Terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak pernah dia impikan membuat kehidupan Anik Saraswati menjadi rumit.
Pernikahannya dengan seorang dokter tampan yang bernama Langit Biru Prabaswara adalah sebuah keterpaksaan.
Anik yang terpaksa menjadi mempelai wanita dan Dokter Langit pun tak ada pilihan lain, kecuali menerima pengasuh putrinya untuk menjadi mempelai wanita untuknya membuat pernikahan sebuah masalah.
Pernikahan yang terpaksa mereka jalani membuat keduanya tersiksa. Hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka.
Jika ingin membaca latar belakang tokoh bisa mampir di Hasrat Cinta Alexander. Novel ini adalah sekuel dari Hasrat Cinta Alexander
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Bisa Menolak
Jam sift untuk karyawan butik mulai berganti. Sore pukul empat sore Anik bersiap untuk mengakhiri pekerjaannya. Sore ini, dia sudah meminta izin untuk pulang setengah jam lebih awal agar tidak terlambat, dia bermaksud akan memeriksakan kandungannya.
" Nik, kok buru-buru amat?" tanya Rini yang selalu menjadi pasangan siftnya.
"Nggak juga, Mbak. Cuma aku ingin periksa kandungan." jawab Anik dengan lirih karena semua orang belum tahu tentang kehamilannya.
" Sendiri? Atau mau aku anterin?" tanya Rini yang merasa kasian dengan Anik. Setiap membayangkan Anik yang masih terlihat remaja itu hamil seorang diri, hatinya merasa tidak tega.
" Terima kasih, Mbak. Tapi kayaknya aku pergi sendiri saja." jawab Anik. Dia merasa tidak enak karena terus merepotkan Rini.
Setelah membereskan semuanya, Anik dan Rini pun berjalan keluar dari butik. Suasana, di luar memang terlihat berawan, meskipun tidak nampak gelap tapi sinar mentari tak nampak karena tertutup awan.
" Kamu naik taksi,kan?" tanya Rini yang mengkhawatirkan Anik.
" Iya, aku naik taxi takut tiba-tiba hujan turun." jawab Anik.
Keduanya menghentikan langkah saat sebuah mobil Pajero berhenti tepat di depan keduanya. Pria gagah yang masih mengenakan seragam dinas kantor bea cukai itu berjalan menghampiri keduanya.
Rini menyenggol lengan Anik saat tatapan pria tampan dan gagah itu tertuju pada sebelahnya.
" Aku balik dulu, ya!" ucap Rini sambil melirik Anik dan tersenyum kecil.
" Mbak..." Anik mencoba menahan Rini tapi wanita itu nyelonong pergi begitu saja sedangkan Biru sudah semakin mendekat padanya.
" Hae...".sapa Biru, Pria berambut cepak itu dengan rahang wajah yang kokoh itu tersenyum ke arah Anik.
Anik hanya mengangguk, dia merasa canggung saat pria itu menghampirinya.
" Aku ingin menagih hutang padamu!" ucap Biru dengan terus menatap wanita berwajah manis di depannya.
" Maaf saya tidak bisa, Mas. Saya ada janji malam ini." jawab Anik.
" Dengan pacar?" tanya Biru penuh selidik. Pria itu semakin penasaran dengan penolakan Anik.
" Kamu sudah punya pacar?" cecar Biru terlihat begitu Antusias.
Anik hanya menggeleng menjawab pertanyaan pria itu. Wanita itu pun menundukkan pandangan saat pria itu menatapnya begitu lekat.
"Bagaimana jika aku antar pulang saja, lihatlah cuaca mulai mendung!" bujuk Biru, sorot matanya begitu menuntut hingga Ambar tak bisa menolak.
" Ayo...!" Dengan bersemangat Biru berjalan menghampiri mobilnya, membukakan pintu depan untuk Anik.
Sementara itu, Anik tersenyum canggung pada pria gagah itu saat dia akan masuk ke dalam mobil. Anik masih merasa tidak terbiasa berdua seperti ini dengan pria.
Meskipun menampilkan wajah tenang, tapi sorot mata Biru seolah tak ingin berhenti melirik wanita di sebelahnya.
Di dalam mobil, keduanya pun membisu, hingga seketika keduanya langsung beradu pandang kemudian tersenyum, saat perut Anik terdengar minta diisi.
" Maaf." ucap Anik. Senyumnya tertahan karena merasa malu dengan pria yang kini masih menampilkan senyum tipisnya.
" Kita cari makan dulu, ya!" ajak Biru.
" Nggak..."
Tanpa mendengar penolakan dari Anik, Biru langsung membelokkan mobilnya ke sebuah cafe terdekat.
" Seharusnya tidak usah, Mas." ucap Anik.
Tapi tak lama kemudian, perutnya kembali berbunyi hingga biru menghentikan mesin mobilnya dan menatap lekat Anik.
Pria itu pun langsung turun dari mobil tanpa peduli kalimat Anik. Tak lama kemudian Anik pun ikut turun, dia merasa canggung dan sungkan saat berjalan bersama pria yang gagah dengan seragamnya itu.
"Kamu tinggal dengan siapa?" setelah keduanya memesan makanan.
" Saya tinggal sendiri." jawab Anik.
" Orang tuamu?" Biru malah semakin penasaran.
"Sudah lama kedua orang tua saya meninggal." lanjut Anik. Ada rasa iba setelah mendengar cerita Anik.
Biru pun terus bertanya seolah ingin mengetahui kehidupan Anik sebelumnya. Tapi, Anik seperti menutup diri dari mereka. Bahkan, sikapnya yang canggung menunjukkan betapa dia sangat berhati-hati dalam bersikap.
Tanpa disadari Anik, pria berkulit putih itu terus saja mencuri pandang ke arah wanita berwajah manis itu. Matanya yang indah, bibirnya mungil dan hidung mancungnya itu membuat Biru tidak bosan untuk menikmati guratan kecantikan dari wanita baby face itu.
###
Nikita membawakan makan malam ke ruangan Langit. Gadis itu benar-benar memuja pria berwajah timur tengah itu sejak dulu.
Berlahan dia membuka pintu ruangan Langit. Pria itu baru saja menanggalkan seragam secrubnya seusai kembali dari ruang bedah.
" Sayang, aku bawa makan malam untukmu!" ucap Nikita yang tahu jika akhir-akhir ini Langit sulit untuk menelan makanan.
" Terima kasih, Yang." jawab Langit kemudian duduk di meja kebesarannya.
Tapi, sungguh perutnya merasa sangat mual saat hidungnya menghidu aroma makanan yang dibawakan oleh wanita cantik di depannya.
" Ayo, dimakan, Lang! Aku sengaja beli soto betawi kesukaanmu." ujar Nikita.
Langit terlihat gelisah. Dia merasa mual karena makanan di depannya, sementara dia juga tidak enak dengan kekasihnya jika tidak memakannya.
" Nanti saja, aku makan, Nik." ujar Langit beralasan.
" Kamu masih tidak berselera? Kamu masih merasa tidak enak badan?" cecar Nikita, dia tahu jika pria yang tidak banyak bicara itu sering mengeluh mual dan tidak enak badan.
"Kemarin sempat medical checkup, cuma nggak ada masalah dengan kesehatanku." jelas Langit. Pria itu juga masih penasaran dengan kondisi tubuhnya karena sering merasa tidak nyaman.
" Mungkin kamu terlalu lelah dan stres, Lang. Sudahlah, jangan terlalu berambisi. Jika kita menikah kita tidak akan kekurangan apapun." ujar Nikita membuat Langit menatap gadis di depannya.
Entah kenapa akhir-akhir ini dia tidak ingat dengan hubungan mereka. Tapi, justru keinginannya untuk menemukan Anik semakin kuat, apalagi setelah terlintas dalam pikirannya dirinya terkena sindrom couvade.
Tapi jika benar, mantan istrinya itu hamil, dia pasti akan datang padanya. Tidak mudah menjalani hidup sebatang kara apalagi jika ternyata dia hamil, dia pasti akan kesulitan dalam menjalani hidupnya.
Hanya lulusan SMK dan mood serta tenaga orang hamil pun tidak seperti biasanya. Langit yakin Anik kan kesulitan meneruskan hidupnya, kecuali menemuinya untuk meminta pertanggung jawaban.
"Lang..." suara Nikita membuyarkan lamunan Langit. Pria itu tidak menyadari jika dirinya terus saja memikirkan keberadaan mantan istrinya.
" Iya." jawab Langit.
" Sebaiknya kamu cepat selesaikan urusan perceraian kamu, Lang. Aku yakin Papa akan segera meminta kita untuk menikah." desak Niki. Wanita itu tak ingin kehilangan Langit lagi. Apalagi jika sampai wanita pengasuh itu datang kembali, mungkin hubungan dirinya dan Langit akan salah di mata masyarakat.
" Iya, aku akan mengurus perceraianku." jawab Langit kemudian menyandarkan tubuhnya.
Saat itu dia begitu muda mengatakan talak pada Anik, tapi untuk menguruskan secara negara dia merasa enggan. Ada yang mengganjal dalam hatinya, saat mengingat Anik tak lagi menjadi istrinya.
Niki mendekati Langit, wanita itu memeluknya dengan girang, "terima kasih, Lang. Aku yakin kita akan menjadi pasangan yang serasi dan bahagia." lirih Nikita berbisik.