Davina memergoki pacarnya bercinta dengan sahabatnya. Untuk membalas dendam, Davina sengaja berpakaian seksi dan pergi ke bar. Di sana dia bertemu dengan seorang Om tampan dan memintanya berpura-pura menjadi pacar barunya.
Awalnya Davina mengira tidak akan bertemu lagi dengan Om tersebut, tidak sangka dia malah menjadi pamannya!
Saat Davina menyadari hal ini, keduanya ternyata sudah saling jatuh cinta.Namun, Dave tidak pernah mau mengakui Davina sebagai pacarnya.
Hingga suatu hari Davina melihat seorang wanita cantik turun dari mobil Dave, dan fakta mengejutkan terkuak ternyata Dave sudah memiliki tunangan!
Jadi, selama ini Dave sengaja membohongi Davina atau ada hal lain yang disembunyikannya?
Davina dan Dave akhirnya membangun rumah tangga, tetapi beberapa hari setelah menikah, ayahnya menyuruh Davina untuk bercerai. Dia lebih memilih putrinya menjadi janda dari pada harus menjadi istri Dave?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Davina Pov
Aku beranjak saat melihat Om Dave keluar dari kamar mandi. Dia baru saja mencuci wajahnya, terlihat dari rambut di sekitar keningnya yang basah.
Kemeja lengan panjangnya juga sudah di gulung hingga sebatas siku. Dan 2 kancing bagian atas di biarkan terbuka.
Kedua mataku hanya bisa menikmati pemandangan indah itu tanpa berkedip. Sampai tak sadar kalau Om Dave sudah naik ke ranjangku dengan posisi terpenting dan kedua tangan yang disilangkan di atas kening. Kedua matanya juga terpejam.
"Om,, kok tidur di sini.?" Ku tatap lekat wajah Om Dave.
"Jangan berisik Davina,! saya lelah." Tegurnya dengan mata yang masih terpejam.
Aku malah semakin heran di buatnya. Lalu aku harus bagaimana sekarang.?
Jam masih menunjukkan pukul 4 pagi, aku juga masih mengantuk dan ingin melanjutkan tidur yang terjeda.
"Terus aku tidur,,," Aku tak meneruskan ucapan ku karna mendengar dengkuran halus dari mulut Om Dave. Cepat sekali dia tertidur.
Sepertinya dia benar-benar kelelahan. Begitu menempel di tempat tidur, langsung pindah ke alam mimpi.
"Bagaimana ini.??"
Aku bingung sendiri, tidak tau harus melakukan apa dalam situasi seperti ini.
Kalau aku ikut berbaring di samping Om Dave, apa dia tak akan memarahiku jika terbangun dan melihatku ada di sampingnya.?
Tapi Om Dave sendiri yang naik di atas ranjang ku, jadi tidak masalah kan kalau aku berbaring di sampingnya.?
Ku tatap lekat wajah Om Dave sebelum aku naik ke atas ranjang. Dengan gerakan perlahan, akhirnya aku bisa merebahkan diri di samping pria tampan itu.
Aku baru ingat dengan ambisiku untuk membuat Om Dave tertarik dan memiliki perasaan padaku.
Bukankah ini akan jadi kesempatan yang bagus untuk menjalankan rencana itu.?
Tentu saja kesempatan ini tak boleh di sia-siakan.
Tak peduli walaupun harus menggunakan cara yang salah, aku tetap menginginkan Om Dave agar menjadi milikku.
Perlahan ku ulurkan tangan untuk memeluknya. Agaknya Om Dave sangat mengantuk sampai tidak bergerak saat aku memeluknya.
Berbaring sangat dekat, wajahku bahkan berada di samping ketiaknya. Ku hirup dalam-dalam aroma parfum maskulin yang mampu mendebarkan hati.
Sepertinya aku akan semakin tergila-gila dengan pria dewasa ini.
Rasanya nyaman sekali memeluk Om Dave, sama seperti aku memeluk Papa.
Segera ku pejamkan mata, dan semakin erat memeluk tubuhnya.
...****...
"Davina,,,! Lepas,,!!"
"Singkirkan tanganmu.!"
Sayup-sayup ku dengar suara dingin nan ketus itu. Perlahan membuka mata meski masih terasa berat.
Hal pertama yang aku lihat adalah wajah tampan Om Dave yang sedikit memerah. Menatapku dengan sorot mata tajam bercampur kesal.
"Om,,, Kenapa.?" Aku sedikit bingung menatapnya. Kesadaranku belum sepenuhnya kembali, masih terasa di alam mimpi.
"Jangan banyak tanya.! Cepat lepasin tanganmu.!" Sahutnya ketus.
Aku mulai melihat sekeliling, baru sadar kalau aku tidur satu ranjang sembari memeluknya.
"Nggak mau Om, aku masih mau peluk Om Dave kayak gini."
Bukannya melepaskan pelukanku, aku justru semakin erat memeluknya. Mengangkat kepala dan meletakkannya di atas dada bidang Om Dave.
"Kamu ini benar-benar,,,
"Menyusahkan.!" Potongku cepat.
"Om Dave pasti mau bilang seperti itu kan.?" Tebakku.
"Aku nggak peduli, pokoknya aku mau peluk Om terus kayak gini." Aku sedikit merajuk.
Apa Om Dave tetap akan dingin padaku setelah ini.? Atau dia akan luluh dan mau menuruti keinginanku.?
"Jangan gila kamu.! Sekarang sudah jam 7, sebentar lagi akan ada orang yang datang kesini."
Om Dave berusaha menyingkirkan tanganku dari pinggangnya.
Tiba-tiba Aku merasa senang setelah mendengar ucapan Om Dave. Dia menyuruhku melepaskan pelukan karna takut ketahuan orang lain.
"Jadi nggak boleh peluk karna sebentar lagi akan ada orang yang datang.?"
"Apa nanti malam boleh.?" Tanyaku dengan tatapan penuh harap.
"Nanti malam Om akan ikut aku ke party. Om Dave sudah janji mau bantuin aku kan." Ku pasang wajah sendu untuk membuatnya iba padaku.
"Terserah kau saja.!" Ketusnya.
"Sekarang singkirkan tanganmu, aku harus keluar dari sini.!"
Om Dave beranjak, memaksaku harus melepaskan pelukanku dan menatap sendu ke arah Om Dave yang berjalan ke arah kamar mandi.
Aku lalu duduk di sisi ranjang, menunggu sampai Om Dave kembali dan bergegas menghampirinya.
"Om mau pulang sekarang.? Aku boleh ikut nggak.?" Pintaku memohon. Aku berdiri tepat di depannya.
"Siapa yang mau pulang.?! Minggir kamu." Om Dave menggeser ku ke samping agar tak menghalangi jalannya. Dia lalu mengambil jas di atas sofa dan berjalan ke arah pintu.
Ya ampun,, susah sekali menarik perhatian Om Dave.?
Harus dengan cara seperti apa aku masuk dalam kehidupan dan hatinya.
...*****...
Aku pergi ke ruang makan setelah Farrel mengetuk pintu kamarku 15 menit yang lalu.
Om Dave sangat hapal dengan jadwal sarapan di rumah ini.
Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Om Dave, untung saja dia sudah keluar dari kamar ku sebelum Farrel datang.
"Selamat pagi Pah, Mah, Kak Farrel, Om,," Sapaku pada mereka yang sudah duduk rapi di depan meja makan.
Mereka balik menyapaku dengan ramah, kecuali Om Dave yang tak mengihiraukan kehadiranku. Dia asik menyantap makanannya.
Benar-benar menjengkelkan pria yang satu ini, untung saja wajahnya tampan.
"Gimana sayang tidurnya.?"
"Kakak kamu nggak macem-macem kan.?" Tanya Mama Sandra. Dia melirik Farrel dengan tatapan mengintimidasi.
"Astaga,, Mama nggak percaya sama anak sendiri.?" Protes Farrel.
"Mana berani aku macem-macem sama Davina."
Aku menahan tawa melihat kekesalan Farrel yang selalu disudutkan oleh Mama Sandra. Wajar saja kalau Farrel kesal, dia seperti jadi anak tiri disini karna Mama Sandra terlihat lebih perhatian dan khawatir padaku.
"Ini lagi,,! Ngapain kamu cengar-cengir,,," Farrel yang duduk disebelahku, langsung mengacak-acak rambut panjang ku.
"Lucu begini mana tega macem-macem,,," Katanya sembari tertawa puas.
"Iihhh,,, Kak Farrel.!!" Rengekku dengan wajah cemberut.
Ku tepis pelan tangannya dari atas kepalaku.
"Farrel,,! Jangan iseng.!" Tegur Mama Sandra.
"Ayo cepat makan. Lihat tuh Papa sama Om kalian, fokus menikmati makanannya."
Aku jadi melirik Om Dave yang duduk di depan ku.
Sedikitpun Om Dave tak menatapku sejak tadi, bahkan keributan ku dan Farrel bagaikan angin lalu untuknya.
Bagaimana bisa Om Dave secuek itu.?
Kami lalu menikmati sarapan pagi dalam diam. Semua orang fokus untuk menghabiskan makanannya lebih dulu.
"Kamu tidur dimana Dave semalam.?"
"Uhhukk,, uhhhukk,,," Pertanyaan Mama Sandra membuatku tersedak air minum yang baru saja masuk ke dalam mulutku.
Aku benar-benar panik, jantungku serasa ingin keluar dari tempatnya. Apa yang akan mereka katakan jika mengetahui Om Dave tidur di kamarku semalam.
Bagaimana kalau Papa marah dan kecewa padaku.? Atau marah pada Om Dave.
"Pelan-pelan saja minumannya,," Ujar Papa lembut.
"Ya ampun, kenapa sayang.?" Tanya Mama Sandra cemas.
"Nggak kenapa-napa Mah,," Sahutku sembari menggelengkan kepala.
Aku lalu menatap Om Dave, dia sangat santai tanpa ada rasa takut sedikitpun dari raut wajahnya.
"Tidur di kamar pojok Kak,," Jawabnya datar.
Mama Sandra langsung mengangguk, setelah itu tak menanyakan apapun lagi. Mama Sandra percaya saja dengan ucapan Om Dave.