Setelah kepergian Dean, sahabatnya, Nando dihadapkan pada permintaan terakhir yang tidak pernah ia bayangkan, menikahi Alea, istri Dean. Dengan berat hati, Nando menerima permintaan itu, berharap bisa menjalani perannya sebagai suami dengan baik.
Namun, bayangan masa lalu terus menghantuinya. Arin, wanita yang pernah mengisi hatinya, masih terlalu nyata dalam ingatannya. Semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat perasaan itu mencengkeramnya.
Di antara pernikahan yang terjalin karena janji dan hati yang masih terjebak di masa lalu, Nando harus menghadapi dilema terbesar dalam hidupnya. Akankah ia benar-benar mampu mencintai Alea, atau justru tetap terjebak dalam bayang-bayang Arin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Mabok?
"Istri kamu di mana, Kak?" tanya Bianca pelan, namun dengan nada yang penuh tekanan. Tatapannya tajam, mengunci wajah Nando yang baru saja pulang pukul delapan pagi dalam keadaan lelah dan kusut.
"Udah tiga hari aku nggak lihat dia," lanjutnya, mencoba menggali lebih dalam.
"Menurut agama, kalau udah pisah ranjang cukup lama, itu bisa termasuk cerai, lho, Kak." Bianca sengaja menekankan kata cerai sambil memperhatikan reaksi kakaknya.
"Apa jangan-jangan Kak Nando sama perempuan itu lagi berantem?" lanjutnya dengan nada menggoda.
"Bagus, deh, kalau gitu..."
Wajah Nando berubah seketika. Matanya menajam menatap adiknya.
"Pak Darma bilang kamu pulang jam satu pagi kemarin. Kamu dari mana?" tanyanya, kali ini dengan nada tinggi, menyela kalimat Bianca.
"Jangan bawa-bawa urusan rumah tangga Kakak kalau kamu sendiri nggak bisa jaga diri!" bentaknya. "Kakak tanya sekali lagi. Kamu dari mana semalam?!"
"Bukan karena Kakak nggak ada di rumah, jadi kamu bisa seenaknya pulang subuh!" lanjutnya dengan suara makin tinggi.
"Mau Kakak pukul kamu, Bi?" Tatapannya menusuk. Wajahnya menunjukkan amarah yang nyaris tak bisa dibendung.
"Selama kamu masih tinggal di rumah ini, kamu ikut aturan yang Kakak buat! Pulang subuh? Mau jadi perempuan kayak apa kamu, hah?"
"Jangan bego!" tegasnya.
Bianca hanya terdiam. Pandangannya jatuh ke lantai.
"Sekali lagi Kakak peringatin, jangan pernah bahas soal rumah tangga Kakak lagi. Itu bukan urusan kamu."
"Urusin diri kamu sendiri dulu. Udah bener atau belum."
Tanpa berkata lebih, Nando membalikkan badan dan naik ke lantai atas menuju kamarnya. Meninggalkan Bianca yang masih tetap diam di tempat.
--
06.30
Jojo tiba-tiba menarik selimut yang membungkus tubuh Alea, lalu meraih tangan sahabatnya itu dengan kasar.
"BANGUN GAK LO!!!" teriaknya, setengah frustrasi.
"Mama..." Alea merengek setengah sadar, menarik kembali selimutnya.
"Mama-mama pala lo peang! Bangun gak, Al!" omel Jojo, makin kesal.
Alea perlahan membuka matanya. Pandangannya masih buram, lalu fokus pada Jojo yang berdiri di depannya, kedua tangan wanita itu di pinggang. Alea yang melihat itu refleks langsung mendudukkan badannya tegak.
"Lo ngapain di kamar gue?" tanyanya kaget.
"Pusing..." keluhnya, sambil meremas rambutnya sendiri.
Jojo yang mendengar itu langsung mendudukkan badannya di kasur, tepat di hadapan Alea, menatap sahabatnya dengan ekspresi tak percaya.
"Lo tuh... GACOR apa GILA sih, hah?"
"Sumpah ya... di antara semua kemungkinan yang ada di dunia ini, gue gak nyangka banget... Pak Giovano Abraham, bos gue yang cuek dan tampan itu, bisa datang ke rumah gue. Malam-malam. Bawa LO!"
"Terus... hubungannya sama gue apa?" tanya Alea polos, masih bingung.
"HUBUNGANNYA APA??" Jojo menatap Alea tajam. "Lo gak inget? Serius lo gak inget kejadian tadi malam? Lo amnesia? Kesurupan? Ganti otak??"
"Gue gak inget apa-apa... emangnya kenapa?" gumam Alea pelan.
"Bahkan jas Pak Gio sekarang ada di rumah gue, Alea! Karena dia minjemin ke lo biar lo gak kedinginan!"
"Jo, lo ngomong apaan sih... gue pusing... Gio siapa? Gue gak kenal. Gio tetangga lo?"
"STOP manggil dia Gio. Hormat dikit, panggil dia Pak Gio. Dia tuh bos kita, BEGO."
Alea terdiam. Jojo mendekat, menatapnya intens.
"Lo tuh parah banget. Masa gak ngenalin bos sendiri? Dia tuh bos kita yang selalu gue ceritain ke lo, yang ganteng itu loh, yang punya aura suami idaman!!"
"Dan lo tau gak, semalem... lo bikin gue shock! Dan bukan shock biasa ya, SHOCK SE-SHOCK-SHOCK-NYA." ucap Jojo dramatis.
"Bayangin aja, gue lagi nonton drakor jam sembilan malam, tiba-tiba... ada yang ngetuk pintu."
"Terus tau gak siapa yang ngetuk?"
"Siapa? Ibu kos lo?"
"PAK GIO!" serunya dengan nada tinggi.
"Dan... dan... dia BAWA LO ke kos-kosan gue, sialan!" lanjutnya sambil menunjuk Alea.
"Pak Gio bawa lo ke rumah gue dalam kondisi lo gak sadar, mabuk, jalannya sempoyongan kayak habis diputar di mesin cuci!"
Alea masih memegangi kepala, bingung dengan ucapan Jojo.
"Gue kan udah bilang, JANGAN PERNAH minum atau mabok lagi, Al! Sumpah ya, ngomong sama lo itu kayak ngomong sama hewan, batu, dan tembok. Gak ada gunanya, gak pernah didengerin!"
"Dan yang paling parah... sekarang Pak Gio udah liat lo dalam kondisi paling gak banget... dan dia nyelametin lo, bawa lo ke sini dengan selamat!"
"Untung aja dia punya nomor gue. Bayangin aja kalau misalnya dia gak kenal gue, bisa-bisa lo dibuang ke sungai, tau gak."
"Tapi gue gak mabok..." bantah Alea pelan.
"Pusing gak sekarang?" tanya Jojo cepat.
Alea mengangguk lemas.
"Nah, itu efek alkohol! Udah, gak usah ngeles. Lo mabok. Titik."
"Dan dari semua orang yang ada di muka bumi ini, kenapa harus Pak Gio yang nolongin lo waktu mabok."
"Kalau sampai Kak Nando tahu ini semua, fix, dia bakalan marah banget sama lo."
"Dan sekarang gue mulai kepikiran, gue minum apa sampai mabuk kayak gini."
"Udah jangan dipikirin. Sekarang, buruan siap-siap," ucap Jojo. "Gue kemarin kan udah bilang, di kantor kita bakalan ada kejutan di setiap tanggal 25 April."