NovelToon NovelToon
Chaotic Enigma : Leveling Reincarnation

Chaotic Enigma : Leveling Reincarnation

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Solo Leveling
Popularitas:335
Nilai: 5
Nama Author: Adam Erlangga

Di dunia lama, ia hanyalah pemuda biasa, terlalu lemah untuk melawan takdir, terlalu rapuh untuk bertahan. Namun kematian tidak mengakhiri segalanya.

Ia terbangun di dunia asing yang dipenuhi aroma darah dan jeritan ketakutan. Langitnya diselimuti awan kelabu, tanahnya penuh jejak perburuan. Di sini, manusia bukanlah pemburu, melainkan mangsa.

Di tengah keputusasaan itu, sebuah suara bergema di kepalanya:
—Sistem telah terhubung. Proses Leveling dimulai.

Dengan kekuatan misterius yang mengalir di setiap napasnya, ia mulai menapaki jalan yang hanya memiliki dua ujung, menjadi pahlawan yang membawa harapan, atau monster yang lebih mengerikan dari iblis itu sendiri.

Namun setiap langkahnya membawanya pada rahasia yang terkubur, rahasia tentang dunia ini, rahasia tentang dirinya, dan rahasia tentang mengapa ia yang terpilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adam Erlangga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 10

Marco terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya saat melihat adiknya kembali bernafas. Jantungnya berdetak tak beraturan, seolah dunia di sekelilingnya menjadi samar.

"Apa aku sedang bermimpi, atau bahkan sudah mati.?" katanya dengan suara bergetar, mencoba mencari logika dari apa yang ia lihat.

Lilia, dengan napas pelan dan wajah pucat, hanya mampu berbisik lemah, "Kakak.?"

Kelopak matanya pun perlahan menutup kembali, terlelap dalam tidur yang dalam.

Rudy berdiri tak jauh dari mereka, menatap pemandangan itu dengan campuran rasa kagum dan bangga.

"Ini sangat hebat, Emma... Aku sendiri tak percaya bisa menghidupkan orang mati," gumamnya dalam hati.

[Resurrection Magic berhasil digunakan]

"Ah, bocah kecil itu akhirnya hidup kembali," ucap Rudy dengan senyum hangat di wajahnya.

[Dia sedang tertidur, Rudy. Energi tubuhnya masih belum stabil. Jasadnya shock menerima jiwanya kembali dalam kondisi di luar rahim.]

Rudy mengangguk paham. "Ah, aku mengerti, Emma. Jiwa manusia memang diberikan sejak masih dalam kandungan... Dia benar-benar seperti terlahir kembali."

Marco masih ternganga, hanya mampu mengeluarkan gumaman, "Aa, a..."

"Marco, adikmu sudah hidup kembali. Apa kau merasa senang?" tanya Rudy.

"Aku... aku sangat terkejut," jawab Marco, suaranya parau.

"Ehm, sebaiknya biarkan dia tertidur. Energinya masih belum stabil," kata Rudy menasihati.

"Hiks..." suara Marco pecah. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Lilia... hiks..." Ia merangkak pelan mendekati tubuh kecil adiknya. Tangan kakunya menggenggam jemari Lilia, dan saat itulah tangisnya pecah tanpa bisa dibendung.

"Hoaaaah..." tangis itu memenuhi ruangan, bukan tangis kesedihan, melainkan lega yang begitu dalam.

Rudy menatap pemandangan itu sambil tersenyum tipis. "Hem, aku merasa terharu melihatnya, Emma."

[Kau sudah melakukan yang terbaik, Rudy]

Rudy menatap Marco serius. "Marco, aku harap kau menyembunyikan hal ini dari semua orang... termasuk Lilia."

Marco mengangguk sambil terisak. "Terima kasih banyak, Rudy... terima kasih... hiks..."

 

Malam mulai tiba. Bulan bersinar redup di luar. Saat itulah, Lilia perlahan membuka matanya.

"Kakak.?" suaranya serak, namun jernih.

"Marco, dia sudah bangun," seru Rudy.

"Ah, Lilia!" Marco langsung menghampiri dan memeluknya erat, seolah takut adiknya akan menghilang lagi.

"Kakak...? Ini di mana...? Rasanya... sangat dingin..." tanya Lilia.

"Hiks... Bagaimana perasaanmu? Apa kau baik-baik saja?" tanya Marco, suaranya bergetar namun penuh kasih.

"Aku lapar," jawab Lilia polos.

Marco tersenyum di tengah tangisnya. "Hiks... baiklah, mari kita makan."

 

Beberapa saat kemudian, meja makan kecil mereka terisi makanan sederhana. Lilia menyantapnya dengan lahap, pipinya mulai berwarna kembali.

"Ini sangat enak sekali. Dari mana kau mendapatkannya, kak? Apa kau mencuri makanan ini?" tanyanya polos.

"Hehe, tentu saja tidak. Semua makanan ini milik Rudy," jawab Marco.

"Rudy...? Apa kau bernama Rudy?" Lilia menatapnya sambil mengunyah.

"Ah, hai Lilia. Namaku Rudy, salam kenal," jawab Rudy sambil tersenyum ramah.

"Salam kenal, namaku Lilia. Terima kasih makanannya, Rudy," katanya sambil berdiri dan menunduk hormat.

"Bagaimana perasaanmu, Lilia? Apa kau merasa tenang sekarang?" tanya Rudy.

"Em, aku merasa lebih baik... bahkan aku merasa bisa mengeluarkan sihir," jawabnya sambil memiringkan kepala.

Rudy mengangkat alis. "Apa sebelumnya kau tidak bisa menggunakan sihir?"

"Dia tidak bisa menggunakan sihir, Rudy," jawab Marco cepat.

"Bukankah semua orang bisa menggunakan sihir, Marco?"

"Iya... tapi Lilia terlahir tanpa kekuatan sihir. Sangat aneh jika dia bisa sekarang," jelas Marco.

"Tapi aku merasa bisa, kak," Lilia bersikeras.

Marco tersenyum hangat. "Hehe, tenang saja, Lilia. Aku akan menjagamu."

 

Rudy kemudian bertanya pada Emma dalam hati, "Emma, apa benar dia tidak bisa menggunakan sihir?"

[Tubuhnya terkena kutukan, Rudy. Energinya terhambat. Saat dia meninggal, kutukan itu hilang... dan sekarang dia bisa menggunakan energi sihirnya kembali.]

Rudy menarik napas dalam. "Jadi sebelumnya dia terkena kutukan... apa yang sudah mereka lalui selama ini?" pikirnya.

Ia lalu menatap Marco. "Marco, sepertinya Lilia benar. Apa sebelumnya dia terkena kutukan?"

"Eh? Dari mana kau tahu itu Rudy?" tanya Marco curiga.

"Aku hanya menduganya. Sepertinya kutukan itu sudah hilang dua bulan lalu," jawab Rudy.

"Apa?" Marco menelan ludah.

"Apa maksudnya dua bulan? Kemarin aku masih merasa kesakitan," tanya Lilia bingung.

Rudy tersenyum samar, mencoba mengalihkan. "Ah, benar, Lilia... sepertinya tubuhmu belum merespon sepenuhnya."

"Apa itu benar, Rudy?" tanya Marco lagi.

"Sepertinya Lilia harus membuktikannya sendiri," jawab Rudy mantap.

"Baiklah, aku akan mencobanya sekarang," kata Lilia penuh tekad.

Ia berdiri, memejamkan mata, mengatur napas. Tangan mungilnya diarahkan ke depan.

SWOOSH! Api menyelimuti tubuhnya, menyala terang di tengah gelap malam.

"Ini mustahil..." Marco terperangah.

"Hiaa!" Lilia melontarkan bola api raksasa.

BREDOOM! Pohon di depan mereka terbakar hebat.

"Yeee! Ini berhasil, kakak! Aku bisa menggunakan sihir!" Lilia melompat-lompat kegirangan.

Marco masih terpaku. "Dia benar-benar... menggunakannya..."

"Sepertinya sihir Lilia tipe Mage kalau di game," kata Rudy sambil tersenyum puas.

 

"Ah, ini sangat mengejutkanku," ucap Marco, masih sulit memproses apa yang baru saja ia lihat.

"Mulai sekarang, kau tidak perlu mengkhawatirkan ku lagi, kak," kata Lilia sambil tersenyum hangat.

"Syukurlah kalau begitu," sahut Marco, hatinya sedikit lega.

"Lalu, apa tipe sihir milikmu, Marco?" tanya Rudy.

"Apa maksudmu, Rudy?" Marco menoleh, sedikit bingung.

"Em, aku ingin melihat kau menggunakan skill-mu. Apa boleh?" tanya Rudy dengan nada penasaran.

"Tentu saja boleh Rudy. Aku suka bertarung jarak dekat, senjata yang aku sukai adalah pisau. Aku juga bisa menggunakan racun untuk melumpuhkan musuhku," jawab Marco.

"Hem. Apa kau punya pisau?" tanya Rudy.

"Sayangnya, pisau yang sering aku gunakan sering patah. Makanya aku lebih sering menggunakan potion racun daripada pisau," jawab Marco sedikit menunduk.

"Hoo, jadi seperti itu. Baiklah," kata Rudy sambil mengulurkan tangannya ke udara. Sebuah cahaya tipis muncul, dan dari sana ia mengeluarkan sepasang dual dagger berkilau dari inventory-nya.

"Eh? Apa itu Rudy?" Marco terpaku.

"Ini dual dagger. Sepertinya cocok untukmu. Dagger Rank S+," jawab Rudy santai.

Marco menelan ludah. "Siapa dia sebenarnya... bahkan dia memiliki item super langka..." pikirnya.

"Ini buatmu Marco. Pakailah. Aku tidak membutuhkannya," ucap Rudy sambil menaruhnya di hadapan Marco.

Lilia memandang dengan mata berbinar. "Waah, itu sangat keren, kakak!"

Marco menatap Rudy dengan ekspresi waspada. "Apa kau bercanda Rudy? Siapa kau sebenarnya? Aku tidak bisa menerima barang ini dengan mudah. Kau terlihat sangat mencurigakan sekarang."

"Apa aku berlebihan, Emma?" gumam Rudy dalam hati.

[Sudah sewajarnya Marco bersikap seperti itu. Kau memberikan item super langka kepadanya dengan cuma-cuma. Bahkan item itu sangat sulit sekali didapatkan.]

"Apa yang harus aku katakan padanya?" tanya Rudy dalam hati.

[Kau harus menunjukkan identitasmu, Rudy.]

 

"Siapa kau sebenarnya?" Marco akhirnya bertanya tegas, membelakangi Lilia.

"Kau tidak perlu mewaspadai ku, Marco. Sebenarnya aku adalah seseorang dengan rank S di dunia ini," jawab Rudy dengan nada serius.

"Haa?" Marco hampir tak percaya.

"Aku akan menunjukkannya padamu suatu saat nanti. Tapi tolong, percayalah padaku. Aku tidak akan menyakiti kalian. Justru aku sangat bersyukur bertemu dengan kalian," kata Rudy, suaranya tulus.

"Emm...? Apa yang sudah terjadi, kakak?" tanya Lilia pelan, melihat Marco yang tampak tegang.

"Maaf, Rudy... tapi kami sering terjebak seperti ini. Lalu kita akan ditindas dan dibuang," jawab Marco getir.

"Marco, percayalah padaku. Aku sudah menganggap kalian temanku," kata Rudy mantap.

"Haa?" Marco sedikit terkejut.

"Aku juga pernah mengalami kematian saat umur 5 tahun. Saat aku kembali ke dunia ini, aku mulai berburu hewan iblis sendirian di dalam dungeon. Item ini adalah salah satu yang kudapatkan dari sana," jelas Rudy, mencoba membuka diri.

Marco hanya terdiam, menelan ludah.

"Aku takut... aku tidak bisa memberikan sesuatu padamu, Rudy. Item itu terlalu berharga bagiku," ucap Marco lirih.

"Hem, ambillah ini. Senjata ini tidak cocok untukku," kata Rudy sambil menaruh dagger di tangan Marco.

Tangan Marco bergetar saat menerima. Ada aura dingin yang merambat dari gagang senjata itu.

"Terimalah hadiah dariku. Mungkin suatu saat nanti kau akan membutuhkannya," ucap Rudy lembut.

Marco menatapnya lama, lalu bergumam dalam hati, "Senjata ini... sangat kuat. Bahkan auranya seperti ingin menelan jiwaku."

Akhirnya, suara Marco pecah. "Rudy... aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Terima kasih banyak. Aku akan memberikan semua yang ku punya untukmu... bahkan mungkin nyawaku sendiri tidak akan cukup." Air matanya jatuh begitu saja.

"Kau tidak perlu memikirkan itu Marco. Aku tulus membantumu," sahut Rudy.

"Kakak?" Lilia menatap kakaknya yang mulai menangis lagi.

 

"Tentu saja, aku juga akan memberikan sesuatu untukmu, Lilia," kata Rudy, meliriknya dengan senyum hangat. Ia lalu mengangkat tangannya, memanggil cahaya putih yang membentuk Staff of Wizard Rank S+.

"Hee? Apa itu untukku?" tanya Lilia, matanya membesar.

"Tentu. Ini untukmu Lilia. Ambillah," jawab Rudy sambil menyerahkannya.

Lilia menerima dengan hati-hati, memeluk staff itu di dadanya. "Terima kasih banyak, Rudy." Ia menundukkan badan, suaranya penuh rasa hormat.

Rudy hanya tersenyum melihat mereka berdua, saudara yang dulu hampir kehilangan segalanya, kini duduk di depannya dengan senjata yang bahkan para petarung elit pun akan iri.

Di dalam hatinya, Rudy tahu... ini bukan sekadar memberi hadiah, tapi memberi mereka kesempatan untuk melindungi satu sama lain, dan mungkin, untuk mengubah takdir mereka selamanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!