"Saya tidak merasa terjebak dengan pernikahan ini.Kamu tau,tak ada satu pun di dunia ini yang terjadi secara kebetulan.Semua atas kehendak Tuhan.Daun yang jatuh berguguran saja atas kehendak Tuhan.Apalagi pernikahan kita ini,terjadi atas kehendak-Nya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desnisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19
Elang menatap jauh air laut yang tiada bertepi.Sebisa mungkin berusaha menyatukan pikirannya dengan alam.Dengan harapan peristiwa yang baru saja dia alami tak lagi menggulung di otaknya.Lelaki itu memang menyukai laut sedari kecil.Bila hatinya sedang tidak baik-baik saja,dia lebih memilih laut sebagai tempat menenangkan diri
Namun peristiwa yang baru saja dia alami justru terus berputar berulang-ulang tanpa henti.
Elang memukul-mukul dadanya yang terasa sesak dan sakit.Dua matanya memerah menahan air mata yang mendesak keluar.Hidungnya yang memerah terlihat kembang kempis.Rahang kian mengeras dan bergetar.Menahan segala rasa yang bercampur aduk.
Rasa sedih,kecewa,terhina,tak di hargai,tak diinginkan,mencabik-cabik sanubarinya.
Tapi Pria itu tak menyalahkan Salma,dirinyalah yang salah.Terlalu berharap,dan dengan mudahnya memberi hatinya pada wanita yang baru dekat dengannya.Terlalu percaya diri bahwa dirinya di inginkan.
Tak sanggup menahan pedihnya luka di hati,Elang berteriak,berharap pedih itu sirna.
"Salmaaa...!"
"Aaaaa...!"
Elang menumpahkan segala rasa sembari menumpukan kedua lututnya di pasir pantai dan menengadahkan kepalanya.
Namun rasa sakit itu tak juga berkurang apa lagi hilang.Sakit itu begitu dalam,mungkin tak akan pernah ada obatnya.
Elang berusaha menguatkan diri,biar bagaimana pun dia adalah seorang pria.Seorang pria tak boleh lemah,karna kelak akan menjadi seorang pemimpin dalam sebuah keluarga.Dan masih banyak yang harus dia lakukan,diantaranya memperbaiki hubungannya dengan sang mami dan Vania.
Lelaki itu membayangkan kembali saat Salma menolak dirinya.Terasa sakit dan teramat sakit.Pasti sesakit inilah yang dirasakan Vania saat dia memutuskan hubungan secara sepihak dengan gadis itu.
Gadis yang telah mengisi hari-harinya selama hampir sembilan tahun.Gadis yang pengertian,penyayang tapi dia sangat tega mencampakkannya hanya demi seorang wanita yang baru dia kenal.
Elang tak dapat membayangkan betapa hancurnya hati Vania.Ditambah lagi kecelakaan yang membuatnya harus terbaring di rumah sakit.Lengkap sudah penderitaan gadis itu..Dan penyebabnya adalah dirinya.
Daripada memikirkan sakit hatinya terus,Elang memutuskan untuk pergi rumah sakit tempat Vania di rawat.
Dengan berat hati om Farhan mengizinkan Elang untuk menjenguk Vania atas desakan istrinya.
Walau hanya bisa melihat dari balik kaca tempat Vania di rawat,Elang tak keberatan yang penting dia bisa melihat gadis itu.
"Om,tante,izinkan saya menebus kesalahan saya terhadap Vania.Saya akan menanggung semua biaya perawatan dan biaya rumah sakit sampai Vania sadar dan sembuh." Ucap Elang penuh penyesalan seraya memandang om Farhan dan istrinya bergantian.
"Oh,kamu pikir saya tidak mampu menanggung semuanya.Kami tidak butuh apa-apa pun dari laki-laki pengecut seperti kamu.Perlu kamu ingat,saya mengizinkan kamu masuk ke sini karna desakan istri saya.Jadi kamu jangan macam-macam." Om Farhan merasa muak dengan kehadiran Elang.Hatinya masih terasa sangat sakit dan hancur,putri yang sangat dia sayangi di sakiti oleh calon suaminya sendiri.
"Bukan begitu maksud saya om,saya benar-benar ikhlas melakukannya.Dan...nanti setelah Vania sadar,saya janji,saya akan menikahinya...seperti janji saya ." Ucap Elang dengan sungguh-sungguh.
"Apa kamu bilang....?!" Om Farhan terkejut sampai hampir jatuh dari kursi yang dia duduki.
Om Farhan bangkit dari kursi dan menunjuk-nunjuk ke arah wajah Elang." Kamu mau menikahi Vania...Kamu pikir anak saya wanita murahan mau di jadikan madu.Kalau bicara itu di pikir dulu pakai otak...sampai kiamat pun saya ga akan biarkan kamu masuk lagi dalam kehidupan putri saya..."
"Saya serius om,saya menyesal telah menyakiti Vania.Saya akan menebus kesalahan saya dengan membantu merawat dan menikahinya setelah nanti Vania sadar."
Om Farhan bertambah emosi,lain halnya dengan istrinya,wanita itu sebenarnya masih berharap Elang menikah dengan Vania.
"Sebelum saya menghabisi kamu sebaiknya kamu pergi...!" Teriak om Farhan dengan wajah memerah akibat menahan amarah.
Tante Marta istri om Farhan mendekat pada Elang dan menyuruhnya pergi.Dengan berat hati Elang meninggalkan rumah sakit
Setelah berfikir seharian Elang memutuskan untuk pergi yang jauh.Menjauh ke sebuah pulau adalah satu-satunya jalan untuk melupakan kejadian yang telah menghancurkan hatinya sehancur hancurnya.
Kemudian Elang mengirim pesan pada kedua rekannya kerjanya yaitu Bagas dan Dion untuk melakukan rapat penting nanti malam.
***
Salma memutuskan keluar dari pekerjaannya dan kembali ke Bogor.Sepanjang perjalanan gadis itu terus memikirkan jawaban apa nanti yang akan dia berikan ketika kedua orang tuanya bertanya,apakah dia dan Elang sudah mengakhiri pernikahan mereka.
Namun sampai di depan pintu rumah,dirinya tak juga mendapatkan jawabannya.
"Bagaimana neng,apa urusan kamu dengan nak Elang sudah selesai?" Tanya bapak saat putrinya telah duduk di hadapan mereka.
"Ah iya...sudah pak...semua sudah selesai..." Jawab Salma terbata-bata,merasa bersalah telah berbohong pada kedua orang tuanya.
Lebih baik dia sementara merahasiakan semuanya sampai urusannya dengan Elang selesai.Jangan sampai bapak dan emak kepikiran.
"Syukurlah neng,emak lega mendengarnya." Emak mengusap lembut bahu Salma.
Emak menyuruh Salma masik kamar untuk untuk istirahat.Di dalam kamar Salma terus menyesali apa yang telah dilakukannya pada Elang.Apa yang telah di lakukannya tidak hanya menyakiti Elang tapi juga dirinya sendiri.
Gadis itu kembali menangis."Mas Elang maaf aku...aku janji akan menemukan p kamu mas.Aku harus minta maaf sama kamu mas,aku akan melakukan apapun biar kamu memaafkan aku."
Selama dua hari Gadis itu mengurung diri di kamar,menyesali perbuatannya pada Elang.
Saat akan ke luar dari kamar untuk membantu emak memasak,ponselnya berdering.
"Halo Salma...." Ternyata Sarah tetehnya yang telepon.
"Iya teh."
"Kata Emak kamu lagi ada di rumah ya?"
"Iya,Salma udah ga kerja."
"Kalau kamu sempat,sini ke rumah teteh,bantu bikin kue.Pesanan lagi banyak."
Salma langung menerima tawaran teh Sarah dari pada mengurung diri terus di kamar.
***
"Gua ga bisa cerita untuk saat ini.Yang jelas gua harus pergi dan gua serahkan semua urusan perusahaan di tangan kalian berdua." Ucap Elang setelah memberitahu bahwa dirinya akan Resign dan pergi ke sebuah pulau sebrang merantau.
"Lu hanya perlu waktu bro,seiring waktu Tante Rieta pasti bisa menerima Salma.Jadi lo hanya perlu bersabar." Sahut Bagas memberi semangat pada Elang agar tidak pergi.
"Kalau masalahnya soal restu nyokap lu,tapi mengapa Salma ga lu bawa sekalian.Diakan istri lu." Dion merasa bukan restu mami Rieta yang menjadi penyebab Elang pergi.
"Seperti yang sudah gua bilang tadi,gua ga bisa cerita sekarang.Gua harus cabut...kalian baik-baik ya.Terimakasih sudah jadi sahabat dan rekan kerja yang baik buat gua selama ini." Elang berdiri kemudian memeluk Dion dan Bagas yang juga ikut berdiri secara bergantian.
Tampak ada kesedihan di wajah tiga pemuda itu.Elang yang aslinya memang mempunyai perasaan halus matanya tampak mengembun.Harus berpisah dengan dua orang penting dalam hidupnya.
Bagas dan Dion mengantarkan Elang sampai ke parkiran.
"Kata gua nih ya,Elang itu ga cinta sama Vania.Karna kan dari SMP Elang sama Vania udah selalu bersama,hanya Vania cewek yang ada di dekat Elang.Jadi pas dia ketemu sama Salma dan langsung nikah,baru dia nyadar bahwa di dunia ini cewek bukan Vania doang." Ucap Bagas setelah mobil Elang pergi.
"Sama Gas,gua juga berpikiran gitu...kayaknya Elang itu hanya kasian sama Vania.Lo masih ingatkan waktu SMA,Vania sering banget pingsan.Dan Elang yang selalu siaga melindungi Vania." Timpal Dion sambil berjalan bersisian dengan Bagas masuk kembali ke dalam kantor.
Elang menjalankan kendaraannya menuju gedung perusahaan pak Panca.Dia sudah membuat janji dengan papinya.
Suasana gedung perkantoran tampak sepi,karna hari telah beranjak malam.Hanya terlihat beberapa orang sekuriti yang sedang berjaga.
"Papi sih hanya bisa mendoakan,semua kamu yang menjalani.Jika memang pergi bisa membuatmu tenang dan memang ini jalan satu-satunya,papi hanya bisa mendukung." Sahut pak Panca begitu Elang mengutarakan niatnya.
"Terimakasih pi,atas dukungan dan doa papi." Elang memeluk haru pak Panca.
"Kamu ikut mobil papi aja,nanti mobil kamu biar supir yang bawa.Pokoknya kamu harus nginap malam ini di rumah sebelum berangkat.Usahakan bicara dengan mami karna kamu akan pergi dalam waktu yang lama."
"Baik pi." Bapak anak itu berjalan berdampingan menuju parkiran.
Sampai di rumah,mami Rieta langsung berjalan masuk kamar begitu melihat ada Elang datang bersama suaminya.
"Mami...El mau bicara..." Ucap Elang lirih,tak percaya maminya begitu tak mau bertemu dengannya.Namun mami Rieta diam membisu dan berjalan terus menuju kamar.
Dalam hatinya sebenarnya wanita itu merasa bahagia bisa melihat wajah putranya yang sudah beberapa tidak bertemu.
Elang bergegas menyusul mami Rieta dan terkejut mendengar pintu di tutup dengan keras.
"Mami,maafkan El...mami harus tau kalau El sangat sayang sama mami.El mohon,buka pintunya,El mau bicara..." Suara Elang terdengar bergetar sambil sesekali mengetuk pintu.
"Mami...buka pintunya...Erlangga anak kita mau bicara,dia akan pergi jauh." Kini pak Panca yang mencoba bicara.
"Mami merasa tidak punya anak yang bernama Erlangga.Mami ga perduli dia mau pergi kemana!" Sahut mami Rieta dari dalam.
"Mami...El mohon..." Kini suara Elang di sertai isak tangis.
"Pergiii...!" Teriak mami Rieta.
Elang tak putus asa."Mami,kalau memang mami ga mau bertemu dengan El,ga apa-apa...El pamit ya...El akan pergi jauh.Mohon doa restu mami.Sekali lagi El minta maaf sudah membuat mami kecewa." Tangis Elang kini benar-benar pecah.
Hati mami Rieta terasa teriris iris mendengar penuturan Elang yang di sertai tangisan.Ingin rasanya menghambur keluar untuk memeluk putranya itu.Namun hatinya masih begitu sakit dan kecewa dengan keputusan Elang menikah dengan Salma,hingga membuat Vania kecelakaan.
"Sekarang kamu naiklah ke atas,nginap lah malam ini." Pak Panca menepuk nepuk pundak putra yang masih terisak.
Elang hanya mengangguk kemudian naik ke lantai dua menuju kamarnya.
Sampai di kamar,Elang langsung naik ke atas tempat tidur untuk istirahat.Pikirannya langsung melanglang buana mengingat kejadian yang hampir sebulan ini dia jalani.
Hatinya kembali terasa sakit mengingat penolakan Salma.Berganti dengan sikap maminya yang sudah tak perduli dengan keberadannya.Ditambah lagi penolakan dari keluarga Vania.Tekadnya semakin bulat untuk menjauh dari Jakarta.