Terkadang kenyataan tidak sejalan dengan keinginan, Letnan Dallas menginginkan kekasih yang usianya tidak jauh berbeda dengannya tapi harus bertemu dengan perempuan yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Semua terjadi karena dirinya trauma memiliki kekasih yang kekanakan di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan Letnan Dallas, Letnan Herca pun akhirnya terpaksa berkenalan dengan seorang wanita pilihan orang tuanya terutama Opa sebab cemas jika Letnan Herca akan salah arah. Penyebabnya tak jauh karena beliau tidak pernah melihat Letnan Herca bersama seorang gadis.
Lantas jika jodoh di tangan Opa, lantas siapa berjodoh dengan siapa dan prahara apa yang akan terjadi terkait masa lalu Bang Herca dengan seorang gadis berinisial Y.
Harap skip jika tidak sanggup dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Aturan rumit.
Seorang gadis berusaha keras melompat pagar beton setinggi tiga meter tapi selain kain yang menyusahkan, nyalinya pun ciut melihat tingginya dinding area Kedaton.
"Bisa atau tidak?" Sapa Bang Herca sambil menguarkan asap rokoknya. Ia berdiri dan bersandar pada sebatang pohon mahoni sambil menunggu Dindra yang sejak tadi kebingungan dengan niatnya untuk melompat.
"Dindraaa.. jangan lompat, nanti kakimu sakit." Bujuk Rigi, saudara tiri Dindra.
"Aku nggak mau ya di jodohkan sama om-om..!!" Kata Dindra.
"Bang Herca bukan om-om..!!"
"Mama kita tidak pernah bahagia menikah dengan laki-laki yang umurnya lebih tua. Apalagi Kakung bilang mereka adalah 'abdi dalem' kedaton lain. Aku nggak mau om-om ini dapat selir cantik disana dan kita di buang seperti sampah." Teriak Dindra.
Bang Dallas sampai melotot mendengarnya tapi Bang Herca masih tetap santai sambil menghisap rokoknya.
"Turun Neng, kita bicara sebagai sesama manusia. Abang nggak berunding dengan kera." Kata Bang Herca kemudian mengulurkan tangannya.
"Kera???? Hati-hati dengan bicaramu..!! Saya ini kanjeng ayu." Pekik Dindra terus meninggikan suaranya.
"Sendiko dawuh ndoro ayu.." Jawab Bang Herca.
Tak lama beberapa orang datang menghampiri. "Den........."
Bang Herca memberi kode mata agar para abdi dalem beranjak menjauh. Bang Herca pun kembali mengulurkan tangannya tapi saat itu Dindra salah bergerak. Kainnya tersangkut tombak pagar hingga sobek setinggi paha dan menyisakan satu jengkal sobekan dari batas pinggang. Tak sengaja Bang Herca pun melihat sesuatu yang tidak seharusnya terlihat.
Dindra terpekik panik dan meluncur begitu saja dalam pelukan Bang Herca.
"Astaghfirullah hal adzim..!!" Secepatnya Bang Herca menarik kain Dindra dan menutupi pahanya yang menyilaukan mata.
Bang Dallas berbalik badan lalu menarik lengan Rigi agar menjauh, membiarkan Bang Herca menyelesaikan masalahnya sendiri.
"Sakiiiitt, Om..!!"
"Cckk.. makanya jangan bertingkah. Nurut sedikit kenapa sih??" Omel Bang Herca geram tapi juga kasihan. Ia terpaksa melirik ke arah bawah. Samar dari sorot lampu, paha bagian sedikit dalam milik Dindra memang terluka dan seorang 'putri' di larang untuk 'cacat'.
Beberapa orang abdi dalem sudah mendekat tapi jelas Bang Herca tidak mengijinkannya.
"Tetap disana, jangan ada yang mendekat. Tolong bilang sama si Mbok untuk cari kain jarik untuk Gusti ayu.. Bawa obat luka dan plester, jangan buat keributan..!!" Perintah Bang Herca.
:
Si Mbok tidak bisa berbuat apapun saat Bang Herca 'mengusirnya' padahal dalam urusan Kedaton dilarang seorang pangeran berdekatan lebih jauh jika 'putri' belum menjawab pinangan tersebut.
Sungguh hingga saat ini si mbok tidak tau apa yang terjadi pada junjungannya. Yang si mbok tau, hari ini junjungannya mendapat pinangan dari seorang Raden mas.
Betapa kagetnya si Mbok saat mendengar Dindra menangis dan terus merintih kesakitan hingga kemudian Bang Herca keluar membawa kain dengan noda bercak darah.
"Ampuuuunn Raden, kenapa Raden lakukan??? Si mbok harus bilang apa, Gusti ayu sudah di nodai?? Bagaimana kalau Gusti ayu hamil."
ggllkk..
Kening Bang Herca berkerut. Si mbok yang sudah sepuh mulai salah pengertian.
"Mbok salah paham, coba tanya Dindra sendiri apa yang terjadi di dalam tadi. Tapi tolong si Mbok tutup mulut..!!" Kata Bang Herca.
Tak lama Dindra keluar dari paviliun, kali ini Bang Herca dua kali lipat lebih kaget melihat penampilan Dindra berantakan. Sanggulnya melorot, roknya masih mengenakan rok sobek, kancing kebayanya terbuka, matanya sembab menangis sesenggukan.
"Kenapa masih berantakan, cepat masuk..!!" Perintah Bang Herca karena dirinya tidak ingin ada yang melihat Dindra lagi selain dirinya dan si mbok.
"Gusti ayu, kenapa Gustiii???" Tanya si Mbok.
"Ooomm.. Om Heerr.............."
Siapa mengira Papa Danar datang karena keluguan pengaduan Rigi. Melihat Dindra berantakan, Papa Danar pun murka. "Heercaaaaaaaaa...!!! Rusak sekali isi kepalamu, turunan dari siapa???????"
buuugghhhh..
"Hhgghh..!!" Bang Herca langsung terkapar saat Papa Danar menanganinya.
:
"Oohh begitu.. maaf ya..!! Papa kan cuma pelan." Kata Papa Danar merasa bersalah sambil memijat lengan putranya setelah mendengar cerita dari Dindra yang masih sesenggukan dalam pelukan Eyang putri agung.
"Pelan tapi bengeb juga." Protes Bang Herca.
Bang Herca melirik Dindra, entah kenapa dalam rasa kesalnya masih tersimpan rasa tidak sampai hati melihat tangis gadis itu.
Flashback Bang Herca on..
Tak menunggu waktu lama Bang Herca membawa Dindra masuk dalam paviliun yang pastinya jauh dari pendopo pertemuan.
Setelah Bang Herca menerima kain dan juga obat, Bang Herca meminta Si Mbok untuk menunggu jauh dari paviliun tersebut.
"Dindra pasti di usir."
"Siapa suruh kamu banyak tingkah, apakah begitu caranya menolak lamaran laki-laki??" Tegur Bang Herca.
"Dindra benar nggak mau menikah, Mamanya Rigi cerai dengan Papa tapi Mama.................." Cerita Dindra terhenti karena gadis itu sesenggukan.
Bang Herca tidak terlalu memperhatikan, fokusnya hanya pada luka Dindra yang hampir terbuka. Tangannya cekatan membersihkan darah yang hampir meleleh di sela paha. Sekelebat teringat akan masa lalunya beberapa tahun yang lalu, perasaannya begitu sakit, hatinya remuk dan hancur. Ia menggenggam kuat kapas di tangannya. Nafasnya mendadak sesak.
"Oomm.. sakiiitt..!!" Rengek Dindra.
"Iyaa.. tahan sedikit lagi..!!" Bang Herca hanya terfokus pada luka. Jika saja dirinya mau, saat ini pun ia bisa berbuat dosa tapi dirinya tidak ingin mengambil kesempatan tersebut. Jeritan Dindra membuatnya tidak sampai hati kasar pada gadis menyebalkan itu. "Sudah selesai, cepat pakai kainnya..!! Jangan lupa benahi sanggul juga pakaianmu..!!"
Dindra hanya menangis dan sesekali merintih kesakitan, agaknya tuan putri tidak tahan dengan rasa sakit.
"Bagaimana kalau Dindra di usir eyang putri alit???"
"Kekuasaan tertinggi ada pada eyang putri agung, itulah sebabnya ada nama 'agung dan alit' untuk membedakan tingkat kekuasaan meskipun para eyang sepuh sama-sama istri Eyang agung. Lagipula di jaman modern seperti ini apakah masih ada aturan primitif lama seperti itu??" Tanya Bang Herca.
"Ada, kalau kami salah pasti di usir, jadi gelandangan setelahnya. Dindra nggak mau nikah karena pasti akan di duakan juga. Apalagi sama prajurit Kedaton."
Flashback Bang Herca off..
"Memalukan, kau bisa di didik atau tidak??? Batalkan perjodohan ini..!! Dia memang tidak pantas bersanding dengan DenMas Herca. Biar DenMas dengan Utari saja..!!" Usul eyang alit.
Papa Danar sudah akan angkat bicara tapi Bang Herca mendahuluinya. "Tanpa mengurangi rasa hormat pada eyang alit. Dalem jatuh hati pada Kanjeng Radindra, jika di ijinkan.. dalem berniat memboyong kanjeng Radindra ke tanah rantau..!!"
Bang Dallas yang pasti paham situasi pun ikut angkat bicara. "Dalem juga memiliki niat yang sama."
"Hahahaha.. luar biasa. Kakung sangat menyukai keberanian kalian. Bawalah mereka, Kakung merestui tapi dengan satu syarat..!!" Ujar Kakung yang juga sebagai Eyang agung.
"Apa syaratnya, Kung?"
"Kung pribadi tidak mempermasalahkan hal itu, masalahnya kita hidup di bawah garis kedaton. Jadi kita harus selesaikan secara garis kedaton." Jawab Kakung.
"Nggak bisa, Kung. Biarlah Herca menikah dengan Utari..!!" Kata eyang alit menyela.
Kakung mengangguk mendengarnya. "Memang harus di nikahi keduanya, tapi mereka punya aturan negara yang tidak bisa di langgar." Kakung menoleh pada istri pertamanya. "Bagaimana menurut yangti?" Tanya Kakung.
"Jaman sudah berubah, Kung. Kita yang tua tidak boleh banyak ikut campur dalam urusan kawula muda. Lebih baik memutus sejarah buruk dalam trah kita..!!" Saran yangti.
"Dalem mohon ijin bicara. Jika memang keluarga merestui, dalem hanya akan membawa Dindra seorang. Mungkin dalam masalah sandang pangan, dalem sanggup memenuhinya tapi dalem tidak sanggup jika sampai dalem serakah dan membuat garwa menangis karena dalem tidak adil membagi perasaan dan mendidik masalah batin. Mohon Kakung mengerti..!!"
Papa Danar tersenyum mendengar jawaban putranya yang selama ini selalu menguras emosinya.
.
.
.
.