Cerita yang memberikan inspirasi untuk wanita diluar sana, yang merasa dunia sedang sangat mengecewakannya.
Dia kehilangan support system,nama baik dan harapan.
Beruntungnya gadis bernama Britania Jasmine ini menjadikan kekecewaan terbesar dalam hidupnya sebagai cambukan untuk meng-upgrade dirinya menjadi wanita yang jauh lebih baik.
Meski dalam prosesnya tidak lah mudah, label janda yang melekat dalam dirinya membuatnya kesulitan untuk mendapat tempat dihati masyarakat. Banyak yang memandangnya sebelah mata, padahal prestasi yang ia raih jauh lebih banyak dan bisa di katakan dia sudah bisa menjadi gadis yang sempurna.
Label buruk itu terus saja mengacaukan mental dan hidupnya,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebablasan
.
.
.
Seingat Britania ini sudah jam 22.15. Nathan belum ingin beranjak atas tempat tidurnya, usai dengan ciuman panasnya mereka saling diam kembali, hanya berpelukan di bawah selimut yang sama. Nathan enggan pulang juga padahal perdebatan mereka sudah cukup selesai, sampai terdengar suara ponselnya berbunyi.
"Iyaa Ray, kenapa? Udah pulang kerja?" jawab Britania pada panggilan Rayyan. Nathan kembali mendengus kasar mendengarnya.
Tiba-tiba terbersit ide jail dalam otak Nathan, ia menyusupkan kepalanya pada leher Brii, mengendus dalam lalu mengecupnya kuat, hingga Brii mendesis.
"Udah, baru sampai rumah... Lo butuh teman nggak malam ini? Gue otw bentar lagi mumpung belum tidur."
"Mm... b-boleh dehh... T-ake care yaaa." sahut Brii terbata-bata.
"Kak, lo nggak apa-apa?"
"Ng-nggak Ray."
Jemari Ntathan bergerak makin jahil, menyusup di balik kaos yang Brii kenakan. Briitania melotot tajam, namun Nathan tidak peduli, rasa cemburunya makin besar kala Britania justru mengijinkan Rayyan datang disaat dia ada di sana.
Panggilan ditutup. Britania meletakkan ponselnya asal, ia tidak ingin memperlama posisi mereka yang ia rasa tidak aman. Usapan lembut di perut sampai ke pinggangnya membuat Bri melenguh, Nathan benar-benar cemburu, ia ingin menunjukan kalau hanya dia lah yang boleh dekat dan menyentuh Bri.
"Mas..."
"Aku nggak akan berhenti, aku nggak mau kamu peluk-pelukan sama Rayyan lagi nanti."
"Mas, dia tuh adek aku yaa. Jangan samain dia kayak kamu,"
"Tapi dia sering cium-cium kening kamu, peluk juga. Aku nggak rela," Nathan melanjutkan aktivitas tangannya, terus menyusur kulit halus Bri sampai ke punggungnya, bersamaan dengan kecupan di leher dan seluruh wajah Bri.
Suasana di kamar kembali panas, Bri terus terbawa permainan Nathan. Tidak salah memang, Nathan lebih memilih berinteraksi dengan tubuh Bri yang jujur daripada terus mendengar penolakannya. Makin tak terkendali hingga kini tubuh Bri sudah terkungkung di bawah Nathan dengan pakaian yang sudah lecek tak beebentuk.
Adegan mereka harus berhenti, karena terdengar suara pintu dibuka.
Ceklek!
"Mas, Rayyan dateng." gumam Bri, napas pendeknya terputus-putus. "Hufh!" napasnya memburu, Nathan terpakasa bangkit, memilih untuk langsung berpamitan dengan wajah lesunya. "Kamu lebih bisa menerima Rayyan sepertinya, Brii... Hufh."
"Bukan menerima seperti yang kamu bayangin, Mas, Aku dan Rayyan sudah kenal hampir lima tahun lebih dan selama itu dia sudah melewati banyak hal yang tidak Kamu tahu," sanggah Bri, sedikit membela dirinya, ia tidak mungkin membiarkan dua saudara itu terus salah paham. NAthan keluar kamar Bri dengan langkah yang kasar..
Untung saja mereka tidak berpapasan di kamar Bri. Jadi Briella tidak perlu melihat tatapan sengit mereka berdua. Entah di luar tadi mereka sempat adu mulut atau tidak, pasalnya tidak berselang lama Nathan keluar, Rayyan sampai juga sudah duduk santai di dapur..
Ternyata Britania salah, mereka jelas sempat beradu mulut dan hampir saja beradu jotos.
"Lo datang ke sini buat apa lagi?" seru Rayyan dengan geram, matanya menatap Nathan tajam.
Nathan balik menatap adiknya itu sejenak. Bukan tatapan yang penuh emosi, kali ini lebih melunak. "Rayy, aapa kamu nggak bisa bujuk Britania buat bertahan sama aku. Kalau Bunda nggak setuju aku bisa bawa kalian pindah ke Jepang. Kita hidup di sana..."
Bugh!
Satu pukulan telak mendarat di wajah Nathan. "Gue pernah ada di antara kalian, Gue tahu bagaimana sifat kalian bahkan Gue lebih memilih mati saat itu. Jangan harap gue akan membiarkan Bri masuk ke Neraka itu. Dia jauh lebih penting buat gue daripada kalian semua yang katanya keluarga. Jauhi Briella! Dia sudah cukup menderita selama ini, lo nggak tahu apa-apa jadi lebih baik pergi dari kehidupan dia sebelum lo menghancurkan semua yang udah dia raih dengan susah payah." Rayyan menjeda sejenak, tidak ada perlawanan dari Nathan.
"Lo tahu seberapa inginnya gue lihat Briella ketawa bahagia dengan tulus? Sayangnya, gue lihat itu setelah dia ketemu lo. Tapi sekarang senyuman itu akan kembali menyakiti dia, gue nggak akan biarin ia mengalami trauma hebat lagi," seru Rayyan menggebu-gebu, suaranya dipenuhi amarah dan kepedulian yang mendalam terhadap Britania.
Rayyan begitu menyayangi perempuan itu, sejak merasakan kepeduliannya dalam merawat dia dulu. Bahkan saat itu mereka belum saling mengenal tapi Bri sangat peduli padanya. Sekarang saatnya ia membalas kebaikan Brii, Rayyan tidak rela kalau Bri sampai tersakiti oleh pria untuk kedua kalinya.
Tidak menyela sedikit pun, Nathan hanya terdiam mendengar Rayyan berujar penuh emosi. Setelahnya ia melenggang pergi menuju pintu keluar.
"Nathan dari sini, Kak?" tanya Rayyan heran, melihat Bri keluar kamarnya.
Bri mengangguk pelan, megambil duduk di salah satu kursi di kitchen bar'nya. "Iyaaa, jadi gini, ceritanya tadi siang kan aku mau refreshing jalan-jalan ke Mall. Shopping sama Chacha banyak banget tuhh! Aku juga beliin beberapa baju buat kamu sama anak-anak di rumah singgah. Sialnya aku lupa bayar semua itu pakai kartu milik Nathan yang dulu dia kasih. Aku beneran lupa, Ray... Hufh... Tapi tadi dia ke sini aku udah bilang mau gantiin kok." jelas Bri, sedikit malu dengan kecerobohannya.
Rayyan mendengus. "Bagus dong, kuras habis aja uangnya, Kak Bri," ujarnya, setengah bercanda.
"Yeee, aku juga bisa menghasilkan uang sendiri meski tidak sebanyak uang dia, Rayy. Kamu mau numbalin aku buat menikmati uang dia, hufh..." sahut Bri mencibir.
Rayyan menarik napasnya dan menghembuskannya lagi dengan kasar.
"Kalau suatu saat orang tua gue nyariin dan pengin maksa gue pulang. Lo harus bantu gue yaa, gue nggak akan mau, jangan pernah sekalipun nyuruh gue buat balik." Rayyan berkata, wajahnya serius.
"Hei, sama aja gue jadiin lo anak durhaka donggg..." Britania memukul lengannya cukup keras.
"Awhhh... Gue udah bertahun-tahun tanpa mereka juga bisa, kak. Asal ada satu orang kayak lo gue nggak butuh mereka lagi." Matanya mengerling jahil dan tanpa aba-aba dia mendekatkan wajahnya untuk mengecup bibir Bri.
"Ehh, lo berani sekarang yaaa... Dasarrr!" tukas Bri, namun Rayyan hanya tertawa renyah.
"Lo yang mulai duluan, kak, gue jadi ketagihan, jadi jangan salahin gue. Udah lama gue nahan sebenarnya, gue takut dikira nggak sopan tapi sekarang gue benar-benar kecanduan, kak Briii... Anggap aja brother with benefit... Gimana... Wkwkwkkw," Rayyan terkekeh, senyum jahilnya makin lebar.
"Jadi udah lama kamu pengin cium aku maksudnya? Hmm...?" Cowok itu kembali terkekeh.
"Yaa, Gue udah bilang Gue cowok normal, Kak Brii. Wajar kalau suka salfok sama bibir lo yang kadang suka dekat banget kalau lagi ndusel-ndusel atau meluk-meluk Gue duluan," Rayyan mengaku terang-terangan.
Niat hati ingin menjitak kepalanya malah tangan Ray dengan sigap menangkap pergelangan tangan Bri dan menarik tubuh Brii untuk makin merapat padanya, lebih tepatnya separuh badan Bri kini berada di atasnya.
"Kamu mau nanti mengerang frustrasi lagi gara-gara butuh penyaluran, hmmm...?" goda Britania.
Rayyan tersenyum jahil. "Kalau Lo mau, gue siap kok. Bukannya lo yang pengin latihan ya udah sekalian ajaa, biar makin mahir. Lo pasti nggak tahan juga sama bibir gue kan... Hmm."
Sial! Dia bukan tipe perokok jadi berada sangat dekat dengannya, Britania bisa melihat dengan jelas bibirnya yang tipis tapi sangat bersih, pink alami. Pesona Rayyan, yang selama ini Bri anggap adik, kini terasa mengancam benteng perasaannya.
Kadang jatuh cinta di usai dewasa tidak menyenangkan yaa? Banyak pertimbangannya juga. Banyak yang harus dipikirkan dan banyak yang harus diperjuangkan.
Bisa nggak sih? Jatuh cinta yaa udah jatuh cinta aja, nggak usah pake drama ada orang ketiga, ada rindu yang menggebu dan ada perasaan pihak lain yang harus kita jaga juga?
Next gaes???