NovelToon NovelToon
JANGAN KE SANA!

JANGAN KE SANA!

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Kutukan / Tumbal
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: DENI TINT

DILARANG KERAS PLAGIARISME!

Aruni adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama. Dia berencana untuk berlibur bersama kawan-kawan baik ke kampung halamannya di sebuah desa yang bahkan dirinya sendiri tak pernah tau. Karena ada rahasia besar yang dijaga rapat-rapat oleh ke dua orang tua Aruni. Akankah rahasia besar itu terungkap?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENI TINT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19 - POHON TUA DAN LUKISAN

Aruni yang baru saja selesai mandi pagi ini, mulai merapikan seisi kamar tidurnya. Ia merapikan kasur yang agak berantakan karena ia tidur semalam, kemudian ia menyapu seluruh ruangan kamarnya, lalu menata beberapa barang bawaan di dalam lemari. Tak lupa pula ia menata beberapa barang yang memang sudah ada di dalam kamar itu bahkan sebelum Aruni tiba.

Saat ia selesai pula membersihkan gorden kamarnya, ia membuka jendela kamar itu, tampaklah di matanya suasana desa yang begitu indah dan asri. Semua susunan rumah-rumah warga tertata rapi. Seolah para warga sejak dahulu sudah lihai dalam tata kelola ruang desa.

Aruni sejenak menikmati pemandangan desa dari jendela kamarnya di lantai dua itu. Lalu... Ia menoleh ke arah sebelah kiri. Ke dua matanya mendapati sebuah pohon beringin cukup besar dan sepertinya pohon itu sudah cukup tua. Pohon beringin berdiri dengan tegak dan gagah. Daun-daunnya yang rindang, dengan hanya memiliki dua cabang utama ke atasnya.

Aruni terus memperhatikan pohon itu dari jendelanya, dan ia juga melihat di bagian bawahnya, dikelilingi oleh pagar bambu. Seolah menjadi pembatas area yang boleh didekati dan yang tak boleh didekati.

Terlintas dalam memori masa kecilnya, dan juga teringat kembali dengan cerita Ibunya. Dulu, ketika Aruni masih berusia sekitar 7 tahun, area dari rumah peninggalan kakek dan neneknya ini lebih luas dari kondisinya yang sekarang. Dan dirinya ingat betul, ia sempat beberapa kali bermain di bawah pohon beringin itu. Bersama dengan beberapa anak-anak lain di desa.

Namun dirinya tak ingat, bahkan tak tau, kenapa area rumah kakek dan neneknya ini sekarang menjadi lebih kecil. Dan sekarang pohon beringin tua itu berada di luar area rumah ini. Padahal dulu pohon itu ada dalam area pekarangan.

Sebenarnya Aruni masih ingin banyak bertanya kepada Ibunya, tentang kehidupan kakek dan neneknya itu. Tentang kehidupan almarhum ayahnya. Dan juga ingin tau kenapa hanya baru sekali dia diajak ke rumah ini. Itu pun sudah 15 tahun yang lalu. Namun, Bu Asih selalu saja tak menjawab, tak pula menceritakan detail dari semua pertanyaan anaknya, Aruni.

Aruni pun beranjak dari jendela, keluar dari dalam kamarnya untuk mulai membersihkan atau sekedar merapikan beberapa perabotan dalam rumah. Karena dirinya dan dua sahabatnya itu berencana berlibur selama dua minggu. Sehingga dalam diri Aruni ada rasa tanggung jawab dengan rumah ini.

Saat Aruni berjalan santai melewati lorong kamar menuju ke tangga, udara terasa lebih dingin. Namun itu tak menimbulkan perasaan aneh apapun dalam dirinya.

Tapi ketika dirinya baru saja hendak menuruni tangga, langkahnya terhenti. Entah suara apa, atau siapa, yang terdengar oleh telinganya.

"Aruniii..."

Suara yang hampir sama halusnya dengan hembusan angin semilir yang masuk dari arah balkon. Dan dirinya pun menoleh ke arah balkon tersebut. Dengan mengerutkan dahinya sedikit, ia tak jadi menuruni tangga. Ia malah berjalan pelan menuju ke balkon.

"Aruniii..."

Suara itu halus dan samar terdengar kembali. Dan langkah Aruni semakin perlahan. Perasaan aneh mulai mengalir kembali ke dalam hatinya. Dan dalam pikirannya berkata, "Suara siapa itu?".

Ia mencoba kembali menajamkan telinganya sambil berjalan perlahan-lahan. Namun suara itu tak terdengar lagi saat ia sudah ada di balkon. "Ah, suara angin kali ya..." gumamnya dalam hati. Karena tak ada siapapun di balkon tersebut.

Aruni yang berbalik badan dan melangkah berniat untuk meninggalkan balkon itu, kembali dibuat terkejut. Sekali lagi, suara itu memanggilnya, namun kali ini lebih jelas dari sebelumnya.

"Aruniii..."

Ia akhirnya berhenti melangkah di dalam lorong. Dirinya menoleh lagi secara perlahan, ke arah balkon di belakangnya. Dan kali ini rasa penasarannya lebih kuat, akhirnya ia kembali lagi ke balkon tersebut.

Lalu, kali ini, matanya teralihkan. Ia menatap ke arah papan yang ditutupi kain hitam. Ia mengerutkan dahinya saat menatap papan itu. Dan tiba-tiba ada dorongan dalam dirinya untuk membuka kain hitam penutup papan tersebut.

Dengan perlahan ke dua tangannya memegang papan itu. Ia melihat sekeliling kain penutupnya di paku rapat. Aruni bertanya dalam hatinya, "Kenapa ditutup rapat begini? Memangnya apa ini?".

Semakin kuat dorongan dalam dirinya untuk membuka kain itu.

Dan... Entah mengapa atau bagaimana... Paku yang ada di sekeliling papan itu... Terasa sangat mudah untuk ditarik...

Aruni perlahan-lahan membuka kain hitam penutup papan itu dari atas. Satu persatu pakunya seolah tak lagi mengunci kain itu.

Maka, terbukalah papan itu....

Aruni melihat dengan sangat jelas dengan kedua matanya, ia mundur dua langkah agak menjauh, itu adalah sebuah lukisan dengan warna hanya hitam dan putih.

Lukisan hitam putih itu menampilkan sesosok wanita paruh baya namun masih terlihat sangat cantik, hanya setengah badan. Bersanggul, sebuah bunga kantil melekat di telinga, dan mengenakan baju adat kuno.

Namun, yang menjadi perhatian Aruni berikutnya adalah penampakan sosok di belakang wanita itu.

Di belakang sosok wanita itu terdapat satu sosok yang sangat tak biasa, bukan sosok manusia, melainkan sosok kepala makhluk dengan rambut acak-acakan mengenakan sebuah mahkota. Kedua matanya melotot lebar. Dengan mulut terbuka, menampilkan giginya yang tajam, dan terdapat taring panjang yang keluar dari bawah dan atas mulutnya.

Dan Aruni kembali tersadar, ke dua tangan sosok makhluk itu berkuku panjang dan tajam, memegangi kedua pundak wanita itu.

Saat Aruni melihat seluruh detail lukisan di hadapannya itu, ia mendekat. Kali ini tak ada rasa merinding, aneh, heran, apalagi rasa takut. Tak ada sama sekali. Yang Aruni rasakan seperti... dirinya sangat mengenal sosok wanita dalam lukisan itu... dan juga merasa sangat dekat dengan sosok makhluk menyeramkan itu juga.

Dari arah lantai bawah, Caca dan Bella memanggilnya. Menandakan dua sahabatnya itu sudah kembali. Aruni pun beranjak perlahan meninggalkan lukisan itu, tapi lukisan itu tak ia tutupi lagi dengan kain hitamnya. Seolah, dalam diri Aruni ingin membiarkan lukisan itu terbuka.

"Gimana? Dapet gak makanannya?" tanya Aruni kepada Caca dan Bella sambil menuruni anak tangga.

"Gak ada yang jual makanan mateng di sini Ar..." jawab Bella.

"Terus, itu kalian bawa apa?" tanya Aruni saat melihat sebuah kantong kresek di tangan Caca.

"Kita beli sayuran deh jadinya." jawab Caca, sambil berjalan menuju ke dapur.

Mereka bertiga berkumpul di dapur, lalu dengan kompak mulai membuka sayuran yang di dalam kantong kresek itu. Terlihat jelas kekompakan mereka, tanpa saling suruh, tanpa saling meminta, ketiganya membagi tugas secara spontan. Bella menyiapkan alat masak dan bumbu, Aruni membersihkan sayuran di wastafel, dan Caca mulai memotong sayuran itu agar siap dimasak. Tak lupa juga Caca meminta Bella untuk mencuci beras yang sudah dibawanya dari rumah.

Beberapa saat lamanya mereka memasak sayuran bersama. Dan ketika nasi sudah matang bersamaan dengan sayurannya, mereka pindah ke meja makan. Ketiganya menikmati masakan mereka bersama. Sambil diselingi obrolan ringan juga canda tawa.

Bella dan Caca menceritakan rasa senangnya saat menikmati suasana desa yang memang sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Aruni mendengarkan dengan rasa senang yang sama. Ketika makanan mereka sudah habis, dengan kompak pula ketiganya membersihkan alat makan dan juga membereskan dapur.

**********

Hari ini dilalui dengan keceriaan dan kesenangan antara Aruni, Bella, dan Caca. Dan jam saat ini menunjukkan pukul 22.00 tepat.

Aruni, Bella, dan Caca, sedang mengobrol santai di teras rumah. Sambil menikmati sejuk dinginnya malam dan pemandangan suasana desa dengan lampu-lampu berwarna kuning, ditambah langit malam yang cerah berhiaskan bintang-bintang dan bulan.

"Gimana menurut kalian desa Kakek Nenek gue? Mantep gak?" tanya Aruni.

"Wah ini sih emang yang paling gue pengenin Ar. Liburan yang bener-bener tenaaang... Jauh dari ramainya kota yang bikin pusing kepala." Jawab Caca.

"Lo mah bukan pusing sama kota Ca, tapi pusing sama urusan toko Ibu lo..." timpal Bella.

"Ya itu juga salah satunya sih, hehehe..." respon Caca. Disusul tawa kecil Aruni.

"Ya gue seneng sih kalo kalian juga seneng..." ucap Aruni. "Semoga selamanya kita bisa terus bareng kaya gini ya, walau nanti kita bertiga udah nikah dan punya keluarga masing-masing." tambahnya, memberikan rasa kehangatan dan kuatnya kekeluargaan bagi Bella dan Caca.

"Iya dong, kita harus selalu kompak sampai kapanpun! Bahkan kalo nanti kita udah punya anak, anak-anak kita juga harus kompak kaya kita ini." jelas Caca. Bella hanya memberikan tepuk tangan ringan sebagai ekspresi perasaan yang sama seperti Aruni dan Caca.

Obrolan mereka berlanjut dengan sangat hangat. Seolah rasa kehangatan hati mereka mengalahkan dinginnya suasana Desa Lanjani. Tanpa mereka sadari, Desa Lanjani menyimpan suatu misteri dan tragedi yang akan mereka hadapi.... Tak lama lagi....

Jam sudah menunjukkan pukul 23.45 malam. Mereka bertiga sudah mulai merasakan kantuk. Bella dan Caca terlebih dahulu menuju kamar mereka, meninggalkan Aruni yang masih di teras rumah, masih menikmati suasana malam desa, dan ia belakangan masuk ke kamar memang untuk mengunci pintu depan.

Beberapa saat kemudian, angin malam semakin dingin, dan Aruni hendak masuk ke dalam.

Namun...

Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu depan...

Ia terhenti karena kembali mendengar suara halus memanggil namanya. Pelan, halus, namun jelas di telinganya.

"Aruniii..."

Aruni yang entah pikirannya dalam keadaan sadar atau tidak, seolah tau dari mana suara itu berasal. Ya... suara itu kali ini berasal dari arah pohon beringin tua di ujung sana, di luar pekarangan.

Aruni menoleh ke arah pohon beringin tua itu. Menatapnya sesaat, dengan wajah datar, tatapan mata yang dingin, tenang, namun tajam.

Dan....

Bibirnya tersenyum tipis...

Lalu ia masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya.

1
Marta Quispe
Suka banget!
Deni Komarullah: Wah... Terima kasih Kak... Dukung terus ya... ☺️☺️☺️
total 1 replies
Gusti Raihan
Ditunggu kelanjutannya!
Deni Komarullah: Wah... Terima kasih sudah kasih komentar ya Kak... Oh iya, BAB 3 sudah rilis Kak... Selamat membaca ya...
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!