Aminah hancur berantakan tak berdaya, ketika suaminya yang bernama Galah menceraikannya mendadak. Alasannya, ketidakpuasan Galah terhadap Aminah saat adegan di atas ranjang yang tak pernah memuaskannya.
Galah lelaki Hiperseks, ia selalu berekspektasi berlebihan dalam adegan Hotnya. Belum lagi, Galah kecanduan alkohol yang sering memicu Emosinya meluap-luap.
Dunia mulai berputar dalam beberapa tahun setelah Aminah menjanda dan memiliki anak satu. Ia bertemu dengan lelaki yang lebih muda darinya yang bernama Aulian Maherdika Rahman. Maher keturunan orang kaya dengan lingkungan keluarga yang selalu mencemooh kemiskinan, baik kerabat sekaligus keluarga barunya
Apa yang akan terjadi dengan Aminah dan Maher dalam menghadapi Perasaannya yang sudah tumbuh dan saling mencintai. Hubungan mereka jelas bertolak belakang dengan keluarga Maher yang sombong, Angkuh dan selalu mencemooh Aminah berstatus janda anak satu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gondrong Begaol, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketetapan Hati
Kabar mulai menyebar melalui jejaring internet, kabar itu sepucuk surat luas tanah beserta rumah petak milik Mpok Wati. Ia berencana menjualnya untuk biaya pengobatan Aminah.
Kebaikan Mpok Wati sudah seperti Ibu kandungnya Aminah, ia akan merelakan harta warisan peninggalan suaminya yang sudah meninggal beberapa Bulan yang lalu demi kesembuhan Aminah.
Air mata berharga milik Mpok Wati mengurai terus menerus dengan terisak-isak. Batinnya tak kuat melihat keadaan Aminah yang mengalami keterpurukan mental.
Sesekali kabar itu di hubungi seseorang untuk bernegosiasi harga Tanah tersebut. Mpok Wati sebagai penjual, melayaninya dengan ramah. Namun, saat itu penawaran harga terlalu rendah. Perbincangan berakhir dengan rasa lelah, karena diantara mereka tidak ada kecocokan soal harga, terutama bagi Mpok Wati.
Kabar itu semakin menyebar luas dengan cepat, beberapa kali di hubunginya Mpok Wati oleh mereka. Namun, ketidak cocokan harga yang terlalu rendah membuat Mpok wati untuk mengakhiri negosiasi dan membiarkan mereka menghubunginya kembali setelah menemukan harga yang cocok.
"Aminah bagaimana kabarnya, Rum?" Tanya Mpok Wati yang sedang kusut soal mencari biaya.
Arumi menjawabnya, "Minah baik-baik saja, Mpok, cuma dia gak bisa jauh dari umar"
"Hhmm ..., terus kapan kau akan membawa lelaki yang kau maksud?"
Arumi berkata, "mungkin siang ini, Mpok" sambil menunggu waktu yang tepat.
Suara sepatu melangkah berulang kali di lantai berwarna putih, Maher benar-benar kacau hari ini, batinnya berantakan karena selalu mengarah kepada Aminah.
Maher merasa tidak memiliki semangat hari ini, pikirannya selalu di hantui Aminah. Entah apa yang di lakukan Aminah terhadapnya, ia merasa benar-benar dibuatnya Gila.
Robi tiba di bengkel dalam keadaan Rolling dor tertutup setengah. "Bengkel kok tidak tertutup rapat?" katanya. "Apa Maher lupa menutupnya semalam?" sambungnya.
Robi pun membuka Rolling door untuk memastikan ada siapa di dalam nya. "Tidak ada siapa, ya! Tapi, mobil Maher ada di dalam, jangan-jangan dia gak pulang semalam lagi" seru batinnya. Lalu, ia pun masuk kedalam ruang kerja Maher yang saat itu terlihat lampu ruangan menyala dan nampak sesekali bayangan Maher.
"Hmm .., ternyata si Bos sudah ada di Bengkel" katanya sambil melihat bayangan yang terkena lampu Ruangannya. Ia mengendap-endap untuk tidak mengagetkan kedatanganya.
Wajah Maher di penuhi kegelisahan dan tampak kusut sekali, karena semalaman belum tidur. Ia menyibukkan terus-menerus pikirannya terhadap Aminah.
Robi menyapanya lembut, "Bos .." setiba di dalam Ruangannya.
"Hhmm ..." gumamnya tanpa menoleh.
"Lo gak cape mengukur jalan?" katanya memperhatikan Bos nya sejak tadi mondar-mandir dari ujung ke ujung Ruangan.
Maher menjawab dengan suara beratnya. "Lebih capek pikiran gue, Bi .." serunya.
"Aminah yang lo maksud?"
"Ya ..." jawabnya padat. "Aminah hebat sekali, bisa mengacaukan hati dan pikiran gue, sampe gue gak bisa tidur dan dibuatnya Gila" sambungnya kembali.
"Hhmm ..., penyakit hati, Bos"
"Apa gue beneran jatuh cinta ya, Bi?" Tanya Maher menolehnya dan mulai menghentikan langkahnya.
"Menurut lo?"
"Ya ..." balasnya.
"Udah Gas, cari rumahnya, lo samperin, dan lo katakan sama dia, gue jatuh cinta sama lo."
"Masalahnya semalam gue kerumahnya dia. Tapi, dia gak ada"
"Hari ini kan bisa lo kesana, siapa tau Aminah sudah pulang"
Kata Maher dengan alasannya. "Gue takut dia gak ada lagi"
"Optimis lah ..., jangan kalah sebelum perang" jawabnya menyemangati Maher.
Seketika Maher menatap Robi sinis bukan karena kesal. Melainkan, ia memikirkan perkataannya tadi soal, jangan kalah sebelum perang. Kata-kata Robi di cerna dan masuk kedalam isi kepala Maher. Lalu, perlahan mulai menumbuhkan aura pada wajahnya yang kusut hingga menampakan senyum bahagia yang sempat hilang sejak semalam.
"Lo ikut gue, Bi" katanya terburu-buru sambil mengambil ponselnya yang tergeletak di meja.
"Eh, kemana?" jawabnya bingung.
"Kerumah Aminah, ayok cepat"
"Tapi, bengkel gimana, Bos"
"Lebih penting Aminah dari pada bengkel gue" jawabnya sudah menjauh dari Ruangan dan masuk kedalam mobilnya.
"Cepet, Bi ..." teriaknya kembali di dalam mobil yang sudah dalam keadaan menyala. "Iye ..." sambung Robi.
"Brungggg ..., kikkkk" suara knalpot dan slip ban mobil melaju mundur dengan cepat serta menunggu Robbi di luar Bengkel.
Robi berkata dalam hatinya sambil menutup Rolling dor dan menguncinya. "Alamat numpuk dah kerjaan gue ini" dengan sedikit kesal, lalu masuk kedalam mobil Maher.
Maher menginjak gas mobilnya dengan kuat hingga spontan melaju dengan cepat. Jalan yang cukup ramai saat itu, menjadi saksi bisu kecepatan mobil Maher yang sudah memasuki keramaian.
"Bi kalem lah, jalanan rame ni" kata Robi panik duduk di depan.
Maher tak menghiraukannya, pandanganya mengarah lurus tanpa menoleh ke arah mana pun. Pikirannya tetap fokus terhadap Aminah.
"Hhmm ..., malaikat pencabut nyawa deket banget dah ini mah" kata Maher mencibir Bibirnya.
Maher menyinyir kesal, "Gue udah dua kali ketemu Aminah, dan gue udah 2 kali ngasih nomer gue. Tapi, dia gak hubungin gue, sampe gue paksain kemaren kerumah nya dia. Aminah tetep gak ada" dengan wajah serius.
"Terus sekarang kalo ketemu, lo mau apain dia?"
"Gue mau bilang, kalo gue udah jatuh cinta sama dia, apapun alasannya! Hati gue udah tergila-gila sama dia" jelas Maher sudah menetapkan hatinya untuk Aminah.
"Kalo Aminah udah punya cowo, lo mau apain dia?"
"gue suruh putusin cowo nya dia, gue paksa pokonya sampe dia jadi pacar gue" cecar Maher. "Gak bisa gue hidup tanpa dia, Bi" sambung kembali sambil menyetir serius.
Robi mencibirkan bibirnya, "Seyakin itu lo sama Aminah"
"Ya ..." jawabnya padat.
"kikkkk ...." tiba-tiba Maher memberhentikan mobilnya mendadak.
"Set dah, kenapa ngedadak begini sih?" kaget Robi atas rem mobilnya mendadak.
"Ayok turun, kita udah sampe" jawab Maher berhenti didepan gang kecil yang cukup untuk motor saja.
"Hhmm ..." gumam Robi.
Maher serta Robi bergegas keluar mobil dan masuk kedalam Gang kecil yang mengarah kerumah Mpok Wati. Dengan wajah teramat serius, Maher melangkahkan kakinya dengan cepat.
"Woy, tungguin ngapah, ribet nih gang" teriak Robi karena gang terlalu sempit dan banyak jemuran milik warga setempat di sepanjang jalan.
Maher tak menghiraukan teriakan Robi, ia fokus pandanganya ke ujung gang yang tinggal sedikit lagi tiba di rumah Mpok Wati.
Namun sial, nasibnya kurang beruntung bagi Maher. Di Rumah Mpok wati tidak ada seorang pun. Meski sudah beberapa kali memanggil pemilik Rumah serta nama Aminah, tak ada seorang pun yang menjawab panggilan Maher.
"Sial, pada kemana sih nih orang!" geram Maher.
"Gak ada orang juga, Bos?" Jawab Robi di belakangnya.
"kalo pun ada, gue gak segelisah ini" kesal Maher.
"Hhmm ..." gumam Robi tak ingin melanjutkan perkataannya lagi.
Maher mencoba bertanya kepada orang-orang yang berada di sekitarnya. Namun, mereka tidak tahu perginya kemana. Dan akhirnya, Maher memutuskan untuk menunggu di halaman rumah Mpok Wati bersama Robi.
Siang hampir tiba pukul 11:50, dan mereka tengah sibuk duduk di kursi depan rumah Mpok Wati dalam suasana hening karena Maher tak bisa di ajak bicara, tiba-tiba telpon Robi berdering dari salah satu rekan kerjanya di Bengkel.
"Ya, kenapa kang?" Kata Robi di balik ponselnya.
"Ini bengkel gak buka? Gue udah sejam nungguin disini" jawab Kang udin yang lebih tua usianya dari Robi.
"Bengkel libur!"
"Hah ..., kok libur, kenapa emang?"
"Entar gue jelasin Kang, ribet kalo gue ceritain lewat telpon kang!" Jelas Robi. Lalu, menutup telponnya dengan cepat.
Sesekali Robi menatap Wajah Maher yang sibuk dengan dua kepalan tangannya memangku dagu, pandangannya tenggelam jauh dalam kekosongan.
"Crack ..." suara korek membakar rokok dan perlahan Robi menghisap roko teramat santai, serta membuang asapnya dengan penuh kenikmatan.
"Rokok, Bos ..." nada pelan Robi menawarinya.
"Gue butuh Aminah, bukan Rokok" jawabnya padat tanpa menoleh.
"Hhmm ..." gumam Robi sambil menikmati asap roko yang di hisapnya.
Setelah menikmati Rokok yang hampir habis dalam beberapa menit, kang Udin menelpon kembali Robi. "kring ..." suara ponsel Robi berdering kembali.
"Set dah kang udin, mau ngapain lagi sih?" kesal Robi dan lekas mengangkat telponnya.
Tanya Robi. "Ada apa lagi, Kang?"
"Ada cewe yang nyariin, Bos" Kata Kang Udin.
"Hah ..., cewe!" kaget Robi. Dan Maher seketika menatapnya serius soal Robi berkata cewe. "Siapa dia, Kang?" Tanya kembali Robi.
"Itu loh, yang jualan kue waktu itu di bengkel kita"
"Arumi sama Aminah bukan?"
"Ya ..., dia" jelas Kang Udin.
Maher pun merebut paksa ponsel Robi setelah mendengar percakapannya dengan Kang Udin yang Menyebut Nama Arumi dan Aminah.
"Kang, ini saya Maher!" Potong Maher dalam ponsel Robi.
"Oh iya, Bos ..., Ni cewe nyariin, Bos"
"Tolong kasih telpon kang Udin sama dia, cepat kang" jelas Maher membentaknya.
Kang Udin mengiyakannya dan segera memberikan ponsel kepada cewe yang berada di sebelahnya. "Ini si, Bos mau bicara" jelasnya memberikan ponsel miliknya.
Arumi berkata, "Ya ...,"
"Ini gue Maher, mana Aminah?" kata Maher langsung menanyakan Aminah.
"Aminah lagi sakit"
"Apa ...?" kaget Maher. "Terus, di mana dia sekarang" Sambungnya kembali dengan wajah panik sekaligus berdiri.
"Di Rs PCI (Psychological Center Indonesia)" Jawab Arumi.
"Rs PCI kan khusus penyakit psikolog" Batin Maher berkata seraya berpikir.
"Halo ..., Maher?" Teriak Arumi, karena tak mendengar suara Maher lagi di balik ponsel.
"Iya, ya ..., Gue kesana sekarang!" jelasnya.
"Ok, gue tunggu di parkiran Motor ya, cepet lo, awas ngaret" Ancam Arumi. "Ya ..." balas Maher dan lekas menutup ponselnya.
Maher bergegas kembali ke Mobil untuk melanjutkan perjalanannya ke Rs PCI (Psychological Center Indonesia) dengan tergesa-gesa.