HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN, PASTIKAN UDAH PUNYA KTP YA BUND😙
Bosan dengan pertanyaan "Kapan nikah?" dan tuntutan keluarga perihal pasangan hidup lantaran usianya kian dewasa, Kanaya rela membayar seorang pria untuk dikenalkan sebagai kekasihnya di hari perkawinan Khaira, sang adik. Salahnya, Kanaya sebodoh itu dan tidak mencaritahu lebih dulu siapa pria yang ia sewa. Terjebak dalam permainan yang ia ciptakan sendiri, hancur dan justru terikat salam hal yang sejak dahulu ia hindari.
"Lupakan, tidak akan terjadi apa-apa ... toh kita cuma melakukannya sekali bukan?" Sorot tajam menatap getir pria yang kini duduk di tepi ranjang.
"Baiklah jika itu maumu, anggap saja ini bagian dari pekerjaanku ... tapi perlu kau ingat, Naya, jika sampai kau hamil bisa dipastikan itu anakku." Senyum tipis itu terbit, seakan tak ada beban dan hal segenting itu bukan masalah.
Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Coret dari KK (Kartu keluarga), mungkin bagi seseorang itu terdengar sebagai candaan apabila memiliki kehendak pada orangtua seenaknya. Akan tetapi, lain halnya dengan Kanya Alexandra.
Entah kenapa, apa sebegitu hina kesalahannya kini hingga membuat ibu dan kakak kadungnya tega melakukan hal semacam itu.
Di usir secara hina, bahkan Khaira turut serta membuang barang berharga milik kakak tirinya itu. Sebuah penghalang dan sumber kebencian akhirnya pergi juga, pikirnya merasa merdeka.
Selama Kanaya masih berada di rumah ini, maka kesempatan untuk dia mendapatkan kembali orang-orang yang seharusnya menjadi miliknya akan terus ada. Dan Khaira tidak mau itu terjadi, terutama perihal Gibran.
Tanpa percakapan sama sekali, Kanaya kini duduk di sisi Ibra yang tengah mengemudi. Dengan keadaan luka-luka begitu dia masih mampu untuk ada dan melindungi Kanaya.
Diam, terpaku menatap nanar luaran sana. Perkotaan yang sebegitu ramainya, kenapa sejak dulu yang Kanaya rasa hanya sebatas rasa sepi, dan kini akan lebih menyakitkan lagi.
Abygail, masih terbayang jelas bagaimana dia mengungkapkan rasa kecewanya. Bahkan pria itu mengatakan jangan pernah lagi hubungi dia, apapun kehendak Kanaya.
"Menikahlah, Om tau kamu baik, Ibra."
Hanya Mahatma yang masih menatap mereka berdua sebagai manusia. Pria itu masih memberikan senyum pada Kanaya sebagai penguat wanita itu. Meminta maaf atas perlakuan Widya dan Khaira yang sama sekali tak ia sukai.
Lamaran Ibrahim bagaimana? Bisa dikatakan diterima walau keluarga itu mengalami kejadian berdarah. Diterima sekaligus membuang Kanaya dan tidak peduli Ibrahim mau melakukan apa.
Kalaupun menikah, Adrian dan Abygail tidak mau ikut campur sama sekali. Bahkan Adrian mengatakan tak sudi jika diminta menjadi walinya. Benci, sejak dulu Adrian memang benci adiknya.
Dan kini, bagaimana dia mendapatkan kekerasan dari Ibra membuat tekatnya semakin bulat untuk tak peduli bagaimanapun hidup Kanaya nanti. Jika sebelumnya dia masih kerap usil perihal asmara adiknya yang selalu gagal, lain halnya dengan kini.
"Demi Tuhan aku tidak sudi menjadi wali nikahmu!! Atas nama papa yang sudah tiada karenamu, dan juga Mama yang hampir gila karena kamu, dihadapan semua orang yang ada di sini aku bersumpah atas nama Tuhan, Kanaya!!"
Teriakan Adrian masih terasa memekakan telinga, sakit sekali rasanya. Mungkin di dunia ini hanya dia yang dilamar baik-baik namun diberikan bagai sampah kepada orang yang meminangnya.
-
.
.
"Kanaya turun, mau sampai kapan kamu melamun?"
Ibra membuyarkan lamunan Kanaya, pria itu bertanya dengan suara lembutnya. Sejak tadi memang Kanaya fokus dengan lamunannya hingga Ibra enggan untuk mengusiknya.
Kanaya mengedarkan pandangannya, ini di hotel, kenapa Ibra justru membawanya ke sini padahal harusnya dia ke rumah sakit, pikir Kanaya.
"Kenapa kesini?" tanya Kanaya dengan suara yang kini serak akibat terlalu kuat menangis sebelumnya.
"Kamu butuh istirahat, Kanaya ... besok baru cari tempat tinggal, ini sudah malam."
Iya memang, Kanaya butuh sekali istirahat. Bahkan ia merasa tubuhnya tak mampu untuk berjalan karena terlalu lemah dan terkejut akan kasarnya Adrian sebelumnya.
"Tapi lukamu?" tanya Kanaya tak tega, sudut bibir Ibra bahkan terlihat nyata lukanya, memar diwajah bahkan bengkak di pelipisnya.
"Aku bisa obati sendiri, masih aman jika begini."
Senyumnya terukir sebagai penenang Kanaya, namun percayalah itu justru membuat Kanaya nerasa sangat bersalah. Mau bagaimanapun saat ini, Abygail adalah pelaku utama Ibra jadi begini.
"Maafkan kakakku," lirih Kanaya begitu kecil bahkan hampir tak terdengar.
"Sshut, jangan minta maaf dengan namanya, aku tidak suka." Ibra berucap lembut, namun rasanya terdengar seperti ancaman yang mengatakan bahwa Ibra tak sudi menerima jika Kanaya masih mengakui Abygail sebagai kakaknya.
Kanaya menggangguk mengerti, entah kenapa justru kalimat itu membuat dia merasa harus tunduk. Mengikuti langkah panjang Ibra yang seakan sulit ia sesuaikan, padahal pria itu habis dipukuli tapi kenapa terlihat biasa saja, pikir Kanaya.
"Berhenti berpikir aneh, kami hanya tamu ... lakukan tugasmu dengan baik tanpa harus memikirkan hal yang bukan tanggung jawab kamu!!"
Kembali Kanaya dikejutkan dengan Ibra yang tiba-tiba mengatakan hal demikian pada wanita cantik yang kini tengah mereka hadapi.
Mungkin penampilan Ibra dan Kanaya tidak salah, mereka bukan memberikan tatapan hina. Akan tetapi bagaimana kondisi wajah Ibra dan Kanaya membuat mereka berpikir aneh itu wajar saja.
Belum lagi Ibra yang menggertak dengan cara begini, semakin mereka berpikir jika mereka berdua adalah sepasang kekasih yang baru saja usai baku hantam. Tapi kenapa justru terlihat pegangan tangan, sungguh hal yang sulit untuk ditafsirkan.
"Serem, kok ceweknya kuat sama cowok begitu ya," tutur wanita itu tak kuasa menahan apa yang ada dalam benaknya, karena jika dia lihat aura Ibrahim lebih mengerikan daripada bos mereka.
"Kaya, tampan, rupawan dan bagai uang berjalan ... aku rasa semua wanita akan suka." Temannya turut berbicara, dan lagi-lagi tatapah hina itu terfokus pada Kanaya yang di cap sebagai wanita matre.
TBC