Gadis dan Dara adalah sepasang gadis kembar yang tidak mengetahui keberadaan satu sama lain.
Hingga Dara mengetahui bahwa ia punya saudara kembar yang terbunuh. Gadis mengirimkan paket berisi video tentang dirinya dan permintaan tolong untuk menyelidiki kematiannya.
Akankah Dara menyelidiki kematian saudaranya? Bagaimana Dara masuk ke keluarga Gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Freya Alana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menebar Umpan
Irsad menatap wajah cantik yang masih terpejam. Sorot penuh cinta di matanya. Ia tak berani menyentuh dan hanya memberikan kiss bye sebelum keluar dari kamar.
Setelah menutup pintu, ia menelepon adiknya.
“Fin, gimana tim di sana udah ready gue mau dateng?”
“Udah lah, Abang kan legend jadi mereka semua pengin bantu Abang. Nanti ketemu sama Ipda Riko Alamsyah. Dia adik kelasku di akademi.” Arifian menjawab kakaknya sambil mengirim kontak Riko Alamsyah.
“Siap!”
“Bang, hati-hati. Abang tau kan kasus ini udah dua puluh tahun masuk peti es?”
“Abang berharap setelah dua puluh tahun orang-orang yang membekukan kasus ini sudah nggak ingat lagi. Abang cuma mau cek ombak, tebar umpan untuk membuat ikan-ikan keluar.”
“Aku pantau dari sini. Maaf banget nggak bisa bantu Abang.”
“You help a lot, Fin.”
“Bang, Abah sudah menanyakan kapan Abang akan pulang.”
Irsad memijit pangkal hidung, ia punya perjanjian dengan ayahnya yang harus ditepati.
“Dua bulan, sesuai janji Abang.”
“In syaa Allah, yang terbaik untuk semua, Bang. Aku mesti tugas lagi. Take care.”
“Thanks, Fin!”
Irsad menatap pintu tempat pujaan hatinya masih terlelap.
“Dua bulan, aku punya dua bulan untuk membereskan semuanya. Sesudah itu kuharap takdir mengijinkan kita bersama.”
***
Seseorang membaca judul berita di koran dengan geram.
POLISI MEMBUKA KEMBALI KASUS KEMATIAN RIZA ANANTARA
“Brengsek! Nggak habis-habisnya mereka membuatku harus bertindak!”
***
Riko dan Irsad memandang laki-laki berumur lima puluh lima tahun yang menunduk lesu.
“Pak Karyo?” Tanya Riko memimpin investigasi.
“Injih, Pak.”
“Bapak ngerti kenapa Bapak di sini?”
“Injih, Pak.”
“Coba sebutkan alasan Bapak ada di sini?”
“Saya mengaku sudah menembak almarhum Riza di hutan dua puluh tahun lalu.”
“Kenapa Bapak nembak?”
“Waktu itu saya mencintai Sekar dan marah karena Riza menikahinya.”
“Bapak dapat pistol dari mana?”
Karyo tergagap. Seumur hidup melihat pistol saja baru di film-film barat.
“Anu, saya beli dari preman.”
“Pak Irsad, kita interogasi saat reka ulang kejadian aja. Pak Karyo, ikut kami.” Riko menanggapi datar jawaban Karyo.
Di luar seorang ibu lanjut usia menatap sedih Karyo yang digiring petugas. Irsad mendekati namun ibu itu langsung beringsut pergi.
Dari jauh, Irsad memerhatikan gerak-gerik wanita tadi. Ia yakin wanita itu adalah istri Karyo. Dan ia berani mempertaruhkan reputasinya bahwa Karyo tidak ada sangkut paut dengan kejadian di malam nahas itu.
Diikuti beberapa polisi, Karyo tiba di hutan yang kini sudah menjadi pasar.
“Coba Bapak ceritakan dulu nembak dimana.”
“Nggak jauh dari sini.”
“Berapa kali nembaknya?”
“Sekali di punggung.”
“Lalu saya kabur.”
“Korban langsung meninggal?”
“Iya.”
“Korban sendirian?”
“Iya.”
“Bapak bener hutannya yang ini?”
“Bener.”
“Yakin?”
“In syaa Allah.”
“Baik, kita sudah selesai.”
Karyo kembali digiring dengan mobil polisi.
Sementara Riko dan Irsad jalan di paling belakang jauh dari rombongan.
“Umpan sudah digigit. Kita tinggal tangkap ikannya,” cetus Irsad.
“Belutnya …” Balas Riko.
“Hehehe iya.”
Riko dan Irsad meninggalkan tempat yang dulunya pernah jadi hutan. Lokasi yang sangat jauh dari tempat Riza ditemukan. Riko hanya ingin membuktikan bahwa Karyo bukanlah tersangka dalam kasus ini. Ada orang yang menyuruhnya untuk mengaku.
Dominic seorang wartawan kriminal di media ternama mendekat.
“Gile mantep, lu, Bro. Editor gue demen bener sama cerita ini. Udah viral pula jadi nggak bisa ditutupin lagi.”
“Thanks buat bantuin angkat cerita ini.”
“Dan para petinggi langsung bersabda agar kasus ini dibuka begitu netijen mendesak,” ucap Irsad puas.
“Netijen emang paling maha yes,” ujar Riko sambil tertawa.
Dominic menyahut, “Siapa pun yang ngelakuin ini, dia pro. Entah penyelidiknya yang kacau atau memang sengaja dibuat kacau.”
“Satu-satu kita buka,” tukas Riko yakin.
***
Berita tentang kasus kematian Riza Anantara sampai juga di negeri jiran.
Arum yang sudah sadar dan mulai menerima kemoterapi berbaring lemah mendengar suaminya membacakan berita-berita dari media online mengenai spekulasi konspirasi perebutan tahta hingga penyebab kasus itu tidak ditindaklanjuti puluhan tahun yang lalu.
“Mas, selama ini kita menutupi dari Dara bahwa kita adalah saksi dari malam nahas itu.”
“Ada alasan kenapa mendiang Riza menyuruh kita memisahkan Gadis dan Dara. Pasti karena dia tidak ingin kita muncul sebagai saksi.”
Arum memejamkan mata.
“Riza mengenal orang yang menembaknya.”
Fauzan menoleh. Arum sama sekali tidak mau membicarakan kejadian mengerikan.
“Waktu Mas lagi cari jalan, Riza memutar lalu aku mendengar dia menyapa dengan akrab. Mas, hutan malam itu gelap, penerangan hanya dari lampu hape dan api yang membakar desa di kejauhan.”
Fauzan terus menatap istrinya.
“Orang itu setinggi Riza. Gerakannya tidak terlalu lincah seingatku. Paling nggak Arum bisa melumpuhkan.”
“Kita berdua juara silat kabupaten, kan? Jaman keemasan. Mas sekarang ingat, orang yang menjadi lawanku lebih lihai dalam ilmu beladiri.”
“Mas, Dara masih otw ke sini. Dia berhak tau apa yang terjadi malam itu.”
“Assalamualaykum Ayah dan Bundanya Dara.”
Pintu terbuka. Wajah ceria muncul setelah memendam rindu berbulan-bulan kepada orang yang membesarkannya.
“Dara! Waalaykumussalam. Nak, apakabar kamu?”
Fauzan menyambut keponakan yang dibesarkan bagai putrinya sendiri.
“Ya Allah, Dara. Ayah kangen banget. Kamu sehat kan?”
“Otot kawat, tulang besi.” Jawab Dara asal masih memeluk Ayahnya.
“Mbak Dara nggak kangen Bunda? Kok Ayah aja yang dipelukin?”
Menghambur ke Bundanya, air mata dara tumpah menyadari perubahan tubuh Arum yang semakin kurus.
“Kenapa nangis, Nak? Kamu baik-baik aja, kan?”
“Dara … Dara cuma kangen Ayah dan Bunda. Mau bobok sebelah Bunda.” Balas Dara aleman.
“Sini dipeluk Bunda.”
Dara langsung kruntelan di samping. Tidak mau bergerak sedikit pun, walau Ayahnya minta tempat.
Mereka bertiga bercanda, bertukar cerita, dan melepas rindu. Sebelumnya mereka tidak pernah berpisah begitu lama.
Hampir satu jam Dara keasikan bermanja dengan Ayah dan Bundanya ketika tiba-tiba ia teringat sesuatu.
“Astaghfirullah. Opa! Bunda pakai kerudung. Opa dari tadi nungguin. Ya Allah. Kok bisa lupa sih. Cucu durhaka akutu!” Dara mengomeli dirinya sendiri.
Setelah Fauzan selesai memakaikan kerudung, Dara membuka pintu. Darius dengan sabar sudah menunggu bersama para ajudan.
“Opa, maaf, Dara lupa.”
Darius sudah menduga cucunya yang luar biasa ini akan lupa pada keberadaan dirinya. Kakek itu tersenyum menatap wajah Dara yang merasa bersalah.
“Maafin, Dara, ya Opa. Tadi keasikan cerita-cerita sama bercanda.”
“Iya, Opa ngerti. Boleh Opa masuk?”
“Boleh, dong.” Dara menarik tangan Opanya.
Darius selalu memantau kemajuan Arum melalui dokter-dokter kepercayaannya. Ini adalah caranya berterima kasih pada dua orang yang telah menjaga cucunya.
“Tuan Darius, apakabar?” Sapa Fauzan sopan sambip membungkukkan badan.
“Eeeeh, kok resmi amat. Udah panggil saya Mas aja.”
“Hmm?” Fauzan terbengong. Usia mereka terpaut hampir dua puluh tahun.
“Panggil Pak aja kali, ya. Masak Mas. Nanti Ayah kebawa tua,” sahut Dara enteng hingga membuat Darius mendelik keki.
Fauzan paham tabiat Dara yang ceplas-ceplos mengelus pundaknya.
“Dara, sama Opanya yang sopan. Ambilin minum dulu. Di kulkas ada jus tadi ayah buatin di apartemen. Pak Darius, maafkan Dara, dari dulu kalau ngomong suka los blong. Bagaimana kabarnya, Pak?”
“Alhamdulillah makin sehat. Semenjak ada Dara juga uban saya makin banyak.”
Fauzan dan Arum saling bersitatap karena khawatir sementara Dara terkekeh sembari menuangkan jus untuk Darius.
“Mbak Dara kok bikin repot Opa?”
“Eh loh, enggak kok. Opa?” Dara menatap Darius dengan mata bertanya-tanya.
Kini giliran Darius terkekeh melihat ekspresi cucunya. “Enggak kok, Bu. Bahkan Dara banyak berkontribusi untuk Anantara Group. Emang pinter cucu Opa ni.”
Dara tertawa senang lalu memberikan segelas jus kale nanas untuk kakeknya. Diambilnya juga semangkuk buah potong kemudian ia duduk di tepi tempat tidur untuk menyuapi Arum.
“Yah, tau nggak kasus kematian Papa sekarang dibuka lagi penyelidikannya. Terakhir Dara dengar udah ada orang ngaku waktu itu nembak Papa. Random banget katanya karena naksir sama Mama makanya dendam.”
“Mbak Dara nggak percaya?”
“Nggak lah! Ini pasti akal-akalan polisi biar kasusnya kelaar.”
“Ayah ingat Karyo itu dulu emang sempat naksir almarhumah Sekar. Tapi itu SMP. Setelah itu dia dan keluarganya pindah merantau ke Sumatera. Balik lagi pas dia udah nikah. Dia dateng kok ke kawinan orang tuamu. Sama istrinya juga. Orang Lampung.”
“Bunda juga nggak percaya. Tapi kok Karyo yang dipilih, ya. Orang itu lugu banget. Jangankan megang pistol, liat aja pasti belum pernah.”
“Definisi petani sejati dia, tuh,” sahut Fauzan.
“Opa, kenapa kematian Papa nggak diselidiki?”
Darius diam, butuh waktu untuk menjawab pertanyaan yang menyakitkan.
Matanya berubah sendu. Pembicaraan apapun tentang Riza pasti menimbulkan rasa bersalah teramat sangat.
“Ini memang nggak masuk diakal. Dulu waktu mendapati Riza meninggal dengan luka tembak Opa merasa gagal sebagai orang tua. Gagal melindungi putra Opa. Kemudian Sekar meninggal di pangkuan Opa setelah sebelumnya menitipkan Gadis. Saat itulah Opa bertekat untuk fokus pada Gadis.”
Darius kembali terdiam.
“Opa berpikir biarlah yang berwenang menyelidiki. Waktu mereka tidak memberikan hasil, Opa tidak mendesak. Untuk apa? Toh Riza dan Sekar tidak mungkin kembali.”
“Kalau kecelakaan Gadis, menurut Opa gimana?”
“Opa sudah minta CCTV, tapi lereng gunung itu memang blindspot. Polisi mengatakan penyebab mobil Gadis terguling karena ada tabrakan dari belakang.”
“Kok bisa nggak ketemu, ya penabraknya?”
Darius tak menjawab.
“Dara, bisakah kita tidak membicarakan hari ini?”
Sebelum Dara membuka mulut, Arum menjawab.
“Riza mengenal orang yang menembaknya.” Arum mengucapkan kalimat yang dipendamnya bertahun-tahun.
Dara dan Darius terbelalak.
“Bunda …”
“Bunda dan Mamamu ada di sana waktu Papamu ditembak untuk pertama kali. Hutan gelap gulita hanya ada kilatan sinar dari api kebakaran dan senter hape. Tapi Bunda mendengar jelas Papamu menyambut orang itu dengan lega.”
Arum merenung, mengingat kejadian buruk di malam ia kehilangan ipar-iparnya.
“Setelah menembak Riza, sekilas Bunda lihat ia mengarahkan pistol ke Sekar. Bunda lalu melempar batu, mungkin kena tangan orang itu karena Bunda mendengar benda jatuh. Sepertinya pistolnya terlempar. Bunda juga bergelut untuk menahannya menyakiti Sekar yang berusaha membangunkan Riza.”
Fauzan memegang pundak istrinya.
“Kami berhasil kabur, namun Mamamu sudah sangat kesakitan. Akhirnya Riza memutuskan untuk kembali dan menghadang orang yang menyerang. Di saat terakhir, ia berpelukan dengan Sekar membisikkan sesuatu. Ayah dan Bunda diminta membawa Sekar ke desa sebelah.”
Fauzan dan Arum menghela napas.
“Itulah terakhir kali kami melihat Riza. Maafkan Ayah dan Bunda jika baru sekarang kami bercerita.”
“Bunda nggak tau berapa lama lagi Bunda hidup …” Sambung Arum lirih.
“Bunda jangan ngomong gitu,” ucap Dara panik. Dadanya terasa sesak.
“Bunda harus sehat. Bunda harus liat Dara nikah, main sama anak-anak Dara.”
Arum tersenyum, jarinya menghapus air mata yang membasahi pipi Dara.
“Mbak Dara, umur itu Allah yang kasih. Tapi Bunda ingin Mbak Dara tau, kalau Bunda sayang banget sama Mbak. Ayah dan Mbak Dara adalah berkah terbaik untuk Bunda.”
“Bunda jangan ngomong gitu. Dara mohon…” Dara terisak.
“Sssh, sini anak Bunda. Walau Bunda nggak melahirkan kamu, tapi Mbak Dara selamanya anak Bunda, ya…”
Dara mengangguk di pelukan Arum. Tangannya memeluk erat pinggang yang making mengecil.
“Opa, malam ini Dara boleh tidur di sini?”
Darius mengangguk. Pikirannya melayang pada kenyataan bahwa Riza mengenal orang yang menembaknya.
“Ada pengkhianat di sekitarku,” batinnya geram.
***
👍👍👍👍
❤❤❤❤
semoga mbak Authornya sehat selalu, sukses dan berkah, makasih mbak Author
❤❤❤❤
karyamu keren thor. good job
makasih yah kak
karyanya bagus
semoga nanti Makin banyak yang baca,Makin banyak yang suka
sukses selalu ❤️