaga-jaga kalau kabel punyamu rusak.Jadi kamu punya serepnya"
Arina tertegun,tangannya menerima kabel USB itu.Matanya berkaca-kaca,tanpa dapat ia tahan lagi...air mata nya jatuh dengan isak yang tertahan.
Arkan menoleh,kebingungan melihat Arina yang menangis
"Hei...apa aku menyakiti hatimu? Apa aku keterlaluan?"
Di tanya begitu,bukannya diam...tangis Arina malah semakin bersuara.Arkan benar-benar di buat bingung.Tangannya ragu-ragu terangkat ingin menyentuh bahunya berniat menenangkan tapi ia takut kalau Arina tidak suka di sentuh.
"Oh...Arina,tolonglah jangan buat aku pusing begini.Aku harus bagaimana untuk membuatmu berhenti menangis" gerutunya dalam hati.
Arina menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan,tangisnya mulai mereda. Tapi masih ada Isak satu-satu.
"Arina....apa aku bersalah padamu?" Arkan bertanya dengan sangat berhati-hati,ia takut membuat tangisnya pecah lagi.
Dan benar saja,tangis Arina menguatkan lagi.
Arkan menepuk mulutnya sendiri pelan "Bodoh Arkan kenapa kamu bertanya begitu,dia jadi menangis lagi kan...ah payah"Ia merutuki dirinya sendiri.
"Kamu tidak tahu Arkan,barang ini sangat berarti untukku.satu saja Aku kesulitan membelinya. Tapi kamu beli empat sekaligus dengan mudah,hanya karena orang konter tidak punya uang kembalian untukmu.Ini sangat menyakitkan untuk harga diriku...hu...hu...hu.." Tangisnya masih bersambung
"Jadi,kamu ingin aku gimana? Aku kembalikan saja?"
"Bodoh,bukan itu maksudku"
"Lalu apa?"
"Aku sedang menangisi nasib ku yang berbeda dengan mu"
kalimat Arina tadi terdengar menyayat hati,tapi bagi Arkan dia bisa bernafas lega,Arina sudah tidak menangis lagi dan sudah jujur dengan apa yang dia rasakan.Arkan menunduk,ada seulas senyum di bibirnya tapi cepat-cepat ia alihkan...takut ketahuan Arina yang masih sedikit terisak.
*
*
*
~Salam Hangat Dari Penulis🤍