Trauma masa lalu mengenai seorang pria membuat gadis yang awalnya lemah lembut berubah menjadi liar dan susah diatur. Moza menjadi gadis yang hidup dengan pergaulan bebas, apalagi setelah ibunya meninggal.
Adakah pria yang bisa mengobati trauma yang dialami Moza?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35 Penyesalan Bagas
Di jalan yang sepi itu sudah terkapar Moza tidak sadarkan diri. Wajahnya sudah penuh dengan darah. Sementara itu, Dimas tampak khawatir karena belum ada kabar dari Moza sama sekali.
"Astaga, Moza ke mana? kata Una Moza belum pulang, terus sekarang dia ada di mana?" gumam Dimas khawatir.
Dimas sama sekali tidak bisa tenang sebelum tahu kabar Moza. Hingga tidak lama kemudian, ponsel Dimas pun berdering dan tertera nama Moza di sana. Dengan cepat Dimas mengangkat telepon dari Moza.
"Ya, ampun Moza kamu ke mana saja? kenapa tadi kamu pergi begitu saja meninggalkan aku?" cerocos Dimas.
"Maaf, apa ini dengan Bapak Dimas?" seru orang di seberang sana.
"Iya, ini siapa ya? bukanya ini nomornya Moza?" tanya Dimas bingung.
"Maaf Pak, saya dari kepolisian. Pemilik ponsel ini baru saja mengalami kecelakaan di jalan xxx karena tertabrak oleh sebuah truk. Sekarang kami sudah membawa korban ke rumah sakit xxx, jadi mohon anda segera datang," ucap Polisi itu.
"Apa, Moza kecelakaan? baiklah, saya akan segera ke sana," sahut Dimas kaget.
Dimas pun segera menyambar kunci mobilnya, lalu dia menghubungi Una dan Juga Rico serta Laras. Dimas segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit yang disebutkan oleh polisi itu. "Kenapa Moza sampai kecelakaan? memangnya dia habis dari mana?" gumam Dimas bingung.
Tidak membutuhkan waktu lama, Dimas pun sampai di rumah sakit. Dia menghampiri polisi lalu polisi memberikan barang-barang milik Moza. "Pak, kenapa Moza bisa celaka?" tanya Bagas.
"Kami belum tahu cerita pastinya, dan sekarang kami sedang menyelidiki semuanya karena supir truk juga belum sadarkan diri," sahut Polisi.
"Astaga, terima kasih ya, Pak," seru Dimas.
"Sama-sama, kalau begitu saya pamit nanti kalau ada perkembangan baru saya akan hubungi Bapak kembali," ucap Polisi.
"Baik, Pak."
Polisi itu pun pergi, Dimas duduk di kursi menunggu hasil pemeriksaan Moza. "Semoga Moza baik-baik saja," gumam Dimas.
Tidak lama kemudian, Una, Rico, dan Laras pun datang. "Bagaimana dengan keadaan Moza?" tanya Una.
"Belum tahu, soalnya belum selesai diobati," sahut Dimas.
"Astaga, kenapa Moza bisa sampai celaka begini sih?" seru Laras khawatir.
"Aku juga gak tahu, Kak," sahut Dimas.
Tidak lama kemudian, dokter pun keluar. "Keluarga dari Moza!" seru Dokter.
"Saya Dok, saya kakaknya," sahut Rico.
"Bisa Mas ikut dengan saya?"
"Bisa, Dok," sahut Rico.
Akhirnya Rico pun mengikuti langkah dokter dan masuk ke dalam ruangan dokter itu. Dua orang suster mendorong brankar Moza, semuanya sangat kaget melihat keadaan Moza yang seperti itu. Banyak alat-alat di wajahnya, bahkan lebam di wajahnya terlihat sekali akibat benturan keras.
Semuanya mengikuti suster dan masuk ke ruangan rawat VIP. "Sus, bagaimana keadaan Moza?" tanya Laras.
"Maaf Bu, saya tidak bisa menjelaskan biar nanti dokter saja yang menjelaskannya. Kalau begitu kami permisi dulu," sahut Suster itu.
Sepeninggalnya suster, ketiganya memperhatikan Moza. "Kenapa dia bisa seperti ini?" ucap Laras dengan deraian air matanya.
"Ini semua salah aku, Kak. Tadi malam aku menyuruh dia menunggu di luar karena aku ingin ke toilet dulu, tapi pas aku selesai Moza sudah tidak ada bahkan beberapa kali aku menghubunginya tapi dia tidak menjawab panggilan dari aku. Hingga beberapa saat kemudian, seorang polisi menghubungiku lewat ponsel Moza kalau Moza mengalami kecelakaan," sahut Dimas.
"Ya, Allah. Aku juga minta maaf Bu, karena tadi malam tidak bisa jaga Moza soalnya aku sedang tidak enak badan," sambung Una.
"Kita tunggu Moza sadar saja, biar nanti dia yang cerita takutnya Moza mengalami kecelakaan yang disengaja," sahut Laras.
Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Rico masuk dan langsung dihampiri oleh Laras. "Bagaimana Mas? apa yang sudah terjadi dengan Moza?" tanya Laras khawatir.
"Moza mengalami benturan yang sangat keras, untuk saat ini dia masih mengalami koma. Mudah-mudahan Moza cepat sadar dan kembali sehat," sahut Rico.
"Aamiin."
Laras dan Rico memutuskan untuk pulang karena mereka tidak bisa meninggalkan anak mereka. Una dan Dimas yang menjaga Moza, Dimas duduk di samping Moza dan menggenggam tangan Moza. "Maafkan aku sayang, aku sudah lalai menjaga kamu," ucap Dimas penuh penyesalan.
"Moza gadis kuat kok, aku yakin Moza akan segera sadar dan sembuh seperti sedia kala," sahut Una.
***
Keesokan harinya.....
Bagas mulai menggerakan tubuhnya, kepalanya sangat pusing karena dia sudah minum sangat banyak. "Gila, saking mabuknya aku sampai mimpi yang macam-macam," lirih Bagas.
Bagas masih belum sadar, dia mengira kejadian tadi malam adalah mimpi. Perlahan dia bangun dan duduk, lalu mulai membuka matanya. Dia celingukan, mulai memperhatikan kamar itu.
"Loh, kok aku malah pulang ke apartemen?" gumam Bagas.
Bagas menoleh ke samping, dia melihat ada noda darah di seprei itu. Seketika dia melotot, lalu dia memperhatikan diri sendiri. "Loh, kok alu-----"
Bagas mulai panik, dia mencoba mengingat kejadian tadi malam. Hingga beberapa saat kemudian, dia benar-benar kaget dan panik. "Ya, Allah ternyata tadi malam bukan mimpi?" seru Bagas terkejut.
Bagas langsung melompat dari tempat tidur lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Selama mandi, dia terbayang-bayang wajah Moza yang tadi malam memelas dan memohon supaya Bagas tidak melakukannya tapi Bagas tetap saja melakukan semua itu. "Sial, brengsek sekali aku, kenapa aku bisa sampai melakukan hal sebejad itu? aku yakin Moza akan semakin membenciku," gumam Bagas.
Bagas benar-benar benci kepada dirinya sendiri. Bagaimana caranya dia meminta maaf, sudah pasti Moza tidak akan pernah memaafkannya. "Bodoh...bodoh....!" teriak Bagas penuh penyesalan.
Bagas segera menyelesaikan mandinya lalu mengganti baju. Pada saat dia hendak pergi, lagi-lagi dia melihat ke arah seprei yang ada bercak darah itu. "Maafkan aku, Moza," lirih Bagas.
Bagas segera bergegas keluar dari apartemennya, dia ingin menemui Moza. Dia tidak peduli jika Moza akan memaki, memarahinya, atau bahkan memukulnya. Bagas akan menerimanya dengan suka rela karena memang kesalahannya saat ini sudah sangat fatal.
Pada saat hendak masuk ke dalam mobil, Bagas melihat tidak jauh di sana sudah banyak orang berkerumun bahkan di sana ada teman-temannya juga. Bagas kembali menutup pintu mobilnya dan memutuskan untuk menghampiri kerumunan itu. "Ada apa ini?" tanya Bagas.
"Siap Komandan, tadi jam 02.00 dini hari sudah terjadi kecelakaan di sini. Sebuah truk menabrak seorang perempuan," sahut anak buah Bagas.
"Apa, menabrak perempuan? siapa orang itu?" tanya Bagas mulai curiga.
"Kalau melihat CCTV jalan, perempuan itu Moza, Komandan. Dan setelah di lihat secara detail, dia memang sengaja menabrakan diri ke truk itu," sahut anak buah Bagas.
Bagai tersambar petir di siang bolong, jantung Bagas seakan berhenti berdetak. Bagas tidak percaya dengan apa yang dua dengar. "Sekarang korbannya di mana? apa masih selamat?" tanya Bagas dengan suara yang bergetar.
"Katanya sudah dibawa ke rumah sakit dan sepertinya selamat, Komandan," sahutnya.
"Rumah sakit mana?" tanya Bagas panik.
"Rumah sakit A, karena rumah sakit itu merupakan rumah sakit paling dekat dari sini."
"Baiklah, saya pergi dulu," seru Bagas.
"Siap, Komandan!"
Bagas segera berlari masuk ke dalam mobilnya. Dia melakukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. "Ya, Allah maafkan aku Moza, maaf," gumam Bagas dengan mata berkaca-kaca.