Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur Satu Kamar
Melati terdiam membeku di dekat tempat tidur, melihat Zaidan yang berlalu ke ruang ganti dan tidak memperdulikannya yang begitu tegang sekarang. Bahkan Zaidan tidak berkata sedikit pun padanya.
"Duh Mel, ini seperti masuk kandang singa. Mengerikan sekali"
Sampai hampir 15 menit, Melati hanya berdiri diam di tempatnya. Menunggu Zaidan keluar dari ruang ganti. Pria itu sudah menggunakan pakaian tidur. Melati meliriknya dengan takut-takut.
"Kau masih berdiri disana? Cepat tidur"
Melati mengerjap kaget mendengarnya, dia mengangguk meski sedikit ragu saat untuk naik ke tempat tidur. Melihat Zaidan yang sudah berbaring duluan di atas tempat tidur, maka Melati hanya fokus pada ruang kosong di samping pria itu. Seharusnya semakin tidur ke pinggir tempat tidur, itu akan cukup untuk tubuhnya yang mungil. Karena Melati takut jika harus tidur terlalu dekat dengan Zaidan.
Beringsut naik ke atas tempat tidur, Melati benar-benar memanfaatkan ruang kosong yang paling pinggir. Berbaring dengan membelakangi Zaidan, menarik selimut sampai ke lehernya. Matanya masih bergerak gelisah, belum bisa untuk tertidur. Jantungnya semakin berdetak kencang.
Melati baru melihat ke arah dinding di depannya, sebuah foto seorang perempuan yang sedang hamil besar di sebuah bangku taman. Melati tahu jika itu adalah Ibu kandung Zenia.
Cantik sekali, pantas saja Tuan Zaidan tidak mudah melupakannya. Mungkin karena dia terlalu cinta padanya.
Melati memaklumi tentang Zaidan yang lebih sulit melupakan mendiang Ibunya Zenia. Karena mencintai dengan tulus, akan sulit untuk melupakan.
Ah, aku jadi teringat Kak Ares. Sampai kapan ya dia bisa sadar kalau aku sebenarnya jatuh cinta padanya. Apa dia tidak pernah sadar akan perasaanku ini. Atau aku yang terlalu hebat menutupinya.
Ares adalah sosok yang selalu banyak membantunya dalam segala hal. Apalagi sejak orang tua Melati meninggal. Dia yang selalu banyak membantu, dan kepeduliannya membuat Melati jatuh cinta. Meski dia tidak berani mengatakan yang sebenarnya.
Cukup lama bergulat dengan pikirannya, dan matanya mulai lelah. Akhirnya Melati mulai terlelap. Hembusan napas pelan dan teratur menandakan jika dia sudah tertidur.
Di sisi ranjang lain, Zaidan menoleh menatap punggung perempuan yang tidur disampingnya. Lalu, dia menatap pada foto perempuan yang dia cintai. Tatapan mata yang sulit di artikan.
Maafkan aku Di, karena membawa perempuan lain ke kamar kita.
Ini adalah kamar yang selalu Zaidan siapkan untuk Diana. Namun, perempuan itu bahkan belum sempat tidur disini. Karena dia meninggal terlalu cepat sebelum rumah ini selesai di bangun. Hal yang paling membuat Zaidan hancur, dunianya seolah runtuh dalam sekejap, melihat seorang balita yang harus kehilangan Ibunya di usia yang terlalu kecil.
Zaidan menatap langit-langit kamar dengan kedua tangan menjadi bantalan. Hembusan napas pelan menunjukan betapa beban dalam dirinya belum bisa dia hilangkan.
"Sampai kapanpun aku akan selalu mencintaimu, Di. Maaf karena mengingkari janji, kamar ini seharusnya menjadi milikmu. Tapi, aku sudah membawa perempuan lain tidur disini yang seharusnya kamulah yang pertama tidur disini bersamaku"
Suara itu cukup lirih, tapi masih cukup terdengar jelas oleh seseorang yang tertidur disampingnya. Melati langsung membuka matanya yang sudah hampir terlelap dalam tidurnya. Menatap foto perempuan yang terpajang di dinding depannya sekarang.
Kamu beruntung karena begitu dicintai oleh Tuan Zaidan. Sial, kenapa aku menangis.
Air mata menetes begitu saja dari sudut matanya, mengenai bantal yang dia pakai. Melati mengusap kasar air mata yang mengalir melewati hidungnya itu. Dadanya terasa sesak, tapi dia tidak tahu kenapa dia harus menangis hanya karena mendengar ucapan Zaidan barusan. Seharusnya Melati sadar jika memang Zaidan hanya akan mencintai satu perempuan dalam hidupnya setelah Ibu dan anaknya. Tidak akan ada lagi yang dia cintai.
Sial, hatiku tiba-tiba terasa sesak.
*
Pagi ini Melati bangun lebih dulu, melihat posisi suaminya yang masih aman ditempatnya. Padahal semalam Melati sempat berpikir jika mungkin akan ada sebuah kejadian seperti dalam cerita, ketika si pria yang tiiba-tiba memeluk perempuan yang tertidur disampingnya. Namun, ekspetasi terlalu tinggi bagi Melati.
Setelah menatap wajah Zaidan yang masih terlelap dalam beberapa saat. Melihat garis wajah yang begitu sempurna dengan hidung mancung, bulu mata yang panjang dan hitam. Wajah yang tidak terlalu putih, tapi tidak gelap juga.
Seandainya setiap hari dia dalam posisi seperti ini, dia terlihat begitu tampan. Mungkin aku juga akan jatuh cinta padanya. Eh.. Sadar Mel.
Melati menggeleng cepat, mengusir pikiran kotor di kepalanya. Dia perlahan turun dari tempat tidur, menyelinap keluar kamar dan menuju kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Melati tidak mungkin mandi di kamar Zaidan, karena dia tidak punya baju ganti disana.
Ketika Melati selesai mandi dan berganti pakaian, dia keluar dari kamar dengan sedikit was-was. Takut jika Mama mertuanya melihat dia keluar dari kamar tamu. Ketika dia menutup pintu kamar, tiba-tiba suara seseorang benar-benar mengagetkannya.
"Sedang apa disini, Mel?"
Jantung Melati hampir melompat dari tempatnya. Tangan yang masih memegang gagang pintu, langsung bergetar tanpa sebab. Dia perlahan menoleh dan tersenyum dengan wajah yang benar-benar panik. Otaknya berputar mencari alasan yang tepat.
"Em, i-ini Ma, tadi pintu kamar ini terbuka jadi aku tutup"
"Oh begitu, Zaidan belum bangun?"
"Ah, belum Ma. Mungkin sebentar lagi, Zenia mana Ma? Hari ini sekolah 'kan, apa sudah bangun?"
"Masih tidur, sudah Mama bangunkan tapi susah"
Melati tersenyum tipis, dia sebenarnya sudah siap dengan seragam kerjanya. "Kalau begitu biar Mel saja yang bangunkan"
Ketika Melati sudah ingin berlalu, namun tangannya di tahan oleh Mama. Membuatnya menoleh dan menatap Mama mertuanya dengan kening berkerut penuh tanda tanya.
"Mel, terima kasih sudah memberikan kehidupan baru untuk Zaidan dan Zenia. Terima kasih sudah menyayangi Zen seperti anak kamu sendiri. Jika suatu saat kamu diberikan kesempatan untuk melahirkan anakmu sendiri, tolong tetap sayangi Zen seperti saat ini ya. Jangan pernah berubah"
Melati tersenyum, dia memegang tangan Mama yang mengenggam tangannya. "Ma, rasa sayang Melati sama Zen, tidak akan berubah. Apapun yang terjadi kedepannya, Mel akan tetap menyayangi Zen. Karena Zen adalah anak Melati"
Meski mungkin perpisahan akan terjadi saat itu diantara aku dan Tuan Zaidan. Tapi, Zenia akan tetap aku sayangi.
Perpisahan itu akan tetap terjadi, setelah kontrak selesai dan Tuan Zaidan memutuskan kontrak pernikahan ini. Maka, semuanya akan berakhir. Tapi itu hanya diantara Melati dan Zaidan. Bukan diantara Melati dengan Zenia. Melati akan tetap menyayangi Zenia apapun yang terjadi, karena dia sudah menganggap Zenia sebagai anaknya sendiri.
"Pantas ya Zaidan bisa jatuh cinta sama kamu. Karena kamu begitu tulus. Setelah bertahun-tahun Zaidan memilih sendiri, akhirnya dia menemukanmu untuk menjadi istri dan Ibu untuk Zen. Sekarang Mama mengerti kenapa Zaidan memilihmu, Mel"
Melati hanya tersenyum saja, merasa lucu saat Mama mengatakan jika Zaidan jatuh cinta padanya. Karena itu tidak mungkin terjadi. Baru tadi malam Melati mendengar jelas jika Zaidan hanya akan mencintai Diana.
"Iya Ma, mungkin sudah takdir juga"
Bersambung
Bener kan pada nabung bab sih,... capek ah.. Author nulis sia sia.. Bikin nangis..
nextttt thor.....