Bekerja sebagai tim pengembangan di sekolah SMA swasta membuat Hawa Tanisha bertemu dengan musuh bebuyutannya saat SMA dulu. Yang lebih parah Bimantara Mahesa menjadi pemilik yayasan di sekolah tersebut, apalagi nomor Hawa diblokir Bima sejak SMA semakin memperkeruh hubungan keduanya, sering berdebat dan saling membalas omongan. Bagaimana kelanjutan kisah antara Bima dan Hawa, mungkinkah nomor yang terblokir dibuka karena urusan pekerjaan? ikuti kisah mereka dalam novel ini. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MURUNG
Hawa semakin tak mengerti dengan sikap Uki, yang namanya pacar dan kebetulan berada di dekatnya tentu akan bersemangat untuk bertemu kan ya. Tapi kok Uki tidak? Tadi malam tidak ada video call maupun chat sebelum tidur.
Begitupun pagi ini, taka da kabar sama sekali. Biasanya Uki akan membangunkan dirinya malah, “Dia kenapa sih?” protes Hawa. Terlalu penasaran dengan apa yang dilakukan Uki, Hawa pun menelepon sang kekasih, panggilan video malah. Lama lagi mengangkatnya, makin jengkel saja Hawa. Ia mencoba sekali lagi, berharap Uki mengangkat panggilannya dan dia berada di perjalanan untuk menjemput Hawa dan mengantarkan kerja, harapan Hawa. Pasti dia tidak akan marah.
“Kamu di mana?” tanya Hawa heran saat Uki masih dalam berselimut, dan seperti belum bangun saat mengakat panggilan videonya. Ingin rasanya Hawa mencecar berbagi pertanyaan namun ini masih pagi, dan Hawa tak mau merusak moodnya, ah meski sudah rusak sejak tadi. “Kamu di hotel? Kenapa gak tidur di rumah ibu?” jiwa kepo Hawa sudah di ubun-ubun. Namanya anak pasti akan lebih memilih tidur di rumah ibu dong, apalagi lama tidak bertemu. Ini malah mengungsi di hotel. Setahu Hawa, ibu Uki juga sangat baik, tak mungkin memarahi Uki datang bukan saat hari raya, dan melarang sang putra tidur di rumahnya.
“Masih pagi Sayang, jangan cerewet ah!” Hawa melongo mendengar omelan Uki, apa katanya? Hawa cerewet. Ini benaran Uki gak sih? Hawa sampai meragukan sosok pria yang sedang dia ajak video call ini. Sangat berbeda dengan kebiasaan Uki saat LDR.
“Aku gak cerewet Sayang, aku Cuma tanya kamu ngapain tidur di hotel?”
“Nanti aku jelaskan deh, udah waktunya kerja kan? Hati-hati berangkatnya.”
Hanya begitu doang? Heh, yakin? Tak ada basa-basi untuk mengantar gitu? Sumpah Hawa bingung dengan perubahan sikap Uki. Tak biasanya dia secuek ini. Kemana Uki yang treat Hawa layaknya princess. Hawa tak mau ambil pusing, langsung mematikan panggilan video begitu saja. Selama perjalanan ke yayasan Hawa memikirkan sikap sang kekasih, hingga membuatnya tak seceria biasanya.
“Pagi-pagi diam-diam bae, Bu?” sindir Amelia yang menangkap ada yang tidak beres pada Hawa pagi ini. Mau lembur sampai malam, kalau pagi mood Hawa selalu baik. Semangat menjadi budak kantor terlihat, tapi pagi ini seperti ponsel yang tak diisi daya dan hampir drop, sumpek. “Harusnya bahagia dong, Ayang kan datang. Apalagi diantar,” lanjut Amelia semakin berisik, dan Hawa hanya berdecak sebal.
Bu Dyah datang dan menyapa semua tim yang sudah stand by, termasuk hawa dan Amelia. “Kemarin di cari Pak Bima kamu,” lapor Bu Dyah membuat Hawa langsung mengambil ponsel yang ia bawa, dan terlihat ada banyak chat dari Bima. Ya memang ponsel ini hanya menyimpan nomor Bima saja. Amelia ikutan kepo, ikut membaca chat yang dikirim Pak Ketua itu.
Wa, tolong draft untuk semester depan dicek lagi, sebelum dicetak.
Wa, foto profile untuk akun ytb dan tktok segera diedit sesuai kesepakatan dan desain logo kemarin.
Wa, kok gak balas?
Wa, Ponsel low bat kah?’
Wa, Halo!
Waaaaa lo di mana sih, gue butuh orang yang gercep sama kerjaan. Kenapa lo lelet gini sih, katanya lo cewek multitalentuttt, preet emang.
Amelia tertawa ngakak membaca pesan Pak Bima, tak menyangka bisa secerewet itu kalau chat dengan Hawa. Sedangkan pemegang ponsel hanya mendengus kesal, pikiran Hawa tak tenang eh ditambah tugas dari Bima yang bakal bertambah hari ini.
“Ikut ke ruangan saya,” ucap Bima saat baru datang dengan melirik sinis pada Hawa. Namun Amelia menahan tawa, sok-sok an sinis, ternyata unyu juga saat chat-chatan. Hawa berdecak sebal, ah kenapa dengan pagi ini sih. Apa dia terlalu berharap pada Uki sehingga Allah murka dan mengingatkan kepadanya untuk tidak bergantung pada sesame makhluk. Nyesek begini kalau bukan menjadi tujuan utama Uki balik kampung.
“Ponsel itu gak kamu bawa pulang?” tanya Bima setelah Hawa masuk ke ruangannya. Gadis itu tampak murung, dan hanya menggeleng saja. “Kenapa?”
“Ya ini kan fasilitas kantor, Pak. Gak mungkin saya bawa pulang juga, nanti ada yang berpikir saya dibelikan ponsel sama Bapak,” jelas Hawa masuk akal, Bima mengangguk saja. Alasan gadis ini masuk akal. Bima pun meminta Hawa untuk membawa ponsel itu dan sejak kemarin Hawa diminta membawa laptop, sehingga untuk handle dan arsip ytb dan tikt terpisah dengan data pengembangan kantor. “Kerja di sini saja, Wa. Ada banyak pembahasan nanti,” Hawa mengangguk dan pamit mengambil laptopnya sebentar. Bima melihat gadis itu aneh, tak biasanya anteng begini. Biasanya kalau diajak ke ruangan Bima selalu saja ngomel gak usah lama-lama, nanti bikin orang lain curiga. Tapi lihatlah sekarang, manut saja tanpa protes.
Saat kerja pun Hawa lebih banyak diam, tanpa ada suara lagu ataupun bermain ponsel sesekali, tentu membuat Bima heran. Gadis ini bisa anteng juga. “Kamu kenapa?” tanya Bima yang tak bisa menahan rasa penasarannya dengan perubahan sikap Hawa. “Gak biasanya anteng? Sariawan?”
“Lagi fokus kerja, Bapak. Ada anak buah rajin dan fokus kerja kok malah heran sih, harusnya kan senang!” Bima tersenyum tipis, ternyata butuh dipancing dulu baru cerewetnya muncul.
“Ya aneh saja, biasanya kamu banyak ocehan tapi pagi ini mode mute. Biasanya perempuan kalau habis disambang pacar bahagia loh,” sindir Bima dengan menatap Hawa, sengaja memancing saja, meski hati Bima sedikit tak terima bertanya begini. Disinggung pacar, Hawa langsung menatap Bima sinis, tampak tak suka urusan pribadinya disinggung.
“Bapak ini kantor, gak seharusnya tanya urusan pribadi kan?”
“Ya elah, Wa. Cuma nyindir dikit sewotnya sih!” balas Bima lalu fokus ke laptop masing-masing. Bahkan Hawa pamit untuk mengerjakan di meja kerjanya saja karena sudah tidak ada diskusi lanjutan lagi, dan Bima mengizinkan.
Berkutat pada pekerjaan, Hawa sampai lupa dengan kabar terkini Uki, barulah dia melirik ponselnya, dan tubuhnya lemas seketika sampai menjelang makan siang Uki tak chat sama sekali. Bahkan saat di area tambang saja, Uki sesekali chat kok. Hawa semakin yakin ada yang tidak beres dengan Uki.
“Kenapa?” tanya Amelia yang melihat gelagat aneh Hawa saat memegang ponsel. Hawa menggeleng, ia tak mau mengumbar masalah pribadinya di kantor, meski ia dekat dengan Amelia, sesekali saja cerita tapi tidak detail. “Gak dichat sama Bos Nikel?” Hawa langsung menoleh pada Amelia, secara spontan ia mengangguk lemah dengan wajah cemberut, meletakkan ponselnya begitu saja.
Amelia menepuk pundak Hawa, “Makan siang yuk, nangis juga butuh tenaga loh!” ledek Amelia sekedar untuk menghibur Hawa.
Auto bawa sperangkat alat solat sekalian akhlak nyaa
awokwook /Curse/
Hawa: ga beLagak tapi belagu/Slight/
reader: bim, ci pox bim ampe engappp/Grin//Tongue/
maaf aq nyaranin jahat 🤭🤭🤭