NovelToon NovelToon
Wanita Pelangkah

Wanita Pelangkah

Status: tamat
Genre:Tamat / Duda / Murid Genius / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.6M
Nilai: 4.7
Nama Author: Kuswara

Apa yang akan terjadi pada Jamilah setelah tiga kali dilangkahi oleh ketiga adiknya?.

Apa Jamilah akan memiliki jodohnya sendiri setelah kata orang kalau dilangkahi akan susah untuk menikah atau mendapatkan jodoh?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 Wanita Pelangkah

Sampai di sekolah, keduanya masih belum ada yang bicara sejak kejadian telepon tadi, antara Emir dan Tiffani.

Jamilah tidak ingin membahas terlalu jauh tentang suami dan tunangannya. Sekuat mungkin Jamilah menepis pikiran-pikiran kotor yang mulai menghampiri otaknya.

Tersisa tiga puluh menit lagi sampai waktu pulang sekolah Alexander.

"Kamu mau minum?." Emir memecah keheningan dengan menawarkan satu botol air minum pada Jamilah.

Jamilah menerimanya, "Terima kasih."

Emir tidak ingin ada jarak yang terlalu jauh antara dirinya dan Jamilah, makanya ia harus bisa lebih mengenal Jamilah lebih baik lagi.

"Dimana ketiga adik mu yang lain?. Tanya Emir, tidak masalah kalau Jamilah mengira dirinya sok kenal sok dekat atau kepo lah.

"Mereka ikut suaminya masing-masing. Ada yang tinggal di Malaysia, ada juga yang tinggal di Jakarta." Jamilah melihat ponsel yang mendapatkan notifikasi pesan masuk dari Ibu Zahra.

"Ayo kita segera turun!." Ajak Jamilah setelah membaca pesan Ibu Zahra yang mengatakan kalau Alexander terlibat perkelahian.

Mereka berdua turun, Emir menahan tangan Jamilah dan membuatnya berhenti. "Ada apa?."

Jamilah menatap Emir, "Alexander berkelahi!."

Emir melepaskan tangan Jamilah, wajahnya yang semula baik-baik saja kini berubah menjadi menyeramkan.

.

.

.

Sampai di ruangan kepala sekolah, Jamilah baru menyadari jika Emir tidak ada bersamanya. Namun Jamilah tetap masuk tanpa kehadiran Emir.

Jamilah duduk usai mengucapkan salam dan melihat beberapa murid lain yang ada di sana juga bersama Alexander.

Jamilah ikut mendengarkan apa yang dijelaskan oleh siswa yang lain. Ketiga siswa yang Jamilah tahu itu adalah anak kelas enam yang waktu kemarin bermain bola bersama Alexander. Ada Wahid, Musa dan Hendra.

"Alexander yang sudah mulai duluan Pak kepala sekolah." Tuduh Musa menatap tidak suka dan penuh kebencian pada Alexander.

Jamilah sendiri bergidik ngeri melihat kemarahan ketiga anak itu pada Alexander. Tapi tetap berusaha usaha tenang.

"Iya Pak kepala sekolah, tiba-tiba saja Alexander menyerang Wahid yang sedang duduk di lapangan." Hendra memperkuat tuduhan Musa.

Alexander yang menjadi tertuduh malah bersikap santai, masa bodoh, seolah tidak terjadi apa pun. Tanpa ekspresi menatap ketiganya dengan tidak gentar.

Wahid belum bisa bicara, masih meringis kesakitan. Walau Ibu Wiwin dan Ibu Zahra sudah mengobati lukanya. Luka yang cukup banyak jika terlihat dari beberapa betadine yang menempel di tangan dan kaki Wahid. Tapi yang paling serius sepertinya ada pada bagian bibir.

"Setelahnya baru Alexander menyerang kami berdua." Musa menyelesaikan tuduhannya.

Pak Ginanjar melihat ke arah Jamilah yang terdiam, Pak Ginanjar menarik nafas dalam-dalam. Kemudian meminta Alexander untuk menceritakan kronologi dari versinya. Namun sayang Alexander tidak mau buka suara, menuduh, menyanggah atau pun mengiyakan.

"Alexander, sekarang kesempatan dirimu untuk membela diri. Menyanggah apa yang teman-teman tuduhkan pada mu, jika itu tidak benar. Kalau benar apa yang mereka katakan, minta maaf dan akui semuanya itu lebih baik." Ucap Jamilah menasihati putra sambungnya. Tapi sepertinya Alexander tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Jamilah. Alexander menatap ketiganya temannya dan berlalu begitu saja dari dalam ruangan Pak kepala sekolah.

Pak Ginanjar menggeleng lemah saat Jamilah hendak memangil kembali Alexander.

"Sekarang kalian boleh pulang. Masalah ini tetap akan Bapak tindak lanjuti." Ucap Pak Ginanjar pada Wahid, Hendra dan Musa.

Jamilah merasa heran sendiri, kenapa Emir tidak menyusulnya kesini?, lalu apa yang dilakukan Emir saat ini?.

"Saya, kalau bukan karena sudah berjanji pada Pak Utomo dan melihat mu sebagai Ibu sambungnya. Rasanya saya sudah tidak bisa mentolerir sikap seenaknya Alexander seperti ini. Tidak memiliki sopan santu, etika saat berbicara dengan orang yang lebih tua. Padahal saya menyakini jika Alexander anak yang sangat pintar, cerdas bila dibandingkan dengan anak-anka yang lain. Tapi sepertinya Alexander menutupi itu dengan kelakuan-kelakuan minusnya yang seperti sekarang ini." Pak Ginanjar sangat menyayangkan sikap Alexander yang diluar kendali.

"Iya Pak kepala sekolah, atas nama Alexander saya meminta maaf. Nanti saat di rumah saya akan mencoba menanyakan masalah ini lagi. Tapi mohon maaf sekarang saya harus pamit, mungkin Alexander sudah menunggu saya di parkiran." Pamit Jamilah, karena ia tahu Emir dan Alexander pasti sudah menunggunya. Terlebih Jamilah takut jika Emir akan berbuat yang tidak-tidak pada Alexander atau sebaliknya.

"Iya silahkan ibu guru Jamilah." Jamilah segera keluar dari sana setelah mengucapkan salam. Jalan sedikit berlari supaya bisa cepat sampai di parkiran.

Cukup lega perasaan Jamilah saat melihat Emir melambaikan tangan padanya, melihat Alexander juga yang sudah duduk disebelah Emir.

.

.

.

Sampai di rumah, Jamilah langsung membawa semua barang belanjaannya masuk kedalam kamar. Meletakkannya dipojokan tempat tidur sebelum dirapikan.

Sedangkan keributan mulai terjadi dikamar Alexander, saat Emir mulai bertanya dengan suara dan tatapan yang tidak bersahabat pada Alexander.

"Apa?. Apa yang akan Daddy lakukan sekarang pada ku, hah?." Tantang Alexander dengan lantang pada Daddy Emir.

"Kau berani bicara begitu pada ku?." Bentak Daddy Emir penuh Emosi dengan telunjuk yang sudah didepan muka Alexander.

Alexander dengan jiwa pemberontakannya tidak sedikitpun merasa takut saat berhadapan siapa pun, termasuk Daddy Emir.

"Berani!. Aku sangat berani untuk menghadapi pria yang sudah menyakiti Mommy ku. Kau sudah membuat Mommy pergi?, Kau yang sudah membuat Mommy hilang seperti ini?. Kau jahat?!." Teriak Alexander tepat dihadapan Daddy Emir.

Daddy Emir meraih kerah baju seragam Alexander dengan sangat kuat, hingga Alexander berjinjit mengikuti tubuhnya yang sedikit terangkat.

"Tolong hentikan, hentikan!." Surat lembut Jamilah menusuk tajam telinga mereka yang sedang diliputi oleh amarah yang membuncah. Jamilah segera masuk setelah Bibi Isti memberitahu keributan yang tejadi antara ayah dan anak tersebut.

Emir melepas tangannya dari kerah baju Alexander. "Jangan pernah kurang ajar pada Daddy mu sendiri?."

"Kau yang sudah membuat ku kurang ajar seperti ini. Makanya aku berani untuk menghadapi apa pun, termasuk kau Daddy ku. Kembalikan Mommy ku jika kau ingin aku tidak kurang ajar lagi." Jawab Alexander dengan tegas dan sorot mata yang tajam.

"Kau?" Tunjuk Daddy Emir.

Jamilah berada diantara mereka, "Aku memang orang lain bagi mu, bagi kalian berdua. Tapi karena aku ada disini, didekat kalian, bersama kalian. Jadi aku sendiri harus ikut terlibat dengan masalah kalian saat ini." Jamilah menoleh pada Alexander kemudian pada Emir.

"Kalian berdua sama-sama tahu, jika kekerasan dan emosi tidak akan menyelesaikan masalah yang sedang kalian hadapi sekarang." Lanjut Jamilah.

"Tapi sekarang, kamu ganti baju!. Turun kebawah dan segera makan!. Setelahnya baru kita bicara lagi." Ucap Jamilah dengan suara lembut tapi bernada sangat tegas tidak bisa ada yang membantahnya.

Tanpa menjawab, Alexander segera masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamarnya.

Kini tatapan Jamilah mengarah pada Emir sang suami.

"Saya tidak ingin menggurui mu disini. Tapi pasti kamu sangat tahu untuk bisa bicara lebih baik lagi dengan anak mu. Alexander bukan orang lain yang harus menerima perlakuan dan sikap kasar mu. Tapi Alexander anak mu, anak pertama mu bersama Mommy Alexander. Yang pastinya kalian sangat menginginkan kehadirannya, bahkan sangat kalian nantikan. Jadi kamu harus memakai hati mu untuk bicara dengan anak-anak mu." Emir menarik tangan Jamilah yang hendak keluar dari kamar Alexander.

"Ajari aku untuk bisa lebih sabar menghadapi Alexander."

"Kita akan sama-sama belajar untuk menghadapi sikap Alexander. Sekarang kamu ganti baju dan ikut turun makan bersama kami, saya tunggu kalian dibawah." Jamilah tersenyum manis sebelum keluar dari kamar Alexander.

"Aku harus belajar banyak dari mu, perintah mu sangat didengar oleh Alexander." Gumam Emir menatap pintu kamar mandi, dimana Alexander masih berada didalamnya dan ia segera keluar dari kamar tersebut.

.

.

.

Alexander sudah turun paling dulu dan langsung duduk menghadap Jamilah yang sedang menyiapkan makanan.

"Ibu lebih percaya mereka atau pada ku?." Tanya Alexander menatap Jamilah dengan intens.

"Pada mu." Jawab Jamilah sambil meletakkan piring di depan Alexander.

"Kenapa?." Tanya Alexander lagi.

"Karena kamu yang bertanya." Jawab Jamilah kembali menatap Alexander dan duduk didepannya.

"Kok begitu." Tanyanya lagi.

"Sekarang waktunya makan, nanti kita bicara lagi." Jamilah menatap Emir yang baru turun dan ikut duduk disampingnya.

Alexander makan dengan lahap tanpa banyak bicara sesuai yang diperintahkan oleh Jamilah. Emir menatap Alexander dan Jamilah secara bergantian. Jamilah memiliki magnet yang cukup kuat untuk menarik Alexander keluar dari sikap arogannya selama ini. Walau terkadang sikap arogan itu selalu datang saat Jamilah tidak bersamanya.

"Wanita yang seperti Jamilah yang kau butuhkan untuk melengkapi kekurangan mu selama ini." Pak Utomo menepuk pundak Emir yang sedang fokus menatap kepergian Jamilah dan Alexander. Pak Utomo duduk disampingnya.

"Aku tidak bisa meninggalkan Tiffani, Tiffani yang sudah banyak berkorban untuk ku dan Joy. Terlebih lagi Tiffani selalu menemani, selama aku terpuruk karena perpisahan ku dengan Isyana." Ucap Emir memegang gelasnya erat.

Pak Utomo mengangguk-anggukan kepala. Ia pun tidak bisa ikut campur terlalu jauh urusan pribadi anaknya.

"Alexander berulah apa lagi disekolah?." Tanya Pak Utomo.

"Alexander belum bicara." Emir menggeleng lemah. Berat menjadi orang tua tunggal saat anak memasuki usia dimana ia sudah bisa mulai protes. Selama ini Emir selalu memilih jalan kasar untuk menyelesaikannya bersama Alexander. Untung saja sekarang ada Jamilah, yang bisa mengerem Alexander dan dirinya.

"Alexander sekarang cerminan kau kecil dulu. Semuanya menurun pada Alexander. Aku dan Ibu mu tidak bisa membimbing mu dengan baik, makanya kau lakukan hal yang sama pada putra mu." Pak Utomo tidak sepenuhnya menyalahkan Emir, sebab dirinya pun dulu seperti itu. Keras terhadap Emir, hingga Emir menjadi pembangkang, pemberontak sampai sekarang. Tidak ada yang bisa menyuruh atau memerintah nya sampai sekarang.

"Aku harap dengan hadirnya Jamilah dalam hidup mu dan Alexander, akan membawa sedikit perubahan baik dalam hidup mu dan anak-anak mu." Lanjut Pak Utomo.

.

.

.

Jamilah mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh Alexander saat ini.

"Apa ibu percaya pada ku?." Usai Alexander menceritakan semuanya pada Jamilah.

1
Supriyatun
aduh degdegkan baca novel ini penuh dengan emosi dan sabar heheheje.semangat thor bagus novelnya.
Supriyatun
,ikut ikutan huuuuu cemburu sma anaknya bapake hahahahaja🤣🤣🤣
Yantik Purwati
Luar biasa
Kartini Siswanto
Biasa
Kartini Siswanto
Kecewa
Dudeh Hamidah
karya yang bagus
Alfa Hana
aku penasaran sebenarnya bibi isti itu siapa disini, semua panggilnya bibi tapi bibi isti panggil pam utomo pa, panggil emir kak, tapi pak utomo dan emir panghilnya bibi
Bzaa
Luar biasa
ren_iren
bagus
Ana Susana
❤️
Fera Goma
Luar biasa
Ibrahim Efendi
dari awal baca sampai tamat, saya suka dengan cerita ini. baik karakter, alur cerita, pemilihan bahasa, semuanya saya suka. walau ada beberapa part yang kurang pas, gak masalah. overall, its good.
Wy Ky
ok
Zudiyah Zudiyah
knp malah menyuruh Emil & Tiffani hidup bersama d LA yg jls" mrk bukan muhrim apa g mlah mengkhawatirkn hubungn mrk, kalo hanya dlm bntuk tanggung jawab knp g d sewakn perawat sj smpai Tiffani melahirkn, untk menghindari hal" yg g d inginkn.
Zudiyah Zudiyah
berjuang! berjuang! berjuang sekuat tenaga & jg hati tentunya! smangat Milah! 💪💪💪💪💪 Gusti Allah g akn menguji hambanya melebihi batas kemampuan hambanya
Nicko Putra Jelita
Luar biasa
Reni Setia
makasih untuk novelnya sangat bagus banyak memberi pelajaran bagi pembacanya
Anianti
Lumayan
Anianti
Biasa
Tatik Karyati
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!