JANGAN KE SANA!
Sebuah desa terpencil di kaki Gunung Lanjani, hiduplah sepasang suami istri dengan seorang anak gadisnya yang sudah berusia dewasa. Sang Ayah memberi nama kepada anak semata wayangnya itu, Anjani. Sang Ayah bekerja sebagai seorang petani. Dan Sang Ibu bekerja sebagai pedagang sayuran hasil dari ladang suaminya atau hasil dari tetangga yang pekerjaannya sama dengan suaminya.
Mereka hidup secara sederhana selayaknya kehidupan di desa. Namun kehidupan mereka penuh dengan kebahagiaan dan kewibawaan. Pasalnya, ayah Anjani selain bekerja sebagai seorang petani, dia juga merupakan kepala adat desa, atau bisa dibilang sesepuh desa yang sangat dihormati oleh seluruh penduduk desa itu. Dan ibu Anjani adalah seseorang yang baik hati kepada siapapun.
Anjani tumbuh dalam lingkungan adat istiadat yang kental. Setiap gerak-gerik dan tutur langkahnya selalu diajarkan tata krama yang baik oleh ke dua orang tuanya. Ditambah lagi, Anjani diharapkan mampu untuk menjadi pewaris segala keilmuan sang ayah.
Anjani merupakan gadis yang cantik jelita. Setiap lelaki bujang yang melihatnya pasti ada rasa tertarik untuk melamarnya. Ditambah dengan segala perilaku Anjani yang dididik dengan tata krama serta pemahaman adat istiadat yang kental, membuatnya menjadi primadona setiap lelaki di sana. Ayah dan Ibu Anjani sangat menyayangi dan rela memberikan apapun untuk anak gadis semata wayangnya itu. Bahkan, memberikan 'sesuatu' yang mungkin Anjani akan berat untuk menerimanya kelak.
*****
Di suatu pagi yang cerah, seperti biasa Ayah Anjani pergi ke ladang. Dan Anjani membantu Ibunya di rumah, terkadang hanya membantu pekerjaan rumah atau membantu Ibunya berdagang sayuran ke pasar di desa sebelah. Namun kali ini, Anjani diminta oleh Ibunya untuk membantu membersihkan rumah saja. Padahal biasanya saat Ibunya hendak ke pasar Anjani ikut membantu.
"Anjani, hari ini kamu di rumah saja ya nak, biar Ibu saja yang pergi ke pasar." Ucap sang Ibu.
Anjani agak merasa heran. Dan bertanya, "Biasanya Ibu selalu aku bantu ke pasar, atau Ibu lagi tak banyak dagangan?"
"Tak apa-apa nak, Ibu hari ini sendiri saja ke pasar. Kamu di rumah saja. Tolong bersihkan halaman rumah ya nak." Pinta sang Ibu kepada Anjani.
Anjani sebagai anak yang berbakti kepada ke dua orang tuanya, tak bisa membantah. Dan akhirnya dia menuruti permintaan Ibunya untuk di rumah saja hari ini. Meskipun Anjani tau bahwa dagangan Ibunya tetap banyak seperti biasanya.
Tak lama setelah ibunya berangkat ke pasar untuk berdagang, Anjani segera membersihkan seisi rumah. Menyapu setiap sudut hingga tak terlewatkan sedikitpun. Termasuk juga membersihkan halaman rumah sesuai perintah ibunya.
Srek... Srek... Srek... Srek...
Anjani mulai membersihkan halaman rumah yang cukup luas. Halaman itu dipenuhi oleh dedaunan yang jatuh dari beberapa pohon di sekitar rumahnya yang terbawa angin. Namun ada satu pohon yang cukup besar di sudut halaman rumah Anjani. Pohon beringin itu selalu saja menjadi sumber banyaknya sampah daun yang berjatuhan.
Namun pagi itu, meski dengan cuaca yang cerah dan sejuk, Anjani merasakan sesuatu yang berbeda. Suasana menjadi lebih hening. Dan udara menjadi lebih dingin tak seperti biasanya. Bahkan angin dingin yang berhembus pelan mampu menembus kulitnya. Benar-benar suasana yang tak seperti biasanya dia rasakan.
Anjani terus membersihkan halaman. Dengan sabar dia membersihkan seluruh sisi halaman rumahnya. Saat dirinya hendak membersihkan bagian bawah dari pohon beringin itu, seketika sekujur tubuhnya merinding halus. Perasaan yang aneh merasuk ke dalam hatinya.
"Ada apa ini?" Sambil dia mengusap-usap tangan dan pundaknya. Berusaha mencerna apa yang sebenarnya dia rasakan. Semakin ia merasakan, semakin aneh.
Ketika Anjani memperhatikan pohon beringin yang ada di hadapannya itu, tiba-tiba secara samar, halus, ada suara yang memanggilnya.
"Anjani..."
Saat ia mencoba mencari suara yang memanggilnya itu, dirinya seperti melihat sesuatu yang tak biasa. Ada sesosok makhluk yang mengintip dari balik batang besar pohon beringin di hadapannya. Namun sosok itu bukanlah manusia.
Anjani melihat sosok seperti kepala. Namun dengan wajah yang mengerikan. Rambutnya berantakan. Dengan gigi taring panjang yang keluar dari dalam mulutnya. Lidahnya menjulur ke luar. Matanya melotot menyala. Dengan ke dua tangan yang memegangi batang pohon beringin itu, kukunya sangat panjang dan tajam.
Seketika itu juga Anjani bergidik ngeri. Dia tinggalkan sapu dan sisa sampah yang belum sempat dia bersihkan. Ia langsung berlari menuju ke dalam rumah. Ditutup rapat-rapat pintu rumahnya. Dan Anjani berdiri terpaku di balik pintu. Mencoba mengatur nafas.
"Anjani... hahahaha..."
Suara itu terdengar lagi memanggilnya dengan tawa berat yang menyeramkan. Anjani semakin ketakutan dan dua kakinya tak bisa digerakkan. Sekujur tubuhnya terpaku di balik pintu.
Tak lama kemudian, dari dalam rumah, Anjani teralihkan perhatiannya ke arah kamar sang Ayah. Pintunya tiba-tiba terbuka dengan sendirinya.
Krieeeet....
Anjani lantas memperhatikan ke arah pintu kamar sang Ayah. Kamar itu tak ada jendela sehingga terlihat lebih gelap dari ruang lainnya meskipun di siang hari.
"Anjani..." Suara itu terdengar kembali. Namun kali ini berasal dari dalam kamar sang Ayah. Jantungnya semakin berdegup kencang, nafasnya semakin tak karuan, dan sekujur tubuhnya semakin terasa kaku tak mampu digerakkan.
Suara itu terus terdengar memanggil namanya dengan lebih jelas. Sejurus kemudian, tampaklah sosok mengerikan yang Anjani lihat di balik pohon beringin, sekarang ada di dalam kamar Ayahnya. Menatapnya dengan bola mata melotot menyala, dengan tubuh setinggi pintu kamar.
"Kemarilah... Anjani... Mendekatlah..."
Sosok itu memanggil Anjani dengan suaranya yang mengerikan. Dan tak lama kemudian, tubuh Anjani tiba-tiba bergerak dengan sendirinya. Seolah dikendalikan oleh sosok itu. Anjani mendekat perlahan. Namun dirinya masih sadar dan dalam ketakutan yang semakin hebat. Tapi, sekuat apapun pikirannya mencoba memerintah tubuhnya supaya tak mendekat, tubuhnya tetap saja mendekati sosok itu.
Anjani sekarang semakin dekat dengan sosok yang ada di dalam kamar Ayahnya. Dan pintu kamar tertutup dengan sendirinya. Kini Anjani berhadapan langsung dengan sosok mengerikan itu.
Tangan dengan kuku panjang membelai pipi kanan Anjani. Sementara tangan kirinya memegang kepala Anjani. Wajah sosok mengerikan mendekat ke wajah Anjani. Hingga dua mata mereka saling bertatapan.
Seketika itu juga, ke dua mata Anjani berubah. Menyala merah. Menyala seperti dua mata sosok itu. Pikiran Anjani tak lagi sadar. Tubuhnya tak lagi ketakutan. Sosok itu sudah mengendalikan Anjani.
Dari mulut sosok itu, terdengar ucapan-ucapan dengan bahasa kuno. Yang bahkan Anjani sendiri tak pernah mendengarnya. Ucapan seperti mantra sakral. Tanpa sadar Anjani mengikuti ucapan sosok itu. Mengikuti setiap ucapannya dengan tepat.
Ketika sosok itu selesai mengucapkan mantra-mantra itu, ia melepaskan tangannya dari kepala Anjani. Dan perlahan, sosok itu mundur, menghilang dalam kegelapan kamar sang Ayah.
Anjani masih berdiri dengan mata menyala merah, perlahan cahaya merah itu meredup, lalu dalam pandangan Anjani, segalanya menjadi gelap, sangat gelap....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments