"Bapak, neng lelah kerja. Uang tabungan untuk kuliah juga gak pernah bisa kumpul. Lama-lama neng bisa stress kerja di Garmen. Cariin suami yang bisa nafkahi neng dan keluarga kita, Pak! Neng nyerah ... hiikss." isak Euis
Keputusasaan telah memuncak di kepala dan hati Euis. Keputusan itu berawal karena dikhianati sang kekasih yang berjanji akan melamar, ternyata selingkuh dengan sahabatnya, Euis juga seringkali mendapat pelecehan dari Mandor tempatnya bekerja.
Prasetya, telah memiliki istri yang cantik yang berprofesi sebagai selebgram terkenal dan pengusaha kosmetik. Dia sangat mencintai Haura. Akan tetapi sang istri tidak pernah akur dengan orangtua Prasetyo. Hingga orangtua Prasetyo memaksanya untuk menikah lagi dengan gadis desa.
Sebagai selebgram, Haura mampu mengendalikan berita di media sosial. Netizen banyak mendukungnya untuk menghujat istri kedua Prasetyo hingga menjadi berita Hot news di beberapa platform medsos.
Akankah cinta Prasetyo terbagi?
Happy Reading 🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Orchid Forest 1
Hai Readers..
Bab keempat belas, "Dengan orang yang tepat marahmu ditenangkan, bukan dibiarkan tenang sendirian."
Happy Reading 🩷🩷
🌷🌷🌷
"Kamu habis dari mana, Euis?!" tanya Pras dengan nada tinggi, karena ia tidak puas mendapatkan jawaban dari Haris.
Euis yang sedang melipat baju, menghentikan gerakannya. Dengan tenang ia mendekati Pras yang berdiri di depan pintu kamar. "Hari ini Abi dan Umy sudah mengizinkan kami pergi jalan-jalan. Maaf jika aku salah. Lain kali tidak akan diulangi."
"Terus pulang bawa lelaki lain ke rumah dan membiarkannya masuk kamarmu?" desak Pras
Euis menarik napas dengan begitu dalam, "Bapak butuh sebuah penjelasan atau membenarkan asumsi bapak sendiri?" tanya Euis lalu menunggu jawaban Pras.
Pras tidak menjawab namun hanya menatap Euis dengan begitu dalam, Euis merasakan atmosfir yang berbeda dari biasanya, kecemburuan terlihat di mata Pras, napas Pras yang memburu dengan gerakan dadanya yang naik turun begitu cepat, membuktikan Pras sedang mencemburuinya. Euis pun pernah merasakan rasa itu saat melihat Pras mencumbu Haura dengan begitu intimnya kemarin.
"Jangan bilang, bapak cemburu ya... Hayo ngaku?!" tebak Euis
"S-saya gak cemburu." bantah Pras
"Syukurlah, jangan sampai ada perasaan di antara kita." jawab Euis santai dan langsung masuk ke kamar untuk kembali melipat pakaian Sandra yang baru saja di cuci.
"Euis kamu belum jawab pertanyaanku." Pras masuk ke kamar dan duduk di sebelah Euis.
"Waktu itu, karena buru-buru pulang... Tas aku tertinggal di cafe, untungnya ada bang Haris, dia yang membawakan pulang. Udah gitu aja, gak ada yang istimewa." Euis tetap fokus melipat pakaian.
"Abang? Kamu bisa manggil dia Abang, sementara padaku kamu banyak alasan." protes Pras.
"Pak, kita sudah bahas ini kan? Masa iya, baby sitter manggil majikannya dengan sebutan Aa, akang, Abang, nanti apa kata bu Haura. Bapak ingin status pernikahan kita disembunyikan dari semua orang, kan?Jangan sampai hanya karena sebutan merusak rencana bapak." Euis memberanikan diri menatap wajah Pras meskipun jantungnya sejak tadi memompa dengan begitu cepat.
Pandangan mereka bertemu, Pras melihat keteduhan dan ketulusan seluas samudera dari manik hitam mata Euis, tatapan yang tidak pernah ia temukan dari Haura. Ia merasakan kedamaian menyelimuti hatinya, amarahnya perlahan memudar.
Ia menemukan lautan dalam tatapan itu, lautan berbentuk tetesan yang membuatnya tenggelam di kedalaman hati Euis, semakin ingin menyelami perasaan Euis begitu dalam. Dimana lautan penuh dinamika, seperti itulah sosok gadis yang ada di hadapannya.
Hatinya berbisik menginginkan Euis lebih dari segalanya, tangannya bergerak tanpa aba-aba untuk membingkai wajah mungil gadis itu.
"Maafkan aku yang memposisikan kamu di situasi sulit. Aku janji ini tidak akan lama, aku akan memberikanmu yang seharusnya kamu terima. Aku mohon kamu bisa bersabar." Pras memberikan elusan lembut di pipi Euis.
"Aku sadar diri pak, aku tahu posisiku, tolong jangan persulit posisiku dengan kecemburuan bapak." Euis berusaha membentengi hatinya agar tidak kembali tersakiti, tidak banyak berharap, ia hampir terbius oleh kata-kata dan sikap Prasetya, kata-kata ambigu yang mengandung penuh makna.
"Kamu istriku, tidak ada yang bisa menyangkal itu. Kamu seharusnya tahu kenapa aku cemburu." ucap Prasetya terlihat yakin.
Euis melepaskan wajahnya dari kedua telapak tangan Pras yang sejak tadi membingkai wajahnya. Dia tersenyum tipis.
"Bukannya bapak yang sejak awal menyangkal pernikahan kita?" Euis berusaha mengingatkan ucapan Pras setelah pernikahan sirinya.
"Yang kupikirkan kamu Euis, aku khawatir kamu akan di cap jelek sebagai orang ketiga di pernikahan pertamaku. Aku ingin selesaikan masalahku dengan Haura dulu, baru bisa umumkan pernikahan kita."
"Maksudnya bapak ingin menceraikan ibu Haura?" tanya Euis. Pras mengangguk mantab terlihat tidak ada keraguan. Ada hangat yang perlahan menjalar di hati Euis.
"Aku dengar dari Haris hari ini kalian sedang me time, kamu ingin pergi kemana, ayo kita jalan." ajakan Pras membuat Euis membolakan matanya.
"Kita? Aku dan bapak? Tapi... " Euis menatap Sandra yang masih terlelap.
"Iya ayo siap-siap. Ajak Zen juga." Pras memegang pergelangan tangan Euis untuk segera berdiri dan menyiapkan diri.
"Ya sudah bapak keluar dulu, aku mau ganti baju." ucap Euis malu-malu. Pras merasa gemas dengan tingkah Euis, iya memencet hidung gadis itu dengan gemas.
Setelah sholat dhuhur mereka sudah siap berangkat, Euis diam berdiri di samping mobil, ia ragu harus duduk dimana. Sementara Pras sudah duduk di belakang kemudi, akhirnya ia mengikuti Zen duduk di kursi belakang. Pras menoleh ke belakang, menatap protes pada kedua gadis di belakangnya.
"Euis, aku bukan supir. Pindah ke depan." perintah Pras
"Zen aja yang duduk di depan." tolak Euis
"Eh? Teteh gak boleh nolak perintah suami, dosa!" Zen mendelikkan matanya dengan lucu.
"Euis... " panggil Pras lembut namun syarat perintah.
"Baik pak."
Pras turun dari mobil untuk membukakan kursi penumpang di sebelahnya, lalu memasangkan seatbelt. Jantung Euis serasa ingin melompat dari dadanya, istri mana yang tidak bahagia di ajak jalan-jalan oleh suami apalagi di perlakukan seperti seorang ratu.
"Kalian ada rencana mau pergi kemana?" tanya Pras sambil fokus menatap jalan.
"Tadinya kita mau ke Orchid forest, ke mall, lihat-lihat kampus tapi keburu tuan putri nangis." ucap Zen
"Oke, kita ke Orchid forest dulu sekalian makan." jawab Pras santai.
Sampai di Orchid Forest yang lokasinya tidak jauh dari rumah, mereka disambut dengan aneka bunga cantik berwarna warni, aroma embun dari kabut yang baru saja turun menyentuh dedaunan yang menyegarkan, suara kicauan burung, suara gemericik air dan irama musik dari Andmesh yang mengalun merdu, suasana syahdu untuk pasangan muda yang sedang merayakan perasaan merah jambu yang baru saja hadir.
Tempat pertama yang mereka tuju Golden Point, tempat makan yang tersedia di tempat wisata tersebut, yang menyediakan aneka pastry, patty, pie dan aneka minuman dengan rasa istimewa yang tidak ada di tempat lain. Euis masih menggendong Sandra dengan jarik saat makanan sudah tersedia.
Pras membuka simpul gendongan jarik di punggung Euis lalu membawa Sandra yang terlelap dalam baby stroller. "Kamu makan dulu." ucapnya lembut.
Hal kecil yang membuat Euis merasa dihargai dan diperhatikan.
"Kenapa pilih nasi goreng dari sekian banyak menu?" tanya Pras sambil memperhatikan Euis makan.
"Maklum pak orang kampung, kalau belum kena nasi masih bunyi perutnya." jawab Euis polos.
Pras menopang dagunya dan menatap Euis dengan intens, memikirkan sesuatu yang ingin dia wujudkan. Ditatap terus oleh suaminya membuat Euis salah tingkah, tidak sengaja ia mengambil cangkir yang berisi kopi pahit milik suaminya.
"Uhuukk... uhuukk... Pahittt!" pekik Euis
"Itu kopi aku, sayang." Pras menyodorkan es lemon tea milik Euis
"Eheemm, salah minum sayang." ledek Zen
Euis menunduk malu menyembunyikan rona merah di pipinya.
"Makannya hati-hati sayang. Kopinya digeser dikit sayang, biar teteh gak salah minum lagi sayang" Zen terus meledek pasangan yang baru pertama kali nge-date.
"Zen... " protes Pras dengan nada dingin.
Zen terpingkal melihat wajah merah merona kakaknya yang jarang sekali ia lihat. Biasanya wajah Pras akan memerah jika makan makanan pedas. Pras geleng-geleng kepala melihat tingkah usil adiknya yang terus meledeknya. Remaja introvert yang bersikap dingin, jutek pada siapapun, tapi akan cerewet, konyol dan menyebalkan jika pada orang-orang terdekatnya.
"Oeekk... Oeekk... " tiba-tiba Sandra menangis kencang. Pras dengan sigap mengambil Sandra dan merengkuh tubuh mungil itu dalam gendongannya.
"Anak papa kenapa... " ucap Pras lembut sambil mengusap punggung putrinya yang ia peluk, Euis memeriksa popok Sandra yang ternyata sudah basah.
"Popoknya sudah penuh pak, biar saya ganti." Euis berusaha mengambil Sandra, Pras menolak.
"Kamu makan dulu, biar saya yang ganti." dengan lembut ia menahan bahu Euis yang hendak berdiri.
Pras meletakkan lagi Sandra di dalam stroller dan mengambil popok lalu mengganti dengan yang baru. Euis terus memperhatikan setiap gerakan Pras yang telaten mengurus bayinya. Diam-diam Zen memvideokan kemesraan kedua pasangan tersebut dan mengirimkan videonya kepada kedua orangtuanya.
Di tempat lain, kedua pasangan yang sedang melakukan perjalanan rohani ke suatu tempat, tersenyum bahagia menonton video dimana putranya bisa tersenyum kembali seperti dulu dan bersikap lembut pada istri keduanya.
Selesai makan, Zen membiarkan pasangan suami istri itu jalan berdua, Zen sangat pengertian, ia mendorong stroller di belakang Pras dan Euis memberi jarak yang cukup jauh agar kakaknya tidak malu jika ingin ngobrol yang lebih serius dan intim pada istrinya.
Pasangan itu pun terbuai suasana di tempat wisata yang sejuk dan indah. Pras menggandeng dan terkadang merangkul bahu Euis dengan sengaja, meskipun Euis seringkali berusaha melepaskan genggaman tangan kekar Pras, tapi lelaki itu tidak bosan mengambil lagi jemari istrinya untuk ia genggam.
"Aku ingin tahu, apa cita-citamu selama ini?" tanya Pras sambil merangkul tubuh Euis
Euis menggeleng lemah.
"tidak ada?" tanya Pras heran
"Entahlah, semua hal yang sudah tersusun rapih tidak ada yang terwujud. Jadi sekarang hanya ingin menjalani hidup sesuai keinginan Allah aja, pasrah."
"Apa saja yang tidak terwujud itu?" tanya Pras
"Aku ingin kuliah jurusan pendidikan, agar bisa mendidik anak-anak dengan baik, ummy madrosati, Ibu adalah sekolah pertama buat anak-anaknya, ingin punya warung kecil tapi lengkap agar bapak tidak kerja jadi kuli angkut pasir lagi, rematiknya sering kambuh kalau kerja terlalu keras." Euis terdiam sejenak.
"memberikan hunian yang layak buat bapak ibu, rumah kami sering kemasukan babi hutan karena bangunan dapur hanya dari geribik bambu." Euis mengambil napas begitu dalam menekan kelemahan hatinya jika mengingat kemiskinan yang menghias kehidupannya.
Hati Pras terenyuh, Euis tidak menginginkan menjadi orang terkenal, tidak ingin mengguncang dunia dengan kecantikannya seperti cita-cita Haura. Euis hanya memiliki cita-cita sederhana, ia ingin berarti buat keluarganya.
Euis melepas rangkulan Pras, ia tertarik dengan bunga Amarilis merah putih dan bunga matahari merah (red sunflower) yang langka untuk wilayah Indonesia, dia mengeluarkan ponsel lawas miliknya, untuk mengabadikan dirinya dekat red sunflower. Dia memberi kode agar Pras bersedia memotretnya di sana. Euis mengulurkan tangan memberikan ponsel lawas yang masih dengan jaringan 3G dan kamera VGA.
Pras menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia baru menyadari, ia terlalu abai pada istri keduanya, kesenjangan sosial antara dirinya dan Euis terlalu jauh. Ia mengeluarkan ponsel berlambang apel digigit keluaran terbaru, lalu membidik wajah cantik Euis dengan ponsel mewahnya.
Pras menyodorkan ponselnya untuk Euis koreksi. "Bagaimana, bagus gak. Kalau kurang bagus kita ulang."
"Ihh... Jernih banget hasilnya, bagus pak. Kirim photonya ke Euis." ucap Euis dengan polosnya.
Lagi-lagi Pras merasa tertampar, ia tidak menyimpan nomer Euis di ponselnya selama ini. "Emmh... Nomer ponselmu berapa Euis." ucap Pras pelan, rasanya ia malu tidak memiliki nomer istrinya.
"Ah! Iya, kita belum tukeran kontak ya pak." jawab Euis tetap ceria, tidak ada amarah.
...💐💐💐💐💐...
B e r s a m b u n g...
*Cuplikan untuk episode selanjutnya*...
"*Roy! Anter gue ke rumah Ki Ageng Wasta." pekik Haura*
"*Mau ngapain sih Lo, nek! Udah deh stop, semua tempat udah Lo pasangin susuk, inget kita hidup di dunia ini gak akan selamanya cinta. Gimana kalau susuk Lo lupa dicabut pas lu metong, nek!" tolak Roy sang manager, pria bertubuh gemulai*.
Readers jangan lupa like, komennya ya, terima kasih 🩷🩷
wajar Harris gak euis istri kedua prass....