Bukan salah Anggun jika terlahir sebagai putri kedua di sebuah keluarga sederhana. Berbagai lika-liku kehidupan, harus gadis SMA itu hadapi dengan mandiri, tatkala tanpa sengaja ia harus berada di situasi dimana kakaknya adalah harta terbesar bagi keluarga, dan adik kembar yang harus disayanginya juga.
"Hari ini kamu minum susunya sedikit aja, ya. Kasihan Kakakmu lagi ujian, sedang Adikmu harus banyak minum susu," kata sang Ibu sambil menyodorkan gelas paling kecil pada Anggun.
"Iya, Ibu, gak apa-apa."
Ketidakadilan yang diterima Anggun tak hanya sampai situ, ia juga harus selalu mengalah dalam segala hal, entah mengalah untuk kakak ataupun kedua adik kembarnya.
Menjadi anak tengah dan harus selalu mengalah, membuat Anggun menjadi anak yang serba mandiri dan tangguh.
Mampukah Anggun bertahan dengan semua ketidakadilan karena keadaan dan situasi dalam keluarganya?
Adakah nasib baik yang akan mendatangi dan mengijinkan ia bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEMBILAN BELAS
“Pak Tono harus meminta ijin pada si pemilik golongan darah tersebut,” tegas dokter Andika.
“Hanya itu saja Dok? Itu sangat mudah untuk dilakukan.” Dengan sangat percaya diri pak Tono menjawab usulan dokter Andika. “Katakan saja Dok, akan saya temui sekarang juga.”
“Baiklah kalau begitu, mari ikuti saya.”
Dokter Andika kembali berjalan menuju ke gedung selatan, diikuti pak Tono. Sedangkan Bu Anas tetap di tempat menjaga Deni.
“Mari masuk!” ajak dokter Andika membuka pintu ruangan dokter Lina.
Pak Tono celingukan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang bisa dibilang luasnya hampir tiga kali lipat dari ruangan dokter-dokter lainnya. Tempat itu terlihat lebih segar, tenang dan nyaman, dengan alunan pelan lagu dengan irama yang menenangkan.
“Silahkan duduk pak Tono.” Dokter Lina menyambut pak Tono dengan senyum kecil menyiratkan tujuan tersembunyi.
Pak Tono menurut lalu duduk di sebuah kursi tepat berseberangan dengan meja dokter Lina.
“Jadi … apa yang harus saya lakukan Dok?”
Belum juga dokter Lina ataupun dokter Andika menjawabnya, pintu ruangan itu kembali terbuka, dokter Wirya datang bersama dengan Anggun.
Pak Tono menoleh ke arah pintu, tanpa sadar matanya terbelalak kaget, dan otomatis tubuhnya merespon berdiri menatap canggung dan bingung. “Kenapa dia?” batinnya berusaha tetap waspada.
“Kenapa? Kaget ya?” ucap dokter Andika menyadari reaksi alami yang ditunjukkan oleh pak Tono.
Dari arah pintu, Anggun berjalan mantap. Rasa takut yang sebelumnya mendominasi wajahnya kini menghilang, sama sekali tak terlihat. Justru pak Tono yang sekarang menunjukkan ekspresi yang sebaliknya.
“Kenapa mereka membawa bocah itu ke sini? Apa mereka sengaja? Atau jangan-jangan polisi juga akan datang setelah ini?” pikir panik pak Tono.
“Jangan terlalu kaget seperti itu, Pak Tono.” Dokter Andika membuka sesi drama mereka.
“Dia adalah Anggun, gadis yang Pak Tono butuhkan untuk menyelamatkan putra Bapak,” sambung dokter Wirya. “Kebetulan Anggun ini adalah pasien saya.”
“Langsung saja, sebenarnya saya ingin sekali melaporkan perbuatan keji anda pada polisi, tapi karena kebaikan hati Anggun, kami pun mengurungkan niat tulus kami,” terang dokter Wirya.
“Hah? Ap-a-apa yang ….” Jelas kentara kebingungan yang dirasakan pak Tono.
“Jangan berpura-pura, kami tahu apa yang kamu lakukan pada Anggun! Bukan Anggun yang sengaja mengadu pada kami, tapi kami yang peduli pada kondisi pasien kami, jadi sebaiknya anda mengaku dan meminta maaf sebelum kami berubah pikiran!” gertak dokter Andika seraya melipatkan kedua lengan tangannya di dada.
Tatapan mengancam pun dilayangkan dokter Lina, “Aku dengar putramu membutuhkan bantuan, jadi tidak ada pilihan lain jika anda ingin menyelamatkan putra anda.”
“Sialan! Kenapa aku dikeroyok begini! Apa yang harus aku lakukan sekarang?!” batin pak Tono masih berusaha tenang.
Tak lama kemudian perawat Tobia pun datang dengan tergopoh membuka pintu ruangan itu dengan tergesa, “Dokter Andika! Pasien itu kembali kejang!”
Mendengar seruan perawat Tobia, dokter Andika segera bangkit, begitu juga dengan pak Tono.
“Berikan saja obat penenang nya, pasien itu membutuhkan transfusi dan penanganan ulang di meja operasi. Tapi aku menunggu itikad baik orang tuanya.” Dokter Andika menyahut dengan santai.
“Dokter … baiklah saya mengaku! Tapi tolong selamatkan anak saya!” pinta pak Tono, lalu menghampiri dokter Andika. “Tolong Dokter jangan diam saja, akan saya lakukan! Saya ….”
Pak Tono masuk ke dalam jebakan drama para petugas medis itu, ia begitu panik lalu mendekati Anggun, mengatupkan kedua telapak tangannya di depan Anggun, “Maafkan aku! Anggun, tolong selamatkan anakku, terimakasih kamu tidak melaporkanku ke polisi, tapi aku butuh bantuanmu untuk menyelamatkan Deni! Kamu temannya Deni kan?”
“Permintaan maaf macam apa itu? Sangat tidak tulus!” seru dokter Wirya yang berdiri dibelakang Anggun, berjaga-jaga dan bersiap jika saja terjadi hal lain diluar prediksi mereka.
“Aku ….” Anggun memulai ucapannya dengan lembut. Diremasnya ujung baju dengan kedua tangannya sebagai cara untuk menguatkan diri, “Aku tidak ingin membuat masalah ini semakin rumit! Aku akan menyelamatkan Deni, tapi pak Tono harus mengakui perbuatan itu dan menyesalinya, juga jangan melakukannya pada siapapun! Jangan menggangguku lagi di sekolah! Jangan mengganggu keluargaku!”
Anggun melemparkan amplop berisi uang ke hadapan pak Tono, sekuat tenaga gadis belia itu berusaha tetap sadar, ia tak ingin terlihat lemah. “Aku kembalikan itu! Katakan! Kau melakukan perbuatan itu pada siapa selain aku!” gertak Anggun penuh amarah.
“Dokter! Kejangnya semakin menjadi!” seru perawat Tobia yang berpura-pura kembali datang dan tentunya membuat pak Tono semakin panik.
“Tidak! Aku … ini pertama kalinya aku melakukan hal itu, tolong maafkan aku, selamatkan Deni, Nggun!”
“Aku tidak percaya! Kamu begitu lihai mengancam dan menyakitiku! Kamu begitu ahli dan berani waktu itu! Kamu tidak mendengarkan permohonan ku waktu itu! Kamu tidak mendengarkan kesakitanku! Lalu kenapa sekarang aku harus mendengarkanmu?!!” Anggun melampiaskan semua amarahnya.
“Sial!! Sulit sekali bocah ini!! Dasar sial!! Kenapa juga Deni harus sekarat!!” umpat pak Tono dalam hati. “Harus bagaimana aku mengakui hal yang tak kulakukan! Aku bersumpah baru melakukannya sekali itu! Itupun aku terpaksa karena hanya ingin menggertakmu!”
Dokter Andika terkejut dengan alasan pak Tono, ia melangkah mendekati pak Tono, hampir saja ia melayangkan tinju panas ke wajah pak Tono, beruntung dokter Wirya mencegahnya.
“Aku benar-benar bersumpah! Anak ini nunggak uang sekolah, sebagai guru BP aku hanya ingin menertibkannya!” kilah pak Tono masih merasa benar.
“Cukup! Aku akan berhenti jadi dokter!” Dengan penuh Amarah dokter Andika menanggalkan jas putih kebesarannya. “Batu kali ini aku tak ada keinginan sama sekali untuk menyelamatkan nyawa seorang pasien! Aku akan menerima konsekuensinya, biarkan saja bocah itu tidak selamat, dia kan cacat seumur hidupnya!”
“Tidak! Saya mohon Dokter! Selamatkan anak saya! Anggun tolong bantu aku meyakinkan Dokter itu! Aku benar-benar minta maaf!”
Kali ini sepertinya pak Tono telah kehabisan kesempatan dan rasa percaya dirinya. Ia tertunduk bersimpuh memohon di depan Anggun, “Aku bersumpah dan meminta maaf padamu, aku memang pernah melakukan hal itu sebelumnya, tapi anak-anak itu tidak lagi sekolah di sana, mereka telah lulus.”
“Berjanjilah memberitahu pada kami siapa saja korbanmu itu, berikan identitas mereka secara komplit, maka kami anggap kasus ini selesai, dan putramu bisa selamat.” Dengan lebih tenang, dokter Wirya menimpali.
Akhirnya kesepakatan pun tercapai, pak Tono terlihat begitu lemas dan tertunduk hanya bisa mengangguk menyetujui semua ucapan para petugas medis itu. Drama pun berakhir dengan sukses.
“Dokter!” Seorang perawat lain pun mengetuk pintu dengan wajah seriusnya. Melihat hal itu, dokter Andika segera mengikutinya, kali ini bukan bagian dari sandiwara, sepertinya sesuatu terjadi pada Deni.
...****************...
To be continue....
Ini Anisa sama temennya kan 😮💨
Apa ig nya 🤭
lebih cocok jadi anaknya Tono dia 😩