Raya yang baru saja melakukan ujian nasional, mendapatkan musibah saat akan datang ke tempat tinggal temannya. Kesuciannya direnggut oleh pria tak dikenal. Raya memutuskan untuk melaporkannya ke polisi. Bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun ancaman. Tidak hanya sampai di situ saja, dia dinyatakan hamil akibat insiden itu. Lagi-lagi bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun perlakuan buruk yang dia terima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19 Menyakiti
Mereka bertiga kini tiba di bandara. Virza dan Vindra menghela nafas lega—karena mereka tiba dengan selamat.
"Apa kamu mau ke rumah sakit dulu?" tanya Vindra yang masih melihat wajah pucat Keanu.
"Memangnya siapa yang sakit?" tanya Keanu.
"Ya kamu." Vindra memutar bola matanya malas.
"Ayo, kita harus semangat. Siapa tahu saja kita mendapatkan jodoh di sini," ucap Virza.
Keanu dan Vindra menatap Virza yang terkekeh. Ya siapa tahu saja, kan, takdir siapa yang tahu?
Mereka masuk ke mobil jemputan mereka, dan tidak membutuhkan waktu lama, mereka tiba di hotel.
Rean dan Rion kembali sibuk dengan laptop milik Nina. Kedua anak itu sebelumnya membersihkan rumah. Nina dan Raya memutuskan untuk tinggal bersama, dan berbagai uang sewa untuk saling meringankan beban.
Sore harinya, Nina pulang lebih dulu dibandingkan dengan Raya. Dia melihat rumah yang terlihat bersih.
"Apa Rean dan Rion yang membersihkan rumah?"
"Iya."
"Kalian tidak perlu membersihkan rumah. Ini tugas mama."
"Kami mau bantu Mama dan mommy. Bial gak cape."
Nina merasa terharu, kenapa anak-anak ini begitu cerdas? Sayang, nasib mereka tidak beruntung.
"Kenapa mama sedih?"
"Tidak. Terima kasih sudah hadir dalam kehidupan mama."
Nina memeluk Rean dan Rion, yang dibalas pelukan juga oleh kedua anak itu.
Di lain tempat
Justin sedang membaca berkas-berkas yang ada di atas meja kerjanya. Tidak lama kemudian, pintu ruangannya diketuk.
"Masuk."
"Maaf, Tuan. Tuan Anderson ingin menemui Anda."
"Suruh masuk."
"Baik."
"Halo, Justin."
"Hai, Tommy."
"Jadi, bagaimana dengan rencana perjodohan anak kita?"
"Akan aku pikirkan dulu. Kamu tahu, kan, aku menginginkan yang terbaik untuk anakku."
Sebenarnya bukan hanya Tommy saja yang ingin menjodohkan anaknya dengan Keanu, tapi banyak. Justin hanya akan memilih yang terbaik dari perempuan-perempuan itu.
Keanu, Vindra dan Virza kini menuju perusahaan mereka. Mereka melihat keadaan perusahaan, dan meminta untuk menambah tiga orang karyawan baru sesuai bidangnya masing-masing.
Malam harinya, Raya pulang dengan wajah lelah. Dia membawa bahan masakan karena baru saja menerima gajian. Uang dari hasil lomba desain akan dia gunakan untuk keperluan mendesak saja.
"Biar aku yang masak, kamu istirahat saja."
"Terima kasih. Aku akan mandi lebih dulu, baru mengerjakan tugas. Tugas kuliah begitu banyak."
Ponsel Raya berbunyi, sebuah pesan dari dosen pembimbingnya.
[Temui saya besok jam tujuh, ya. Ada hal penting yang harus dibicarakan.]
[Baik, Bu.]
Keesokan harinya, Raya pagi-pagi sekali pergi ke kampus. Menaiki bis yang penuh sesak. Matanya menatap billboard yang memperlihatkan nama perusahaan.
Semoga saja aku bisa bekerja di sana.
Tanpa dia tahu siapa pemilik perusahaan itu.
Di ruang dosen, Raya diberi tahu kalau dia bisa lulus lebih cepat dari yang seharusnya.
"Nilai-nilai kamu selalu tinggi, mumpung masih awal semester tiga. Tapi tentu saja kamu harus lebih kerja keras lagi. Bagaimana?"
Lulus lebih cepat, berarti lebih banyak lagi yang harus dikorbankan. Fisik, pikiran dan waktu. Jika lulus lebih cepat, dia akan lebih fokus ke lainnya.
"Baik, Bu. Akan saya lakukan."
"Saya tahu kamu bisa."
...----------------...
Keanu, Virza, dan Vindra sedang berada di salah satu kafe yang tidak jauh dari taman. Arah pandangan mereka ke dua anak laki-laki yang sedang bermain bola.
"Anak-anak itu, orang tuanya ke mana? Masa dibiarkan main sendiri," ucap Virza.
Mata Keanu dan Vindra menatap lekat ke sana. Keanu jadi teringat dengan calon anaknya. Kalau masih ada, mungkin sebesar mereka?
Entah calon anaknya itu laki-laki atau perempuan.
"Sayang, aku ngidam ingin makan es krim," ucap salah satu perempuan hamil kepada suaminya.
Pandangan mereka bertiga kini beralih ke perempuan hamil itu, yang duduk tidak jauh dari mereka.
"Oh, anak Daddy ingin makan es krim?"
Pria itu mengusap perut buncit sang istri. Mereka terlihat bahagia.
Dulu, saat Raya hamil, dia tidak pernah mengusap perutnya. Jangankan mengusap, berbicara saja tidak. Jangankan memenuhi keinginan ibu hamil itu, memastikan kebutuhannya saja tidak. Tidak pernah mengajak check up.
"Daddy."
Keanu tersentak saat merasa ada yang berbisik di telinganya.
"Daddy jahat. Kenapa daddy menyakiti kami? Daddy tidak sayang pada kami. Daddy jahat. Mommy menderita karena Daddy."
"Keanu! Keanu!"
"Ya?"
"Kamu kenapa, sih? Bengong terus!"
"Tidak."
"Kalau ada apa-apa, kamu bisa bercerita kepada kami."
"Menikahlah, kalau kamu ingin punya anak," ucap Virza.
Ya, seharusnya dia sudah punya anak meski belum menikah. Tidak ada yang tahu akan hal ini selain kedua orang tuanya, dokter Bian dan istrinya.
Siang ini, kepala divisi Raya mengajak anak buahnya makan siang bersama di salah satu kafe dekat kantor.
"Kamu harus ikut, Aya. Setelah makan, baru ke kampus."
"Tapi ...."
"Ayo!"
Perasaan Raya sebenarnya tidak enak, tapi tidak bisa juga menolak.
Mereka kini masuk ke kafe, dan memilih meja kosong dekat jendela.
Keanu, Virza dan Vindra melihat kedatangan orang-orang itu.
"Itu bukannya gadis yang menang itu, kan? Ternyata dia ada di sini?" tanya Virza.
Raya tanpa sengaja melihat mereka, yang juga sedang menatap dirinya. Perempuan itu secara refleks langsung memalingkan wajahnya, pura-pura tidak melihat.
"Dia pura-pura tidak melihat kita? Wah, sungguh sopan sekali, ya!" ucap Virza.
"Biasanya orang-orang yang melihat kita, akan langsung menghampiri untuk berbasa-basi."
Keanu menatap tajam perempuan itu.
Jadi dia di sini?
"Ketiga pria tampan itu, sepertinya aku kenal," ucap salah satu di antara teman Raya.
Raya meremas kedua tangannya di bawah meja.
"Aya, kamu sakit?"
"Enggak."
"Ayo makan."
Raya memakan makanan itu, makanan enak namun terasa pahit di mulutnya. Melihat makanan itu, dia jadi tidak nafsu makan. Dia jadi teringat dengan Rean, Rion dan Nina. Memakan makanan enak ini tanpa mereka, seperti melakukan dosa besar.
Ingatkan Raya untuk membelinya saat pulang kerja nanti.
Tanpa sadar dia mengangguk. Kalau dia bisa cepat lulus, dia akan fokus bekerja. Gajinya juga pasti akan lebih besar. Dia ingin membeli rumah, uang dari hasil lomba itu tidak akan cukup untuk membeli rumah.
Ketiga pria itu melihat wajah Raya yang terlihat serius.
"Dia benar-benar tidak menyapa kita?" tanya Virza.
"Dia saja kelihatan ketakutan saat melihat kita bertiga. Memangnya kita pernah berbuat jahat padanya?" tanya Vindra.
"Tapi aku yakin, pernah melihat wajahnya entah di mana, sebelum malam penghargaan itu."
Keanu diam saja.
"Jangan-jangan ...."
"Jangan-jangan apa?"
"Jangan-jangan salah satu dari kalian pernah menyakiti hatinya. Ayo ngaku!"
"Sembarangan! Kenal saja tidak."
"Menyakiti tidak harus kenal dulu, ya kan!"