NovelToon NovelToon
Meant To Be

Meant To Be

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Beda Usia / Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

El Gracia Jovanka memang terkenal gila. Di usianya yang masih terbilang muda, ia sudah melanglang buana di dunia malam. Banyak kelab telah dia datangi, untuk sekadar unjuk gigi—meliukkan badan di dance floor demi mendapat applause dari para pengunjung lain.

Moto hidupnya adalah 'I want it, I get it' yang mana hal tersebut membuatnya kerap kali nekat melakukan banyak hal demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan sejauh ini, dia belum pernah gagal.

Lalu, apa jadinya jika dia tiba-tiba menginginkan Azerya Karelino Gautama, yang hatinya masih tertinggal di masa lalu untuk menjadi pacarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

He's Mad as Hell

...Bagian 14:...

...He's Mad as Hell...

...💫💫💫💫💫...

"Jadi, apa motif Anda memukuli saudara David sampai babak belur begini?"

"Hanya salah paham," Bak pahlawan, David buka suara menggantikan Karel. Sudut bibirnya yang robek tidak jadi halangan bagi mulut manisnya untuk menebar madu. Ia bahkan sempat melirik Jovanka yang duduk di sofa, sedang ditenangkan oleh petugas polisi perempuan. "Saya datang untuk jemput putri saya, dan saudara Karel salah mengira bahwa saya ini laki-laki hidung belang yang hendak mengganggu pacarnya."

Di kursinya, tanpa sepengetahuan petugas polisi yang sedang menginterogasi, kedua tangan Karel terkepal erat di atas paha. Gigi-giginya saling bertemu, merapat kuat sampai-sampai bisa menghancurkan apa saja yang masuk ke rongga mulut. Dadanya terasa penuh. Amarah yang sudah diluapkan kepada David dalam bentuk pukulan membabi-buta, nyatanya masih tidak mereda. Semakin mendengar David bicara, semakin kuat dorongan dari dalam dirinya untuk menghabisi lelaki ini sekarang juga.

"Benar begitu, Nona Jovanka?"

Jovanka melirik David sinis, kemudian mengangguk ketika matanya bertemu dengan petugas polisi. "Ya, hanya salah paham," ungkapnya.

Dalam hati, Jovanka menaruh curiga yang mendalam. David tidak akan mungkin berbaik hati memberikan keterangan yang akan meringankan Karel, jika si licik itu tidak meminta bayaran mahal di belakang. Sekarang, dia hanya perlu bersiap dan menunggu, apa sekiranya yang akan dituntut oleh laki-laki bajingan itu.

Atas keterangan David bahwa semuanya hanya salah paham, serta kesediaan kedua belah pihak untuk tidak melanjutkan perkara, kasus itu tidak diproses lebih lanjut. Kedua belah pihak dinyatakan berdamai, disaksikan oleh polisi yang malam itu bertugas, dan juga petugas keamanan kelab yang pertama kali memanggil bantuan.

Setelah menyelesaikan semua proses pendataan dan lain sebagainya, mereka dipersilakan meninggalkan kantor polisi. David yang babak belur keluar lebih dulu, menunggu di depan kantor polisi sambil meraba wajahnya yang membiru. Sementara Karel, lelaki itu menyusul beberapa menit setelahnya, membawa serta Jovanka dalam genggaman tangannya yang erat.

Tanpa menoleh sedikit pun, Karel berjalan melewati David begitu saja. Dia simpan Jovanka di sisi tubuhnya yang tak bersinggungan dengan David. Seakan tidak rela gadis itu tersenggol sedikit pun oleh laki-laki yang masih ingin dipukulinya sampai mampus itu.

Jangan tanya kenapa Karel bersikap begini. Dia sendiri pun tak mengerti. Saat melihat Jovanka keluar dari Six Club dalam keadaan setengah sadar, lalu malah menggelendot pada David yang menunggu mangsa keluar, sesuatu di dalam dirinya mendobrak keluar. Amarahnya memuncak tanpa bisa ditahan. Pikiran bahwa segala sesuatu bisa menjadi lebih buruk, andai dirinya tidak memutuskan menunggu Jovanka pulang, semakin membuatnya menggila. Yang ada di kepalanya hanyalah nafsu untuk menghabisi David, membuatnya lumpuh tak berdaya, agar lelaki itu berhenti mengganggu Jovanka.

"Saya perlu bicara dengan putri saya."

Suara David menghentikan langkahnya. Karel menggertakkan gigi, menahan emosi. Dia berbalik, wajahnya masih merah padam. "Saya kasih, kalau Jovanka mau. Tapi Anda lihat sendiri, Jovanka nggak mau."

David tersenyum miring, satu alisnya terangkat. "Tahu dari mana Gracia nggak mau? Anda nggak lihat, di kelab tadi, dia menyapa saya dengan baik?"

"K—"

"Azerya, udah. Kita pulang aja yuk," bisik Jovanka, menarik-narik jaketnya.

Karel mendesah keras, sarat akan rasa frustasi yang sudah naik ke ujung kepala. "Jangan ganggu Jovanka lagi," ujarnya, lebih pada sebuah peringatan keras anti dibantah. "Karena saya nggak bisa jamin kalau lain kali masih bisa menahan diri."

Ancaman menakutkan, bagi sebagian orang. Tapi bagi David, itu adalah gertakan yang tidak akan menggoyahkan apa pun yang sudah tumbuh di kepalanya. Yang ia inginkan adalah Jovanka, jadi meski putri kesayangannya sudah berlalu bersama laki-laki yang memukulinya sampai hampir sekarat, ia sama sekali tidak berniat untuk mundur.

"Coba aja lari, Gracia, lari yang jauh sama pacarmu itu. Toh kamu nggak akan bisa ke mana-mana." David mencibir, penuh percaya diri. Karena dia tahu betul, akan selalu ada cara untuk membawa putrinya kembali.

Sedangkan di mobilnya, usai mendudukkan Jovanka dan memasangkan seatbelt di tubuh ramping gadis itu, Karel diam seribu bahasa. Fokusnya hanya tertuju pada jalanan menjelang subuh yang mulai banyak dilalui kendaraan. Emosi masih bercokol di tenggorokan, namun sebisa mungkin ditekannya agar tidak kembali meledak ke permukaan.

"Maaf ya..." cicit Jovanka. Dirinya yang terkenal gila dan percaya diri, kini menciut dalam pelukan seatbelt di kursi penumpang. Bagian dalam pipinya menipis, habis dikikis oleh gigitan-gigitan kecil yang dibuatnya sebab dilanda takut.

Bukan takut pada David, melainkan Karel.

Karel tidak merespons. Bibirnya terkatup terlalu rapat, menolak mengeluarkan sepatah kata pun, meski hanya sekadar ya. Otaknya kembali dipenuhi kilas balik kejadian sejak hidupnya didatangi Jovanka. Nyaris tak ada lagi hari tenang. Semuanya berantakan.

"Gue janji ini yang terakhir. Gimana pun caranya, gue akan bikin David nggak muncul lagi, supaya—"

"Shut up." Karel memotong dengan tegas.

Jovanka menelan kembali sisa kalimatnya. Matanya mengerjap lambat, tidak sebanding lurus dengan detak jantungnya yang berdegup cepat. Karel mode sangar memang selalu membuatnya bungkam, tetapi yang kali ini damage-nya berkali-kali lipat.

Tahu bahwa satu kata lagi akan membuat Karel meledak, ia pun memilih mundur. Jaket yang sudah ditanggalkan dari tubuh lelaki itu kini menyampir apik di bahunya. Jovanka menariknya, mengeratkannya dengan kedua tangan, menganggap itu adalah pengganti pelukan yang Karel tidak bisa berikan secara langsung. Dan di sisa perjalanan subuh itu, Jovanka tidak punya pilihan selain diam seribu bahasa. Mengikuti alur yang Karel ciptakan, bersama amarah yang perlahan-lahan membakar habis seluruh kesabarannya.

...💞💞💞💞💞...

"Jaket—" Lagi-lagi, Jovanka harus menelan sisa kalimatnya bulat-bulat. Sebab jangankan mau mendengarkan, Karel langsung melengos begitu saja setelah mengantarnya sampai ke depan unit. Lelaki itu bahkan tidak menunggu sampai ia berhasil membuka pintu. Ia melenggang masuk ke unitnya sendiri, tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Jovanka meringis. Perutnya mual hebat, melebihi saat dirinya terlalu banyak menggelonggong alkohol sampai lambungnya hampir meledak. Yang dia tahu, Karel benar-benar marah kali ini. Meski tak secara jelas ia mengerti, apa tepatnya yang memantik amarah lelaki itu sampai membesar sebegininya.

"David sialan," kutuknya. Berharap mujarab mengetuk ke tempat Tuhan, lalu karma buruk segera dilimpahkan kepada suami baru mamanya itu. Agar ia tak lagi datang mengganggu hidupnya.

Berdiam diri cukup lama di lorong yang sepi, Jovanka akhirnya menempelkan access card ke pintu unit. Bunyi indikator terdengar jauh lebih keras daripada seharunya, seakan menjadi alarm yang mengingatkannya bahwa pertarungan untuk hidupnya, resmi dimulai kembali.

Dan dari sekian banyak pertanyaan yang berjubel di kepala tentang bagaimana ia harus menjalani hidupnya mulai sekarang, perihal Karel masih tetap jadi yang paling banyak mengisi ruang. Ia terus bertanya, bagaimana caranya memadamkan api amarah yang berkobar di dalam diri lelaki itu?

Bersambung.....

1
Zenun
Emak ama baba nya mah nyantuy🤭
Zenun
Udah mulai buka apartemen, nanti buka hati😁
Zenun
Kamu banyak takutnya Karel, mungkin Jovanka mah udah berserah diri😁
Zenun
asam lambungnya kumat
Zenun
Mingkin Jovanka pingsan di dalam
Zenun
Ayah harus minta maaf sama penyihir🤭
Zenun
Ntar kalo Elliana gede, kamu nikahin lagi
nowitsrain: Takut bgtttt
total 3 replies
Zenun
laaa.. kan ada babe Gavin😁
nowitsrain: Ya gapapa
total 1 replies
Zenun
iya betul Rel, harusnya dia anu ya
Zenun
dirimu minta maaf, malah tambah ngambek😁
Zenun
kayanya lebih ke arah ini😁
nowitsrain: Ssssttt tidak boleh suudzon
total 1 replies
Zenun
Coba jangan dipadamin, biar nanti berkobar api asmara
nowitsrain: Gosong, gosong deh tuh semua
total 1 replies
Zenun
Kan ada kamu, Karel🤭
nowitsrain: Harusnya ditinggal aja ya tuh si nakal
total 1 replies
Zenun
iya tu, tanggung jawab laaa
nowitsrain: Karel be like: coy, ini namanya pura-pura coy
total 1 replies
Zenun
Taklukin anaknya dulu coba😁
nowitsrain: Anaknya Masya Allah begitu 😌😌
total 1 replies
Zenun
Minimal move dulu, Karel🤭
nowitsrain: Udah move on tauu
total 1 replies
Zenun
kau harus menyiapkan seribu satu cara, kalau emang mau lanjut ama perasaan itu
nowitsrain: Awww ide bagussss
total 3 replies
Zenun
Dia santuy begitu karena Gavin sama kaya Karel, belum kelar sama masa lalu🏃‍♀️🏃‍♀️
nowitsrain: Stttt 🤫🤫
total 1 replies
Zenun
Kalo diramahin nanti kebawa perasaan😁
nowitsrain: 😌😌😌😌😌
total 1 replies
Zenun
Minta pijit Kalea enak kali ya
Zenun: hehehe
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!