Kevin Darmawan pria berusia 32 tahun, ia seorang pengusaha muda yang sangat sukses di ibukota. Kevin sangat berwibawa dan dingin ,namun sikapnya tersebut membuat para wanita cantik sangat terpesona dengan kegagahan dan ketampanannya. Banyak wanita yang mendekatinya namun tidak sekalipun Kevin mau menggubris mereka.
Suatu hari Kevin terpaksa kembali ke kampung halamannya karena mendapat kabar jika kakeknya sedang sakit. Dengan setengah hati, Kevin Darmawan memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, Desa Melati, sebuah tempat kecil yang penuh kenangan masa kecilnya. Sudah hampir sepuluh tahun ia meninggalkan desa itu, fokus mengejar karier dan membangun bisnisnya hingga menjadi salah satu pengusaha muda yang diperhitungkan di ibukota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alya menolak Kevin mentah-mentah
Kevin menatap jam ditangannya.Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Kevin menunggu Bane menjemputnya. Sebelum pergi, Bu Linda datang menemui Kevin dan memberikan sebuah amplop yang sudah usang.
"Tuan, aku menemukan ini di kamar nona Alya." ucap Bu Linda sambil menyerahkan pada Kevin.
Kevin mengernyit, lalu dengan pelan ia mengambil amplop yang sudah menguning itu. Ada tulisan tangan yang sangat familiar. Tulisan tangan kakeknya. 'Untuk cucuku Kevin dan Alya'.
Kevin menatap amplop itu lama, seolah benda kecil itu mendadak menjadi sangat berat di tangannya. Tulisan tangan itu... tak salah lagi. Itu tulisan tangan Kakek Daniel , orang yang sangat berjasa dalam hidupnya.
"Bu Linda, kau yakin ini ditemukan di kamar Alya?" tanya Kevin pelan, suaranya nyaris bergetar.
"Ya, Tuan. Saat aku membersihkan kamarnya, amplop ini terselip di antara tumpukan buku tua." Bu Linda mengangguk tegas.
Kevin mengangguk pelan, kemudian berterima kasih pada Bu Linda sebelum ia melangkah menuju ruang kerjanya. Ia duduk di belakang meja kerjanya, menatap amplop itu beberapa saat, seolah meminta keberanian pada dirinya sendiri.
Perlahan, ia membuka amplop itu. Di dalamnya, ada selembar surat dengan aroma kertas tua yang khas. Tulisan tangan Kakek Daniel masih setegas yang ia ingat. Dengan hati-hati, Kevin mulai membaca.
"Untuk cucuku tercinta, Kevin dan Alya".
Jika kalian membaca surat ini, berarti waktu telah mempertemukan kalian seperti yang selalu aku harapkan dan Alya kau pasti sudah berusia 20 tahun. Maafkan kakek tak bisa menemanimu.
Kalian berdua mungkin tidak tahu, tapi sebenarnya kalian terikat oleh sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar kebetulan. Alya bukan sekadar gadis yang kau temui, Kevin. Dia adalah bagian dari keluarga kita, bagian dari hidupmu Kevin.
Dulu, aku dan temanku,Rudd (kakek Alya) memutuskan untuk menjodohkan kalian berdua demi melanjutkan perusahaan milik ayah Alya yang saat ini kau pimpin Kevin.
Kevin, aku tahu dunia kita keras, tapi Alya membawa sesuatu yang sudah lama hilang dari keluarga kita: ketulusan.
Lindungilah dia. Jangan biarkan apa pun atau siapa pun menyakiti dia. Aku berharap kau menerima keputusanku di masa lalu dan menjadikan Alya sebagai istrimu.
Aku percaya padamu, cucuku."
Tangan Kevin bergetar saat ia selesai membaca. Ia mendongak, menatap langit-langit ruang kerjanya yang terasa tiba-tiba begitu menyesakkan.
"Alya... istri?."
Tiba-tiba semua sikap Alya, kesederhanaannya, ketulusannya... semua menjadi lebih berarti. Ia tak sekedar gadis biasa yang menarik perhatiannya. Ia adalah bagian dari hidupnya yang selama ini kosong.
Kevin tahu ia tidak bisa lagi berdiam diri.Ia harus melindungi Alya. Bukan hanya karena perintah dari kakeknya. Tapi karena hatinya sendiri telah memilih Alya sejak awal.
**
Bane mengetuk pintu pelan, lalu masuk tanpa menunggu perintah.
"Tuan, mobil sudah siap."
Kevin melipat surat itu dengan hati-hati, memasukkannya ke dalam jasnya. Wajahnya kini berubah. Tidak lagi ragu. Tidak lagi bimbang.
"Kita ke toko bunga." katanya tegas.
Dalam hatinya, Kevin berjanji: apa pun yang terjadi, ia tidak akan membiarkan Alya hidup sendiri dengan beban yang ditanggungnya. Ia ingin mengembalikan semua Aset milik ayahnya.
Kini tujuan Kevin hanya Alya. Kevin ingin membawanya kembali ke rumah itu. Rumah yang seharusnya milik nya. Kevin sudah cukup menunggu kepastian dari Alya. Kini ia memantapkan diri untuk menemuinya.
Setelah hampir menempuh perjalanan panjang,akhirnya Kevin sampai di depan toko bunga dimana Alya berada. Ia bergegas turun untuk menemui Alya.
Kevin melangkah cepat menuju toko bunga itu. Hatinya berdegup kencang, entah karena kegelisahan atau semangat yang mendesak ingin segera melihat Alya. Dari kejauhan, ia melihat sosok gadis itu sedang menyusun bunga di etalase. Cahaya matahari pagi memantul di rambut Alya yang tergerai, membuatnya tampak semakin bersinar.
Namun sebelum Kevin sempat mendekat, matanya menangkap sesuatu yang membuat langkahnya terhenti. Seorang pria,Rio berdiri tak jauh dari Alya. Tatapannya tertuju pada Alya, Wajah Kevin mengeras. Ia mengenali pria itu. Rio, salah satu sahabat lamanya... dan juga kenalan Soraya.
"Rio?."
Kevin mengepalkan tangannya erat-erat. Ia tahu, kalau Rio ada di sini, itu bukan kebetulan. Apalagi pria itu dikenal dekat dengan Soraya. Kevin mempercepat langkahnya, melewati beberapa pejalan kaki yang sibuk lalu lalang di depan toko.
"Rio!" panggil Kevin lantang.
Rio, yang sejak tadi memperhatikan Alya, terkejut mendengar suara Kevin. Tatapannya langsung beralih pada Kevin, dengan senyum tipis yang dipaksakan seolah-olah kehadirannya tidak ada kaitannya dengan niat buruk apa pun.
"Kevin," balas Rio, mencoba bersikap santai.
"Sudah lama kita tidak bertemu."
Kevin mendekat, berdiri hanya beberapa langkah dari Rio. Matanya tajam, penuh kecurigaan.
"Apa yang kau lakukan di sini?" desak Kevin tanpa basa-basi.
Rio melirik sekilas ke arah Alya, yang kini juga memperhatikan mereka dengan ekspresi sama-sama terkejut. Kemudian dengan santai Rio berkata,
"Hanya lewat. Tidak salah, bukan? kalau aku mengagumi toko bunga yang cantik ini?"
Kevin mengertakan giginya, menahan emosi yang menggelegak. Ia tahu Rio berbohong. Ia tahu Soraya pasti mengirimkan Rio untuk mengawasi atau bahkan mengancam Alya.
"Kau di sini karena Soraya,bukan? Kalau kau berani menyentuhnya ,aku tak akan melepaskan mu," ujar Kevin dingin, nadanya penuh peringatan.
Rio tersenyum kecil, lalu mengangkat tangan menyerah.
"Tenang saja, Kevin. Aku tidak berniat macam-macam."
Ia mundur beberapa langkah, namun sebelum pergi, ia sempat menatap Alya dengan pandangan yang sulit diartikan seperti sebuah ketertarikan.
Kevin menunggu sampai Rio benar-benar menghilang dari pandangannya sebelum berbalik menghadap Alya. Gadis itu masih berdiri di tempat, menatap Kevin dengan campuran rasa terkejut dan bingung.
"Anda?" tanya Alya, suaranya gemetar halus.
Kevin mendekat, menatap pada Alya yang tampak terkejut.
"Kita harus bicara, tapi bukan si sini" ucapnya serius.
Alya mengernyit,merasa aneh dengan sikap Kevin kala itu.
"Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan,Tuan."ketus Alya sambil pura-pura menyibukkan diri
Kevin menutup matanya pelan lalu menarik tangan Alya ikut bersamanya. Kevin segera membawa Alya menuju mobil yang terparkir tak jauh dari sana. Bane sudah menunggu di kursi kemudi, segera membukakan pintu belakang untuk mereka.
" Apa yang Anda lakukan? Lepas kan saya Tuan!"pekik Alya.
Kevin tak menggubris,memaksa Alya untuk masuk ke mobil.Hingga Alya hanya bisa menurut. Begitu mereka duduk di dalam mobil, Kevin menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur emosinya.
"Alya,"
Kevin mengeluarkan amplop kuning dari saku jasnya. Ia menatap gadis itu dalam-dalam.
"Ada sesuatu yang harus kau tahu. Tentang kita. Tentang masa depan kita."
Alya memandang amplop itu dengan bingung ,bagaimana bisa Kevin menemukannya.
"Amplop ini..." lirihnya
Kevin membuka amplopnya perlahan, memperlihatkan surat tulisan tangan Kakek Daniel.
"Ini surat dari kakekku," ujar Kevin.
Alya menatap Kevin, Kevin mengangguk kecil. Suaranya bergetar sedikit saat ia melanjutkan,
"Kita... sebenarnya sudah dijodohkan sejak lama, Alya. Ini semua sudah direncanakan oleh kakek-kakek kita. Mereka berharap kita bersama."
Alya menatap Kevin, matanya membelalak tak percaya.
"Dijodohkan? Aku... aku tidak mengerti..."
Kevin tersenyum tipis, penuh kepedihan.
"Aku juga baru tahu, Alya."
Alya terdiam. Dadanya sesak. Ia tidak tahu harus merasa bagaimana terkejut, tersentuh, atau takut.
Kevin menggenggam tangannya erat. Alya langsung menarik tangannya. Kevin hanya bisa menghela nafas lalu berkata:
"Alya," ucapnya dengan suara berat,
"Aku ingin kau kembali. Bukan karena surat ini. Tapi karena aku... mencintaimu."
Sebuah keheningan panjang mengisi ruang mobil.
Alya menunduk, air matanya mulai menggenang. Bukan karena ucapan Kevin,lebih dari itu,Alya teringat sosok kakeknya. Ia perlahan mengangkat wajahnya, menatap Kevin dengan mata berkaca-kaca.Namun kebencian,rasa sakit hati masih menyelimutinya.
"Saya masih butuh waktu, Tuan," bisiknya jujur.
"Aku tak ingin menunggu lagi. Aku hanya ingin kepastian ."
Alya meremas ujung apronnya. Lalu Alya menatap Kevin dengan tatapan tegas lalu berkata:
"Maaf Tuan,saya sudah memutuskan... jika saya tidak ingin lagi terlibat apa pun dengan Anda.Dan..saya berharap Anda tidak lagi menemui dan mengganggu saya."
"Saya tak bisa membalas perasaan Anda."
Alya langsung turun dari mobil itu tanpa menunggu jawaban Kevin.
Cinta datang tanpa qta sadari,, dia tumbuh d dlm hati dlm kelembutan dan kasih sayang...,, bila kau memaksanya utk tumbuh dan d sertai dgn ancaman atwpun kebohongan ,, cinta itu akan berbalik menjauhimu.... Jangan lakukan sesuatu yang akan semakin membuatmu menyesal lebih dalam lagi tuan Kevin.
Tapi,, ga ap2 sih biarlah semua mengalir apa adanya,, biar waktu yg akan mengajarkan kedewasaan,, kebijaksanaan dan kesabaran serta keikhlasan utk Alya dan tuan Kevin. Karna aq yakin...,, mau kemana pun kaki melangkah,, dia tetap tau dimana rumahnya,, kemana pun hati akan berselancar,, dia akan tetap tau dimana rumah utk kembali.
Trus,, pelan2 dekati alyanya...,, jangan maksa2....,, ntar Alya kabur lagi.
Tapi,, Alya jangan mau d ajak pulang sama tuan Kevin yaaa,, Krn masih ad si ular Soraya d rumah.