NovelToon NovelToon
Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Spiritual / Budidaya dan Peningkatan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan / Summon
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Kang Sapu

"Urgh... k-kurang ajar! B-bajingan!" gumam Lingga lirih. Tubuhnya semakin lemas dan kesadarannya semakin memudar. "A-apa aku akan... mati?"
Seorang bartender muda yang bergumul dengan utang dan cinta buta bernama Lingga, mengira hidupnya sudah cukup kacau. Tapi, semuanya berubah drastis dalam satu malam yang kelam. Saat hendak menemui pacarnya, Lingga menjadi korban pembegalan brutal di sebuah jalanan yang sepi, membuatnya kehilangan motor, harta benda, dan akhirnya, nyawanya.
Namun, takdir punya rencana lain. Di ambang kematian, Lingga terseret oleh lingkaran cahaya misterius yang membawanya ke dunia lain, sebuah dunia asing penuh kekuatan magis, monster, dan kerajaan-kerajaan yang saling bertarung. Terbangun dengan kekuatan yang belum pernah ia miliki, Lingga harus mempelajari cara bertahan hidup di dunia baru ini, menghadapi ancaman mematikan, dan menemukan arti hidup yang sesungguhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kang Sapu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 19

Malam menggantung di langit dengan bintang-bintang yang enggan bicara. Angin bertiup lembut membawa aroma bunga sedap malam dari taman rumah-rumah di perumahan elite itu. Di salah satu rumah paling megah, seorang gadis cantik tampak mondar-mandir gelisah di teras depan yang diterangi lampu dinding berwarna kuning hangat.

Rambut panjang hitamnya tergerai rapi, gaun satin warna biru tua membungkus tubuh semampainya dengan anggun. Tumit sepatunya yang ramping berdetak pelan di lantai keramik, mengiringi langkah bolak-balik yang semakin resah.

"Lingga… kamu ke mana sih?" gumamnya pelan, matanya terus menatap layar ponsel di tangan. Layar itu menunjukkan angka yang sama: Panggilan dibatalkan.

Sudah hampir sepuluh kali ia menelepon. Tak satu pun diangkat. Bahkan pesan singkat pun tak dibalas.

Jam digital di dinding ruang tamu rumahnya terlihat jelas dari tempat Nayla berdiri dan menunjukkan pukul 21.28 WIB. Sudah hampir satu jam ia menunggu dijemput.

"Biasanya dia selalu tepat waktu," Nayla bergumam. "Jangan-jangan… jangan-jangan dia kenapa-kenapa lagi?" Wajah cantiknya berubah cemas.

Saat itu juga, sebuah mobil SUV hitam melambat dan berhenti tepat di depan pagar rumah. Nayla menoleh cepat, sejenak berharap itu Lingga. Tapi, yang keluar dari mobil adalah seorang wanita berusia sekitar 45 tahun, berpakaian kerja dengan raut wajah lelah.

"Mama…" ucap Nayla, segera berjalan menghampiri wanita itu. "Mama sudah pulang... tumben agak awal."

"Iya, kebetulan pekerjaan mama sudah selesai cepat tadi." Wanita yang dipanggil mama itu tersenyum tipis. "Sayang, kamu belum pergi juga? Bukannya tadi katanya mau keluar sama Lingga?"

Nayla membuka pagar dan membantu mamanya masuk. "Iya, Ma… aku udah dandan dari tadi. Tapi Lingganya belum datang juga. Udah hampir satu jam aku nunggu."

Mamanya mengernyit. "Hah? Kenapa nggak ditelepon?"

"Udah Ma... udah hampir sepuluh kali malah. Tapi HP-nya mati. Kayaknya nggak aktif."

Sang mama menatap wajah anaknya yang tampak kecewa dan cemas. Ia mengelus pelan pundak Nayla. "Ya udah, masuk dulu yuk, udaranya dingin. Nanti kamu malah masuk angin, loh."

Nayla sempat ragu, tapi akhirnya mengangguk. "Iya deh…"

Mereka berdua berjalan masuk ke rumah yang luas itu. Lampu-lampu ruangan menyala temaram, menambah kesan tenang namun terasa kosong. Nayla melepas sepatunya, duduk di sofa ruang tengah sambil tetap menatap ponselnya.

"Tumben banget dia kayak gini… biasanya dia selalu konfirmasi kalau telat lima menit aja."

Mamanya duduk di sampingnya, meletakkan tas kerja dan menyandarkan tubuhnya. "Mungkin aja dia lagi ada urusan mendadak, atau baterainya habis."

"Tapi nggak ada kabar sama sekali, Ma…" suara Nayla mulai lirih. "Aku jadi kepikiran… jangan-jangan dia kecelakaan atau apa."

"Eh, eh, jangan ngomong yang aneh-aneh dulu. Kamu ini… jangan langsung mikir yang buruk. Tenangkan pikiranmu. Nanti malah kamu yang stres sendiri."

Nayla memejamkan mata sejenak. Ia tahu mamanya benar. Tapi rasa tak tenang itu terus menggelayuti dadanya.

Dalam hatinya ia bertanya-tanya: Ke mana Lingga? Kenapa menghilang tiba-tiba? Kenapa sekarang… saat ia begitu menantikan malam ini?

Nayla meraih ponselnya lagi, mencoba menelepon sekali lagi. Tapi tetap, hanya nada tunggu yang terdengar hingga akhirnya terputus sendiri.

Ia memeluk lututnya, menyandarkan kepala ke lutut dan berbisik pelan, "Kamu ke mana sih, Lingga...?"

*

Detik demi detik berlalu tanpa kepastian. Menit mengalir perlahan seakan mengejek. Jam terus berdetak dengan ritme tak peduli. Kini, pukul 22.56 terpampang di layar ponsel Nayla.

Tapi Lingga belum juga datang.

Ponsel di tangan Nayla sudah terasa dingin. Ia tak lagi menghitung berapa kali mencoba menghubungi Lingga. Nada sambungnya pun sudah seperti denting kemarahan yang menampar perasaannya. Tak diangkat. Tak ada kabar. Tak ada pesan.

Di ruang tidurnya yang luas dan rapi, Nayla berdiri di depan cermin besar. Gaun biru tua yang tadi begitu indah kini terasa menyesakkan. Ia menatap dirinya sendiri dengan mata yang lelah—tak hanya oleh waktu, tapi juga oleh harapan yang terus-menerus dikhianati.

"Udah... cukup," desisnya lirih. "Aku capek nungguin!"

Ia membuka ritsleting di punggung gaunnya dengan gerakan cepat, lalu melepaskan gaun itu dan melemparkannya ke tempat tidur. Kini ia hanya mengenakan pakaian dalam sebelum mengambil piyama satin berwarna peach dari lemari.

Dengan gerakan malas, ia mengenakannya. Hatinya terasa perih. Bukan karena marah—tapi karena kecewa.

Ia duduk di tepi ranjang, menarik selimut ke pangkuan, lalu meraih ponselnya lagi. Hanya untuk menatap layar kosong tanpa notifikasi. Tidak ada nama "Lingga" di situ.

"Kamu kenapa sih...?" gumamnya lagi. "Apa aku sebegitu nggak pentingnya buat kamu malam ini? Padahal kamu sendiri yang sudah janji ke aku!"

Air mata tidak turun, tapi matanya mengabur. Ia terlalu kecewa untuk menangis.

Tiba-tiba, pintu kamarnya diketuk pelan. Sejurus kemudian, kepala sang mama menyembul dari balik pintu, sudah mengenakan daster tidur dan ikat rambut santai.

"Nayla… belum tidur juga?" tanya sang mama, matanya langsung menangkap ekspresi murung putrinya.

Nayla tak menjawab. Ia hanya menggeleng pelan, lalu kembali menatap kosong ke layar ponsel.

Sang mama masuk ke dalam dan duduk di sebelah Nayla. Ia meraih tangan anak gadisnya dan menggenggamnya hangat.

"Masih kepikiran soal Lingga, ya?"

Nayla mengangguk. Kali ini suaranya bergetar saat bicara. "Aku nungguin dia hampir dua jam lebih, Ma. Tapi dia nggak muncul juga. Nggak ada kabar, nggak ada penjelasan. Ini bukan Lingga yang biasanya aku kenal…"

Ibunya menarik napas panjang. "Mungkin dia lagi ada hal penting. Bisa jadi sesuatu yang nggak dia rencanakan."

"Tapi kenapa harus diam-diaman, Ma? Cuma satu chat aja, satu detik aja buat bilang 'Maaf aku nggak bisa datang', itu cukup. Tapi ini… nggak ada sama sekali."

Sang ibu mengusap kepala Nayla lembut. "Kadang, orang punya alasannya sendiri. Kita cuma bisa menunggu dengan sabar… dan mendoakan dia baik-baik saja."

Nayla akhirnya bersandar di bahu ibunya. "Aku khawatir, Ma… jujur aja aku takut terjadi apa-apa sama dia."

"Mama ngerti, Sayang. Mama tahu kamu sayang sama dia." Ibunya menatap wajah putrinya yang sudah mulai memerah karena menahan emosi. "Tapi kalau kamu terus nyiksa diri sendiri begini, Mama yang sakit hati lihatnya."

"Maaf ya, Ma… aku cuma…" suara Nayla mengecil. "Nggak ngerti kenapa rasanya sesakit ini."

"Itu tandanya kamu benar-benar sayang. Tapi ingat, cinta juga butuh logika. Kalau dia punya penjelasan, kasih dia kesempatan buat menjelaskan. Kalau dia memang salah… kamu juga berhak kecewa."

Nayla mengangguk, lalu menarik napas dalam-dalam. Ia bersandar di pelukan ibunya untuk beberapa saat, seolah mencari kehangatan dan ketenangan yang selama ini hanya bisa diberikan oleh satu orang yakni sang ibu.

"Besok Mama kerja pagi, ya?" Nayla bertanya pelan. "Bisa temenin aku bentar nggak, Ma?"

"Iya, kamu tenang saja. Mama bakal nemenin kamu..."

Mereka tertawa kecil bersama. Keduanya tahu bahwa malam ini tak akan mudah dilupakan. Tapi, di balik kesunyian malam itu, tak satu pun dari mereka tahu. Karena Lingga tidak sedang berada di dunia ini.

Di saat Nayla tengah asik mengalihkan pikirannya tentang Lingga dengan bercengkrama bersama sang bunda, ponsel yang ia letakkan tiba-tiba berdering. Nayla mengangkat ponsel berwarna cerah itu dan melihat sebuah nama yang membuatnya seketika terkejut. Dengan sigap ia langsung mengangkat panggilan telepon itu.

"H-halo?"

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!