Sudah tahu tak akan pernah bisa bersatu, tapi masih menjalin kisah yang salah. Itulah yang dilakukan oleh Rafandra Ardana Wiguna dengan Lyora Angelica.
Di tengah rasa yang belum menemukan jalan keluar karena sebuah perbedaan yang tak bisa disatukan, yakni iman. Sebuah kejutan Rafandra Ardana Wiguna dapatkan. Dia menyaksikan perempuan yang amat dia kenal berdiri di altar pernikahan. Padahal, baru tadi pagi mereka berpelukan.
Di tengah kepedihan yang menyelimuti, air mata tak terasa meniti. Tetiba sapu tangan karakter lucu disodori. Senyum dari seorang perempuan yang tak Rafandra kenali menyapanya dengan penuh arti.
"Air mata adalah deskripsi kesakitan luar biasa yang tak bisa diucapkan dengan kata."
Siapakah perempuan itu? Apakah dia yang nantinya akan bisa menghapus air mata Rafandra? Atau Lyora akan kembali kepada Rafandra dengan iman serta amin yang sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Membuat Kamu Tak Nyaman
Hubungan Rafandra juga Talia tak secanggung pertama. Sekarang sudah sering terjadi canda tawa di dalam mobil. Rafandra masih menjaga Talia walaupun Lily tak mengganggu karena dia masih menepati janjinya kepada Varsha.
"Jam sepuluh saya ada meeting di luar. Kamu pesan makan siang sendiri aja, ya. Nanti uangnya saya transfer." Laporan Rafandra berikan kepada Talia.
"Enggak perlu ditransfer, Pak. Saya juga punya uang kok." Rafandra tak menjawab. Dan kembali menatap lurus ke arah jalanan yang cukup ramai.
Baru saja duduk di kursi kerja, notifikasi muncul di ponsel. Transferan yang tak sedikit hanya untuk makan siang. Baru saja mengetikkan sesuatu, pesan dari Rafandra masuk.
"Untuk kamu makan siang dan malam. Juga naik taksi. Sepertinya saya tidak bisa mengantarkan kamu pulang. Banyak meeting di luar hari ini."
Talia merasakan kebaikan yang begitu tulus dari seorang Rafandra Ardana Wiguna. Tak terlihat raut lelah dari atasannya tersebut. Mengantarkannya dengan menggunakan mobil mahal. Lalu, kembali ke apartment adik sepupunya untuk mengambil mobil yang biasa digunakan ke kantor agar tak mengundang curiga. Sudah hampir seminggu ini juga Yudha tak pernah menunggu Talia. Hatinya sedikit lebih tenang.
Sesuai dengan yang dikatakan Rafandra, lelaki itu kini sudah keluar dari ruangannya dengan langkah lebar. Talia hanya bisa menatapnya saja walaupun tak ditatap balik. Dia memaklumi keadaan ini. Di mana mereka bisa sedikit dekat jika di luar kantor. Talia juga harus tetap memagari hati agar tak terjatuh dalam rasa baper akan sikap yang Rafandra berikan..
Talia ikut bersama karyawan senior lain untuk makan siang bersama. Tubuhnya terdiam ketika dia tahu jika ada Lily di tempat itu.
"Gua kangen lu, Lyora."
Pelukan mereka begitu erat. Hanya Talia yang diam di tempat.
"Lu beneran resign kan bukannya dipecat?" Lyora mengangguk kecil dengan tatapan yang tertuju pada Talia.
Ternyata karyawan senior melaporkan apapun tentang Rafandra kepada Lyora. Talia hanya bisa mendengarkan saja.
"Hati-hati, nanti ada yang ngadu," balas Lyora sembari tersenyum.
"Siapa? Kita semua ada di kubu lu, Lyora."
Seulas senyum terukir di wajah Lyora dengan mata yang tertuju pada Talia. Rasa takut mulia menghampiri. Apalagi seluruh atensi di meja itu tertuju padanya.
"Lu mata-mata?" sergah salah satu dari mereka kepada Talia. Dengan cepat Talia menggeleng.
"Dia kan selalu diajak meeting, pasti banyak yang dia adukan kepada pak manager." Mulai mengompori karyawan Wiguna Grup.
Keadaan mulai memanas, pertanyaan demi pertanyaan mereka lontarkan. Hampir semua pertanyaan menyudutkan Talia. Dan senyum kecil menyimpan kejahatan mulai terukir.
"Akan aku buat kamu merasa tak nyaman. Dan perlahan kamu juga akan resign."
Kembali ke kantor dengan raut yang menyedihkan. Dia lebih dulu meninggalkan restoran karena sudah tak nyaman dengan perkataan para karyawan senior juga Lily yang terus menyudutkan. Mencoba untuk mengatur napas.
"Sudah makan siang?"
Sebuah pesan sedari tadi sudah masuk. Tapi, baru sempat dia buka dan baca. Segera dia balas dengan satu buah kata, sudah.
"Pasti lagi laporan kan ke Pak manager." Suara salah satu karyawan susah terdengar.
"Ngadu apalagi lu biar semakin dipercaya?"
Mereka tak memberikan Talia waktu untuk menjawab. Kali ini makian serta kata kasar terlontar. Talia hanya diam walaupun hatinya merasakan kesakitan yang mendalam. Mau membela diri pun percuma.
Di tengah kata kasar serta makian yang belum berhenti, terdengar suara vas bunga yang pecah yang cukup keras. Sontak semuanya terdiam. Suara langkah kaki terdengar mendekat hingga mengalihkan atensi mereka.
"Pendidikan pada tinggi tapi ucapan dan kelakuan percis preman."
Kalimat yang sangat menusuk dan mampu membuat mereka terdiam. Perlahan, Talia mulai menegakkan kepala. Seorang lelaki muda yang tak pernah dia lihat sebelumnya mampu membungkam mulut mereka yang memakinya.
Talia terus memperhatikan lelaki asing itu karena berjalan melewati mereka tanpa rasa bersalah. Juga tanpa ijin masuk ke ruangan Rafandra yang tak dihuni. Kebingungannya terjawab ketika mendengar bisik-bisik karyawan senior yang tadi mengeroyoknya.
"Sekarang kan belum musim libur kuliah? Kenapa anak Pak Gavin udah ada di Jakarta aja?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Budayakan meninggalkan komentar setelah membaca, ya. Supaya authornya semakin semangat nulisnya. 🙏
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
gak papa mah kalo msih belom sadar ma perasaan masing2,pelan2 aja deh bang rafa &talia...
sehat selalu ya fie🤗