MONSTER KEJAM itulah yang Rahayu pikirkan tentang Andika, suaminya yang tampan namun red flag habis-habisan, tukang pukul kasar, dan ahli sandiwara. Ketika maut hampir saja merenggut nyawa Rahayu di sebuah puncak, Rahayu diselamatkan oleh seseorang yang akan membantunya membalas orang-orang yang selama ini menginjak-injak dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Usaha Rahayu
Rahayu terengah-engah di lantai yang dingin. Rasa sakit dari luka bakar di lengannya berdenyut seirama dengan detak jantungnya yang cepat. Dunia di sekelilingnya gelap gulita, namun dalam kegelapan itu, indra pendengarannya menajam. Ia bisa mendengar suara tawa dari ruang makan yang mulai mereda, digantikan oleh suara langkah kaki yang mendekat ke arah koridor kamar.
Dengan gerakan lambat dan menyakitkan, Rahayu menyeret tubuhnya menuju pintu. Setiap gesekan kulitnya yang luka dengan lantai marmer terasa seperti sayatan pisau, namun ia terus merangkak. Tangannya yang gemetar meraba daun pintu kayu jati yang kokoh itu. Ia meraih kenopnya, memutarnya dengan harapan yang tipis.
Klik. Klik.
Terkunci dari luar. Rahayu menyandarkan keningnya yang panas ke permukaan pintu yang dingin. Ia seharusnya sudah menduga ini. Andika tidak pernah ceroboh jika menyangkut soal pengurungan.
Perutnya melilit perih. Sudah lebih dari 24 jam ia tidak diberi makan maupun minum. Tenggorokannya terasa seperti padang pasir yang retak, dan rasa haus itu kini lebih menyiksa daripada luka di tulang keringnya.
Ia teringat air bunga yang disiramkan Bu Citra tadi dalam keputusasaannya, ia bahkan sempat menyesal tidak sempat meminum air yang berbau busuk itu sebelum semuanya tumpah ke lantai.
Tiba-tiba, suara kunci diputar terdengar. Rahayu dengan cepat menyeret tubuhnya kembali ke sisi ranjang, berusaha menyembunyikan fakta bahwa ikatannya telah lepas. Ia menutupi tangannya dengan daster yang basah dan berbau anyir.
Pintu terbuka. Namun, bukan makanan yang dibawa masuk.
"Mas, di sini aja. Lebih menantang kalau ada 'penontonnya'," suara manja Santi terdengar, diikuti oleh tawa rendah Andika yang memuakkan.
Rahayu membeku. Ia bisa merasakan kehadiran mereka yang masuk ke dalam kamar. Bau parfum maskulin Andika bercampur dengan aroma bunga melati yang menyengat dari tubuh Santi memenuhi ruangan yang luas itu.
"Kamu benar, Sayang. Biar istriku yang malang ini tahu apa yang selama ini ia lewatkan karena terlalu sibuk dengan gaya sok tangguhnya." bisik Andika.
Tanpa memedulikan Rahayu yang tergeletak lemah di lantai dekat ranjang, Andika dan Santi menghempaskan diri ke atas tempat tidur, tempat tidur yang seharusnya menjadi ruang pribadi Rahayu dan suaminya. Rahayu mengepalkan tinjunya di balik kain daster.
Gunting kecil yang ia temukan tadi masih tergenggam erat, ujungnya yang tajam menusuk telapak tangannya sendiri, memberikan rasa sakit yang membantunya tetap sadar.
Suara gesekan pakaian, desahan yang dibuat-buat, dan percakapan mesum mulai memenuhi kamar itu. Mereka melakukannya dengan sengaja. Mereka ingin menghancurkan martabat Rahayu, merobek sisa-sisa harga dirinya sebagai seorang istri dan wanita.
"Mas... lihat dia. Dia bahkan tidak bergerak. Apa dia sudah mati?" tanya Santi di sela desahannya.
"Belum. Dia terlalu keras kepala untuk mati secepat itu," jawab Andika terengah.
"Biarin aja. Anggap aja dia salah satu perabotan di kamar ini."
Rahayu memejamkan matanya yang buta rapat-rapat. Air mata kemarahan, bukan kesedihan, mengalir di pipinya. Setiap suara yang mereka hasilkan menjadi bahan bakar bagi api dendam yang berkobar di dadanya. Ia tidak lagi merasa lapar.
Rasa hausnya tergantikan oleh dahaga akan pembalasan.
Ia mendengarkan dengan saksama. Di tengah aktivitas menjijikkan mereka, Rahayu mendengar suara denting kunci yang diletakkan di atas nakas, kunci pintu kamar ini. Andika selalu meletakkan kunci itu di sana sebelum ia merasa "nyaman".
Rahayu menunggu. Ia menunggu hingga suara-suara di atas ranjang itu mencapai puncaknya dan kemudian melandai menjadi napas yang berat dan teratur. Beberapa menit berlalu yang terasa seperti keabadian, hingga akhirnya ia mendengar dengkur halus Andika dan gumaman tidak jelas dari Santi.
Mereka tertidur dalam kelelahan yang penuh dosa.
Dengan kehati-hatian yang luar biasa, Rahayu mulai bergerak. Ia tidak lagi merangkak secara acak. Ia menghitung setiap jengkal jarak menuju nakas kayu jati itu.
Tangannya yang bersimbah darah meraba kaki nakas, lalu perlahan naik ke permukaannya.
Jemarinya menyentuh sesuatu yang dingin dan logam. Kunci.
Ia menggenggamnya dengan sangat pelan agar tidak menimbulkan suara sekecil apa pun. Namun, saat ia hendak menarik tangannya, ia menyentuh sebuah gelas kaca. Gelas itu bergoyang.
Ting.
Suara kecil itu terdengar seperti ledakan di telinga Rahayu. Ia menahan napas, jantungnya seakan berhenti berdetak. Di atas ranjang, Andika bergerak sedikit, bergumam dalam tidurnya, namun tidak terbangun.
Rahayu melepaskan napas yang tertahan dan segera turun kembali ke lantai. Menggunakan kunci itu sebagai panduan, ia merangkak menuju pintu. Ia memasukkan kunci ke lubangnya dengan tangan yang gemetar hebat.
Ceklek.
Pintu terbuka sedikit. Udara segar dari koridor masuk, terasa seperti oksigen murni bagi paru-parunya yang sesak. Rahayu tidak langsung lari ia tahu ia tidak bisa lari dalam kondisi ini. Ia keluar dari kamar, menutup pintu dengan sangat perlahan hingga bunyi kliknya nyaris tak terdengar, lalu mengunci pintu itu dari luar.
Kini, mereka yang terperangkap.
Rahayu berdiri tegak, menyandarkan tubuhnya ke dinding koridor untuk menopang berat badannya. Ia tahu di mana ruang kerja pribadinya berada. Di sana terdapat telepon satelit rahasia yang tidak diketahui oleh Andika, dan yang lebih penting, ada brankas berisi dokumen yang akan menjungkirbalikkan rencana pengalihan saham besok pagi.
Sambil memegang gunting kecil dan kunci di tangannya, Rahayu mulai melangkah di kegelapan koridor rumahnya sendiri. Ia juga adalah pemilik rumah ini. Ia adalah mangsa yang baru saja belajar bagaimana cara berburu.
"Permainan belum berakhir, Andika," bisiknya pada kegelapan.
"Besok, matahari tidak akan terbit untuk kalian."
Langkah kaki Rahayu yang tanpa alas kaki meninggalkan jejak darah tipis di atas karpet mahal itu, menandai awal dari kehancuran dinasti pengkhianat yang sedang tertidur lelap, bermimpi tentang Paris, sementara neraka sedang menjemput di depan pintu.
Rahayu berhasil mencapai ruang kerjanya. Dengan ingatan yang tajam, ia meraba dinding hingga menemukan panel kayu yang tersembunyi. Di baliknya, sebuah brankas kecil terbuka dengan kode yang hanya ia yang tahu.
Ia tidak mengambil uang. Ia mengambil sebuah alat perekam kecil dan sebuah ponsel darurat. Ia menekan satu nomor yang telah ia hafal di luar kepala sejak bertahun-tahun lalu.
Nomor milik satu-satunya orang yang ayahnya, Pak Rio, percayai lebih dari siapa pun pengacara keluarga sekaligus mantan kolonel intelijen, Pak Baskoro.
Telepon diangkat pada nada kedua.
"Halo?" suara berat di seberang sana terdengar.
"Pak Baskoro... ini Rahayu," suara Rahayu bergetar, namun penuh ketegasan.
"Jangan bicara. Dengarkan baik-baik. Kirimkan tim medis dan tim keamanan pribadi Ayah ke kediaman saya sekarang. Jangan gunakan sirine. Masuk lewat pintu belakang di taman mawar."
"Rahayu? Apa yang terjadi? Suaramu?"
"Mereka pikir saya buta dan tak berdaya, Pak. Mereka salah. Saya punya semua bukti rekaman penyiksaan dan rencana penipuan mereka malam ini. Pastikan Pak Rio tidak tahu dulu sampai saya berada di tempat aman. Saya ingin memberikan kejutan... di acara penandatanganan besok."
"Baik. Bertahanlah."
Rahayu memutus sambungan. Ia terduduk di kursi kebesarannya, kursi yang selama ini dianggap Andika sebagai simbol superioritas istrinya. Ia memegang ponsel itu di satu tangan dan gunting di tangan lainnya.
Dalam kegelapan ruang kerjanya, Rahayu tersenyum kecil. Luka-lukanya masih terasa sakit, demamnya masih membakar, tapi untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan, ia merasa benar-benar hidup.
Di lantai bawah, sayup-sayup ia mendengar suara mobil mendekat tanpa suara mesin yang bising. Rahayu berpikir tim penyelamatnya telah tiba.
BERSAMBUNG
jangan lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB🙏