"... selama aku masih berada didunia ini aku akan terus berusaha menjaga Luciana."
Perkataannya mengejutkanku. Selama dia masih berada didunia ini? Dia adalah seorang vampire yang hidup abadi, apakah itu berarti dia akan menjagaku selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: Luciana
Kesadaranku kembali. Tubuhku kaku dan aku merasakan keringat dingin. Stefan dalam bahaya. Aku harus segera menolongnya.
Aku segera menuju ruangan pasien milikku, mengambil asal kantung darah lalu segera aku campur dengan penawar racun yang tersisa dua ampul. Dua buah kantung darah segera kumasukkan pada tas kecil dan aku langsung berlari menuju gerbang depan manor house.
Aku berlari melenceng dari jalan setapak karena aku yakin jika aku melewati perbatasan resmi mereka tidak akan mengizinkanku melewatinya. Aku berlari cepat menembus hutan belantara, tidak sempat membawa Kasi ataupun Nigel. Pikiranku kalut aku terlalu takut membayangkan apa yang akan terjadi pada Stefan.
Berlari kencang menerjang apapun yang ada di depanku, gaunku robek akibat tersangkut duri, tapi aku tidak peduli dan tetap terus berlari. Keluar dari bayang-bayang pepohonan aku sudah sampai pada jurang pemisah yang cukup lebar. Aku terdiam sejenak, bisakah aku melompatinya?
Melangkah mundur perlahan lalu aku berlari kencang dan melompat, mendarat dengan ringan diatas batu besar lalu melompat lagi keseberang jurang. Ternyata bisa!
Aku berlari lagi dengan cepat, sebenarnya aku tidak tau dimana letak markas manusia itu, aku hanya berlari dan mengandalkan instingku yang cukup kuat sekarang. Bulan bertengger tepat diatas kepala, tak kusangka aku berlarian dihutan tengah malam sendirian.
Dari kejauhan aku melihat bayangan sesuatu, semakin dekat semakin terlihat, ternyata itu adalah bayangan seekor kuda berlarian kesana-kemari dan meringkik gelisah.
Ash?
Ya, kuda itu adalah Ash, aku segera menghampirinya.
"Hey hey tenang ini aku", aku berusaha meraih tali kekangnya lalu mengelus kepalanya agar dia lebih tenang dan tidak bersuara.
"Ash kau bersama Stefan? Dimana dia"
Baiklah aku seperti orang gila yang berbicara dengan seekor kuda.
Tapi tanpa disangka Ash mendekatkan punggung seolah memintaku menaikinya. Tanpa pikir panjang aku melompat naik dan Ash segera berlari menembus hutan lebih dalam.
Ash memelankan langkah kakinya, dari kejauhan aku melihat ada obor yang menyala. Aku sudah sampai di markas para manusia.
Aku melompat turun menuntut Ash bersembunyi dibalik pohon yang cukup besar, "Tunggu disini jangan pergi, aku akan segera membawa Stefan keluar dari sana".
Bersembunyi dibalik pohon aku melihat ada beberapa manusia yang berjaga. Akan sulit melewati mereka apalagi aku tidak membawa senjata apapun yang bisa ku gunakan. Aku memang tidak pernah bertarung satu kalipun tapi jika dalam keadaan mendesak aku akan nekat melakukannya.
Kulihat tembok yang mengelilingi bangunan didalam, cukup tinggi.
Melompat dengan ringan keatas pohon lalu melompat lagi dari satu dahan ke dahan lain tanpa suara, aku sudah berada dekat dengan tembok markas ini. Menghela nafas sesaat, aku melompat lalu berdiri diatas tembok tinggi ini. Markas yang cukup luas, ada beberapa bangunan kecil yang mengelilingi bangunan besar ditengah. Aku tidak tau Stefan berada dimana, sampai aku melihat sesuatu, kubah kaca.
Aku teringat penglihatan ku, Stefan pasti berada disana.
Melompat turu dan mendarat dengan ringan ditanah, aku berjalan mengendap-endap tanpa suara diantara bangunan markas manusia.
Bangunan berkubah kaca itu berada di bagian belakang markas ini, dengan kemampuanku yang sekarang, aku bisa melesat tanpa ada yang menyadari keberadaanku. Tenaga vampire yang kumiliki juga memudahkanku untuk membuka paksa pintu besi yang terkunci. Aku masuk lalu menutupnya kembali.
Ruangan gelap yang hanya disinari cahaya bulan ini sama persis seperti yang kulihat pada penglihatanku. Aku menoleh kesana kemari mencari Stefan, dia pasti berada disini.
Suara rantai yang terseret dilantai menarik perhatianku. Seorang pria melangkah mendekat ke arah cahaya. Itu Stefan!
Tubuhnya yang tak memakai baju dipenuhi bekas luka sayatan belati. Dia kehilangan keseimbangan lalu jatuh berlutut.
Aku berlari menghampirinya. Kutangkupkan kedua tanganku pada wajah Stefan yang menunduk, kuusap wajahnya yang putih pucat dipenuhi keringan.
"Kenapa kemari... Kau mau menyiksaku lagi". Stefan mulai berhalusinasi.
"Hey lihat, ini aku Luciana", aku mecoba menyadarkannya. "kau yang memanggilku kemari, kau ingat?".
"Luci..."
"Iya ini aku". Aku tersenyum memandangnya.
Kedua tangannya dirantai dengan kencang sehingga terangkat sedikit ke atas. Tidak ada alat atupun kunci yang bisa kugunakan untuk melepas rantai ini. Aku berusaha memutus rantai ini dengan tangan kosong dan berhasil.
Stefan terkulai lemas seakan kedua rantai itulah yang sejak tadi menopang tubuhnya. Dia terjatuh ke arahku, kubaringkan dia dilantai, aku mengangkat sedikit kepalanya kuletakan diatas pangkuanku, dengan sigap aku membuka tas yang kubawa lalu dengan segera memberikan darah yang sudah kucampur dengan penawar.
Dia meminum habis darah itu dengan perlahan, aku mengamatinya yang masih memejamkan mata. Aku terus menyeka wajahnya yang basah karena keringatnya sendiri.
Melihat tubuhnya yang penuh luka membuat hatiku pilu, berapa lama dia disiksa hingga seperti ini?
Kurasakan genangan air mata mulai memburamkan pandanganku, hidungku gatal rasanya aku ingin menangis.
Air mata lolos dari pelupuk mataku, aku tak sanggup menahannya lagi. Aku terisak dalam diam menangisi keadaan Stefan. Sudah biasa aku menangisi keadaan hidupku, tapi kali ini berbeda, aku menangisi keadaan orang lain. Orang yang sudah seperti tongkat yang membantuku berdiri.
"Jangan menangis"
Kulihat mata sayu Stefan terbuka sedikit menatapku. Aku segera menyeka air mata lalu mencoba tersenyum.
"Kau sudah sadar", aku meraih tangannya, "ayo Stefan kita harus segera pulang".
Stefan bangkit duduk lalu mencengkeram kepalanya, dia masih kesakitan.
Disaat aku membantu Stefan berdiri, tiba-tiba pintu dibanting terbuka, ada beberapa orang prajurit yang bergerak masuk dengan membawa senjata ditangan mereka. Senjata itu berkilat aneh, aku terus fokus melihat bilah-bilah pedang mereka,
Racun.
Tidak salah lagi, mereka melumuri senjata-senjata itu dengan racun bunga biru. Stefan bangkit berdiri. Apa dia sudah pulih? tapi luka-luka ditubuhnya masih belum menghilang.
"Jangan sampai menyentuh senjata mereka". Stefan berkata seraya terus waspada melihat para prajurit yang mulai mendekati kami.
"Wah wah.. ini menarik. Apakah kau kemari untuk menyelamatkan belahan jiwamu lady?"
Suara salah satu dari mereka yang berdiri paling depan. Stefan menarik tanganku agar aku berdiri dibelakangnya, sekilas aku melihat matanya. Merah darah.
"Kuakui tubuhmu sangat kuat vampire, dengan racun sebanyak itu tapi kau masih bisa berdiri tegak menantang kami". Pria itu terkekeh.
"Tapi sepertinya itu tidak akan bertahan lama". Lanjutnya diikuti gelak tawa para prajurit yang lain.
"Jangan sombong". Stefan melangkah maju tanpa melepaskan genggaman tangannya pada tanganku.
Dia mengangkat tangan kirinya, sebuah cahaya keluar lalu Stefan mengayunkan tangannya yang bercahaya kearah para pasukan manusia, saat itu juga muncul gelombang angin yang menghempaskan para manusia itu hingga terseret menghantam dinding ruangan. Beberapa dari mereka langsung tak sadarkan diri, salah seorang dari mereka berusaha bangkit dan hendak berlari pergi.
Stefan mencengkeram kepalanya lagi, jadi dia benar-benar merasa pusing.
Aku bediri dihadapannya, "Stefan kita harus segera pergi, kondisimu masih belum pulih". Dia tidak menjawab.
Aku membantunya berjalan, kukalungkan lengan kanannya pada pundakku lalu mengajaknya melesat cepat menuju gerbang. Saat hendak melompati tembok markas ini, ada seseorang berteriak dari arah belakang kami.
"Hey jangan kabur kalian vampire!"
Tanpa menoleh lagi aku segera melompat, tak memberi jeda, kami melesat lagi ke arah Ash bersembunyi. Aku hendak meminta Stefan agar segera naik ke punggung ash, tapi tiba-tiba dia menjauh dariku dengan kasar.
"Kau pikir apa yang kau lakukan!", Stefan menatapku tajam.
"Lihat, kau berlari kesini tanpa membawa senjata apapun untuk melindungi dirimu sendiri"
"Kau berhalusinasi Stefan, kita harus segera pulang mengobati lukamu". Suaraku sedikit bergetar karena terkejut melihatnya marah.
"Kau bisa terbunuh!" Dia berteriak padaku,
"Stefan.."
Kalimatku terpotong, ini menyakitkan. Aku mempertaruhkan keselamatan ku demi dirinya, tapi kenapa dia malah marah padaku?
Derap langkah para prajurit manusia mulai terdengar, mereka pasti mencoba menangkap kami.
"Baiklah Stefan kita benar-benar harus pergi dari sini".
Aku mencoba tidak menghiraukan sikapnya, lalu segera naik ke punggung Ash disusul Stefan yang duduk di belakangku.
Ash mulai berlari. Kami terus bergerak menjauhi tempat ini. Aku menajamkan pendengaranku, tidak ada yang mengikuti kami. Dalam hati aku bersyukur.
...~...