Dendam Si Kembar

Dendam Si Kembar

Kamu Bukan Anakku!

Riza dan Sekar duduk bersimpuh di hadapan Darius, ayah dari Riza.

“Ayah, saya mencintai Sekar. Restuilah kami.”

“Dasar anak tak tau diuntung!” Darius menendang guci yang ada di dekatnya. Benda antik senilai milyaran itu hancur berkeping.

“Kau kubesarkan seorang diri setelah ibumu meninggal. Dengan semua fasilitas terbaik yang bisa seorang ayah berikan. Begini balasanmu? Menikahi anak pembantu?” Darius memekik di hadapan wajah anaknya.

“Saya mencintai Sekar. Dia memang anak Bik Yem, tapi dia adalah wanita luar biasa. Ayah hanya perlu mengenalnya.”

“Sekali pembantu tetap pembantu, Riza. Kamu nggak liat itu? Apa yang kamu liat dari perempuan rendahan macam dia, hah?”

Air mata Sekar menetes. Ya, dia memang anak Bik Yem. ART yang puluhan tahun pernah mengabdi di rumah keluarga besar Darius Anantara.

“Kamu Sekar, kalau bukan karena mendiang istriku sangat menyayangi Bik Yem, kamu sudah kulenyapkan.”

“Ayah!” Riza berkata keras. Ia bisa menahan diri saat dirinya dimaki. Namun melihat wanita yang dicintainya direndahkan, emosinya menggelegak.

“Sekar adalah satu-satunya wanita yang kucintai.”

“Paling ia hanya ingin hartamu. Berapa yang kamu inginkan Sekar? Sepuluh milyar? Dua puluh milyar? Saya akan transfer sekarang juga jika itu bisa membuat kamu menjauhi Riza.”

Sekar menghapus air matanya. Bukannya ia tidak perlu uang, tapi tertusuk cinta adalah hal yang membuatnya berani mengarungi lautan api.

“Pak Darius yang saya hormati, Mas Riza, hal terakhir yang saya inginkan adalah permusuhan. Mas, mungkin kita yang terlalu memaksakan kehendak. Pak Darius benar, Sekar nggak pantas bersanding dengan Mas. Pak Darius, saya memang anak pembantu, tapi in syaa Allah saya bisa hidup cukup tanpa uang dari Bapak,” ucap Sekar lirih.

“Sekar …” Riza bangkit untuk mendekati Sekar. Dua orang bodyguard bertubuh besar langsung menahannya.

“Terserah, yang penting kamu pergi dan jangan pernah bertemu anak saya lagi! Dasar anak pembantu tak tau diuntung. Kamu tau ibumu sudah mati dari dulu kalau tidak kutolong untuk operasi?”

Sekar membayangkan wajah ibunya yang baru sebulan lalu meninggal dunia. Operasi pengangkatan tumor memang berhasil membuat ibunya hidup beberapa tahun namun ternyata tumor mengganas dan menyebar.

Ibunya butuh dana pengobatan yang besar. Awalnya Sekar ingin memohon bantuan pada Darius, namun ibunya berkata agar Sekar bekerja di rumah keluarga Anantara. Sekar yang seorang lulusan terbaik S1 terpaksa membuang jauh-jauh gelar sarjananya dan menjadi pembantu. Sama seperti ibunya.

Ia ikhlas menjalani demi ibunya dan mengingat keluarga Darius juga banyak berjasa membiayai sekolah hingga kuliah. Sekar bekerja dengan tekun, hanya butuh beberapa minggu Sekar diangkat menjadi kepala pelayan di rumah bak istana itu. Di sana ia bertemu dengan Rizal, anak majikan yang bertahun-tahun sekolah di Amerika.

Riza lah yang pertama kali terpesona pada gadis desa berseragam hitam putih yang dengan sopan tidak berani menatapnya. Sekar tahu diri siapa dirinya dan siapa Riza. Bagaikan bumi dengan langit begitulah status sosial yang mereka sandang.

Tapi tidak dengan Riza. Sepanjang usia dewasanya, banyak wanita kalangan atas yang menempel. Namun tidak ada yang menarik hati. Riza bukan playboy karena begitulah Bunda mendidik dirinya. Walau wanita-wanita menyodorkan diri, Riza selalu menghindar dan meninggalkan mereka,

Sekar berbeda. Kesederhanaan dan sikap apa adanya membuat Riza selalu penasaran. Diam-diam ia memerhatikan kepala pelayan yang sigap bergerak ke sana kemari mengawasi pekerjaan pasukan pekerja. Mulai dari tim pembersih rumah, tim dapur, para tukang kebur dan supir. Semuanya sopan dan hormat bahkan sangat menyayangi Sekar.

Darius yang banyak mau juga memercayakan keuangan rumah pada Sekar. Penuh amanah ia menyelesaikan tanggung jawab besar tersebut.

Dan jangan dipikir Sekar langsung mau bersanding dengan Riza. Gadis itu menghindar ketika menyadari anak majikannya berminat kepadanya. Ia langsung mengundurkan diri dan mencari pekerjaan di dekat kampung halamannya.

Riza mencari Sekar ke rumahnya di kampung. Bik Yem menemui dan menasihati agar Riza menjauhi Sekar. Riza tidak mau mendengar dan malah sering mengunjungi Bik Yem yang dulu pernah menjadi pengasuhnya. Hatinya berbunga setiap bertemu Sekar yang libur di akhir pekan. Riza pun akrab dengan Fauzan, kakak dari Sekar.

Lama kelamaan hati Sekar luluh dengan perhatian Riza. Bik Yem berpesan agar berhati-hati. Darius pasti tidak menyetujui hubungan mereka.

Namun Riza kekeuh pada pendiriannya dan memantapkan Sekar untuk memperjuangkan cinta mereka. Beberapa hari sebelum Bik Yem meninggal, Riza melamar Sekar dan saat ini mereka duduk bersimpuh memohon restu dari Darius.

Sekar menatap kekasih yang beberapa bulan ini ikut merawat ibunya. Laki-laki yang dari kecil hidup dalam kemewahan namun rela tinggal di rumah penduduk yang sederhana hanya untuk menemani Sekar dan ibunya.

“Mas, terima kasih atas semua bantuan untuk Sekar dan Ibu. Sekar … Sekar doakan Mas selalu bahagia.” Lehernya tercekat dan tak mau lebih lama di sana Sekar berlari ke luar ruangan sembari berurai air mata. Menghiraukan Riza yang terus meronta sambil memekik namanya.

Empat orang bodyguard menahan tubuh Riza. Sampai laki-laki itu menangis dan mengendurkan perlawanannya. Sebetulnya mereka juga tidak tega. Para bodyguard itu mengenal Sekar sebagai gadis baik, namun bagaimana pun, ia tak pantas bersanding dengan Riza Anantara, satu-satunya pewaris tahta Anantara Corporation.

“Ayah, kenapa Ayah nggak mau merestui kami. Kenapa Ayah malah merendahkan Sekar? Sebelum kita memiliki semuanya, bukankah Ayah dan Bunda juga berasal dari kampung? Kenapa Ayah tidak bisa melihat Sekar sebagai wanita yang membuat Riza bisa tertawa semenjak Ibu meninggal?”

Darius menatap jauh keluar jendela ruang keluarga.

“Justru karena Ayah dan mendiang Bundamu berasal dari bawah maka kamu harus menikah dengan wanita yang setara. Sekar gadis baik dan pintar. Tapi dia bukan pasangan terbaik untukmu. Menurutlah, Riza. Hanya kamu satu-satunya yang Ayah miliki sekarang.” Suara Darius terdengat bergetar.

“Ayah, Riza mencintai Sekar. Riza tetap akan menikahi Sekar dengan atau tanpa restu ayah.”

Rahang Darius mengeras.

“Semua ini Ayah bangun untuk kamu, Riza dan keturunanmu. Perjuangan Ayah dan Ibu rela kamu kesampingan hanya untuk perempuan udik itu. Baik, silakan nikahi Sekar. Tapi tinggalkan ini semua. Karena kamu bukan lagi anakku!”

Riza menghela napas.

“Sampai kapan pun, Riza akan mencintai Ayah. Jaga diri baik-baik. Riza pamit.”

Riza menatap punggung ayahnya sebelum keluar dari rumahnya tanpa membawa satu barang pun.

Setelah putra tunggalnya pergi, Darius berjalan dengan gontai ke ruang kerjanya kemudian duduk di kursi kerjanya. Diraihnya foto bersama istrinya, Diandra, saat Riza masih remaja.

“Sayang, maafkan aku tidak bisa menjaga anak kita seperti yang kamu mau. Dia pergi, Sayang.”

“Itu karena kamu terlalu keras kepala, Darius. Apa salahnya menerima pilihan anakmu?” Anwar, pengacara sekaligus sahabat berkata seraya duduk di hadapan Darius.

“Anak itu memang tidak mau menurutiku. Dari dulu. Aku suruh dia sekolah bisnis, lalu apa dia malah mengambil sekolah memasak. Kuikuti karena ibunya masih membela. Usai sekolah kutawarkan bisnisku apa yang dia lakukan? Dia malah bekerja sebagai pegawai rendahan di dapur restoran! Dia memang bengal!”

“Yus, anakmu sudah dewasa. Dia tidak perlu mengikuti langkahmu dulu. Bisa jadi dia sukses di jalannya.”

“Omong kosong! Kamu tau sendiri betapa aku berdarah-darah mendirikan kerajaan bisnis Anantara untuknya. Setidaknya ia mendengarkanku sedikit saja. War, aku mau kamu keluarkan Riza dari ahli warisku. Biar dia merasakan hidup melarat bersama wanita kampung itu.”

Anwar melihat percuma bicara dengan Darius yang terkenal tempramental itu. Dulu hanya Diandra yang bisa menenangkan. Namun sejak kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa istrinya, Darius makin menjadi.

“Kutunggu seminggu baru kujalankan permintaanmu. Berpikirlah Yus, jangan biarkan emosi menguasaimu. Lagi pula kita nggak mau musuh bisnis tau kalau Anantara kehilangan calon pemimpin. Kamu sudah tua dan anakmu cuma satu. Jangan terbawa emosi!”

“Kamu tau, War, aku lebih merasa Adrian sebagai anakku. Dia bekerja seperti dulu aku berjuang. Jadi tenang saja, akan kusiapkan Adrian menjadi pengganti Rizal.”

Anwar menghela napas.

“Seminggu, semoga kamu berubah pikiran.”

Setelah Anwar keluar, Darius kembali menatap foto keluarga kecilnya yang telah hancur berantakan.

“Semua gara-gara kamu yang selalu membela anak kita. Dia tidak mau mendengarkan aku, Di.” Air mata mengalir dan langsung dihapus dengan kasar.

“Aku rindu kamu, Diandra. Hanya kamu yang bisa menenangkan aku.”

Lama Darius memandangi foto mereka bertiga. Jarinya menelusuri wajah mendiang istri dan anak satu-satunya. Didekapnya sisa kenangan indah sebelum ia meletakkan kembali bingkai foto lalu melangkah keluar.

***

“Sekar!”

Sekar yang sudah duduk di kereta sambil memandang keluar jendela terkejut dengan sosok laki-laki di hadapannya.

“Mas …” Matanya berbinar sesaat sebelum kembali meredup.

“Nggak, kamu harus kembali ke ayah kamu. Jangan jadi anak durhaka. Pulang, Mas.” Sekar bangkit lalu mendorong Riza untuk menjauh. Riza bergeming tidak ingin menyentuh Sekar.

Melihat netra Riza yang terus menatapnya lembut, Sekar terdiam lalu kembali ke tempat duduknya. Pikirannya kalut.

Rizal duduk di kursi samping Sekar sambil berkata perlahan, “Mendiang Ibuku selalu mengajariku untuk mengikuti kata hati. Aku sudah sholat dan memohon petunjuk. Tetap saja hatiku mengarah ke kamu. Sekar, sekarang aku tidak punya apa-apa. Aku tinggalkan semua yang kuperoleh dari Ayah. Riza Anantara hanyalah pria miskin yang jatuh cinta padamu. Apakah kamu masih mau menikah denganku?”

“Permisi, Mas. Ini kursi saya.” Terdengar suara seorang ibu-ibu sambil menunjuk kursi di sebelah Sekar.

“Maaf. Sebentar saja, Bu. Saya sedang berusaha meminang lagi gadis pujaan saya.”

“Kalau gitu bantu saya naikkan tas ini ke kompartemen atas,” balas Si Ibu tak peduli.

Riza mendelik lalu gegas berdiri untuk meletakkan tas si ibu. Sekar tak bisa menahan senyum melihat ekspresi Riza.

“Silakan lanjutkan, saya berdiri di sini aja dulu,” cetus ibu muka tembok menunggu sambil berdiri di samping kursi Riza melihat-lihat hapenya.

“Sekar … apakah kamu bersedia?”

“Mas yakin mau menikahi gadis kampung kayak Sekar? Satu rumah Sekar plus taman masih lebih kecil dari garasi Mas.”

“Wuiii …” komentar si ibu lirih sambil terus sibuk menatap layar hape padahal telinganya tetap menguping pembicaraan Sekar dan Riza.

Tak menghiraukan, Riza terus menatap lembut wajah ayu di hadapannya. Wajah yang tidak pernah terkena pulasan make up. Tidak juga terpikir membelintas mahal dan baju branded. Sosok sederhana yang beberapa bulan terakhir memberikan ketenangan dalam kesederhanaan.

“Bismillaah.” Sekar menggangguk.

“Alhamdulillah. Pengin peluk!” Seru Riza bahagia.

“Eeh ehh nggak boleh. Belum halal. Udah sana balik ke kursi kamu. Ibu mau duduk.” Si Ibu langsung merangsek hingga Riza terpaksa berdiri.

“Aku di gerbong sebelah, Sekar.” Mata Riza berbinar-binar. Sementara Sekar malu-malu mengangguk.

Riza berjalan dengan langkah ringan ke gerbongnya. Sesekali menoleh ke belakang dan senyumnya terkembang melihat Sekar terus menatap dari jauh.

“Seneng ya, Neng? Jangan lama-lama cepet dihalalin,” celoteh Si Ibu.

“Eh iya, Bu. Mungkin nunggu beberapa minggu, mama saya baru meninggal bukan lalu.”

“Saya ikut berduka, Neng. Pestanya saja ditunda, menikahnya asal ada wali untuk Neng dan dua saksi sudah sah. Semoga lancar, ya Neng.”

“Terima kasih, Bu. Aamiin.”

Sebuah pesan masuk.

I love you so much, Cantik. Can’t wait to make you halal for me.

Pipi Sekar merona, lalu membalas.

Sekar juga cinta sama Mas Riza. Walau sedih karena belum mendapat restu dari Pak Darius.

Tak berapa lama pesan masuk lagi.

Mungkin sudah jalannya. Kita berdoa Ayah akan luluh dan menerima. I miss you already. Si Ibu tadi mau tukeran tempat duduk nggak, ya?

Sekar tersenyum lalu melirik Si Ibu yang sudah tertidur dengan mulut ternganga.

Mas, cuma enam jam. Nanti kita ketemu di kafetaria aja. Nanti, ya. Sekar nggak enak, Si Ibu udah tidur.

Riza membalas.

Ya Allah. Pasti dia lelah. Ya udah kabarin kalau mau ke kafetaria.

***

Riza duduk di hadapan Fauzan, kakak Sekar, dan istrinya Arum.

“Riza, kami ini keluarga miskin. Sepetak sawah dan rumah peninggalan Bapak dan Ibu adalah harta kami. Saya sendiri masih berjuang di bengkel motor. Kami tidak ingin kamu menyesal setelah menikahi Sekar.”

“In syaa Allah, saya akan berjuang untuk keluarga kami.” Riza menjawab mantap.

“Dek, kamu gimana? Dia nggak punya apa-apa bakal bikin kita repot.”

“Mas!” Sekar mencubit keras lengan kakak satu-satunya. Fauzan dan istrinya tergelak. Riza salting dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Fauzan merangkul adik satu-satunya dengan gestur yang sangat melindungi.

“Riza kapan kamu siap menikahi adikku?”

“Sekarang pun saya siap, Mas.”

“Mas Riza! Iiih, masak dasteran gini?”

Fauzan dan Arum bersitatap sambil tersenyum.

“Sekar, Mbak kemarin udah sewain baju pengantin di pasar. Sederhana aja, tapi cantik kok. Kamu pasti suka. Besok Mbak bisa antar ke tokonya. Sudah Mbak bayar, hitung-hitung hadiah pernikahan.”

Sekar terbelalak senang.

“Seriusan? Alhamdulillah. Wah nggak gerepotin, Mbak? Nanti aku ganti, ya. Minggu depan aku dah masuk kerja lagi, kok.”

“Sekar, aku masih ada uang kalau mau bikin baju atau yang lainnya.”

“Jangan. Kalau menurut Sekar, uang Mas disimpan aja buat emergency.”

“Betul Riza, biasanya tahun-tahun pernikahan berat secara finansial. Kamu juga mesti cari kerja dulu, kan?”

Riza mengangguk. Ada sedikit rasa takut karena kini dia tidak lagi bisa menikmati fasilitas dari ayahnya. Namun ia kibaskan dan bertekat untuk berusaha sekuat tenaga membahagiakan Sekar dan anak-anak mereka kelak.

“Sekar, bagaimana jika kita menikah hari Jumat ini?”

“In syaa Allah, Mas.”

“Nanti Mas Fauzan dan Mbak akan bantu info ke Pak RT. Sederhana aja karena kita masih dalam suasana duka.”

Riza dan Sekar bertukar pandang. Jumat yang tinggal dua hari terasa lama untuk dua hati yang tak sabar menyatu.

***

Terpopuler

Comments

Arie

Arie

👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍

2022-11-27

1

Aisyah farhana

Aisyah farhana

haaayyyyy Dateng lagiiii

2022-11-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!