NovelToon NovelToon
Wajah Tersembunyi

Wajah Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Pengganti / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Mafia
Popularitas:73
Nilai: 5
Nama Author: Pertiwi1208

Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.


Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

BUGH.

Malam hari, tepat saat Dara turun dari mobilnya yang baru saja diparkirkan di parkiran apartemen, tiba-tiba saja kepala bagian belakang Dara dipukul menggunakan benda tumpul. Dara pun seketika pingsan di tempat. 

***

2 jam berlalu.

Sayup-sayup Dara mulai membuka mata, dia merasa kepalanya sangat berat. Dengan pandangan yang masih kabur, Dara melihat ada seseorang yang saat ini tengah duduk di hadapannya menggunakan kursi dengan santai. 

Setelah dia berhasil menajamkan penglihatannya. "Pak Krisna?" Ternyata yang duduk di hadapan Dara adalah Pak Krisna. 

Dara melihat ke arah sekeliling dan mendapati, bahwa dirinya saat ini tengah berada di sebuah ruangan yang cukup sempit, sekeliling temboknya berwarna hitam, dan hanya ada satu lampu berada di atas kepalanya, lampu tersebut menyorot tepat ke arah Dara. Saat ini juga kedua tangan Dara tengah diikat dengan rantai ke atas langit-langit ruangan tersebut.

"Apa yang sedang anda lakukan ini Pak?" tanya Dara dengan tenaga yang masih belum pulih.

"Apa kamu mengingat tempat ini?" tanya Pak Krisna dengan suara berat.

"Apa maksud anda?" tanya Dara yang kebingungan.

"Bukankah ini adalah tempat tinggal masa kecilmu?" tanya Pak Krisna. Dara mengedarkan lagi pandangannya, tapi dia tetap tidak mengenali tempat tersebut.

Pak Krisna bersiul, tapi siulan itu seperti sebuah kode. Namun tetap saja Dara tidak mengerti maksud Pak Krisna. "Cepat lepaskan aku Pak," pinta Dara.

Pak Krisna berjalan mendekati Dara, beliau membuka dua kancing bagian atas kemeja putih milik Dara. "Apa yang akan kamu lakukan!" geram Dara dengan penuh penekanan. Pak Krisna tidak menjawab, beliau malah melihat ke arah Dara dengan tersenyum menyeramkan.

BUGH.

Sebagai anggota kepolisian yang cukup kompeten, tentu saja Dara tidak akan diam saat mendapat perlakuan seperti itu. Dara pun segera membenturkan kepalanya sendiri ke wajah Pak Krisna, sehingga hidung Pak Krisna seketika berdarah, pandangan Dara juga seketika berkunang-kunang.

Namun Pak Krisna malah tertawa terbahak saat mendapat perlawan dari Dara. Sementara Dara berusaha mengatur nafas secepat mungkin dan juga segera menyadarkan dirinya, agar pandangannya juga bisa cepat kembali dan tidak berkunang-kunang lagi. 

Sedetik kemudian, Pak Krisna mendekati Dara dan mencekik leher Dara dengan satu tangan, tampak sekali wajah Pak Krisna yang tengah kesal dengan Dara, bukan seperti orang yang mesum. "Ada apa ini sebenarnya?"  monolog Dara dalam hati. 

Mendapatkan perlakukan seperti itu, Dara tidak panik, melainkan dia terus berusaha mengatur nafas, agar tidak sampai pingsan, karena memang saat ini dia sedang tidak bisa menggunakan kedua tangannya untuk memberontak. Mengetahui tidak ada perlawanan, Pak Krisna pun segera melepaskan tangannya, sehingga Dara pun batuk beberapa kali. 

"Kalung ini milik siapa?" tanya Pak Krisna tanpa memberikan Dara ruang untuk mengatur nafas terlebih dahulu. Entah sejak kapan beliau mengeluarkan kalung tersebut dari dalam baju Dara.

"Ah, jadi tadi dia membuka kancing bajuku karena ingin mengambil kalung ini?" batin Dara.

"Sebenarnya ada apa? Kenapa semua orang saat ini tengah mempermasalahkan liontin itu?" tanya Dara yang sudah tahu arah pembicaraan Pak Krisna.

"Jawab saja!" sentak Pak Krisna.

"Semua yang melekat pada diriku, tentu saja itu milikku," jawab Dara dengan geram.

Pak Krisna seketika menghembuskan nafas dengan kasar. "Jadi benar kata Pak Bagas, kalau kamu ada dibalik semua ini?" tanya Pak Krisna sembari menyeringai.

"Apa maksud kalian ini?" tanya Dara.

"Tunggu dulu." Dara menghentikan ucapannya dan berpikir.

"Jadi anda memang sudah mengenal Pak Bagas?" tanya Dara.

"JANGAN PURA-PURA LAGI!" Suara Pak Krisna begitu menggelegar di tempat yang sempit itu.

"Bukankah kamu memang sudah mengetahui kami semua dan juga tempat ini?" 

"Jadi kamu sengaja mendaftar menjadi polisi dan menunggu kami hingga 20 tahun untuk membalas dendam?" tanya Pak Krisna.

"Balas dendam?"

"Apa sebenarnya maksud kalian?" Dara benar-benar tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Pak Krisna.

Pak Krisna berjalan ke arah pojok ruangan, dimana di sana ada tongkat yang tadi digunakan anak buah beliau saat menculik Dara di parkiran apartemen.

BUGH.

Tanpa menjelaskan kebingungan Dara, Pak Krisna pun segera melayangkan pukulan pada perut Dara.

"Tunggu, tunggu, tunggu."

"Aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang anda bicarakan!" ucap Dara.

BUGH.

Namun Pak Krisna sudah seperti orang yang kehilangan akal, beliau terus memukulkan tongkat tersebut berkali-kali pada tubuh Dara, hingga Dara pun sudah tidak berdaya lagi. Terlebih lagi dia tadi juga baru pulang kerja, sehingga tenaganya sudah benar-benar terkuras habis, dan juga kelaparan.

Saat Dara sudah benar-benar lemas dan tidak berdaya, dengan pandangan sayu Dara melihat ke arah tangga, ada seseorang yang tengah menuruni tangga tersebut dengan santai. "Pak Bagas," gumam Dara dengan suara yang sangat lirih.

"Kenapa kamu harus menyentuh orang-orang kami yang sangat berharga?" tanya Pak Bagas seraya terus mendekati Dara.

"Apa maksud anda Pak?" tanya Dara dengan sisa-sisa tenaganya.

"Apa kita harus menghabisinya sekarang?" tanya Pak Krisna.

"Hukumannya akan terlalu mudah jika kita langsung menghabisinya," jawab Pak Bagas.

"Biarkan dia mati kelaparan dan kehausan disini," imbuh Pak Bagas.

PRAAANG.

Pak Krisna pun segera melemparkan tongkatnya ke segala arah. Mereka berdua lalu menaiki tangga dan meninggalkan Dara begitu saja di ruang bawah tanah, dengan keadaan yang mengenaskan.

BLAR.

Saat semua orang sudah benar-benar meninggalkannya, Dara pun memicingkan mata dengan sangat mengerikan. "Jadi ini jawaban dari semuanya?" gumam Dara sembari menyunggingkan sudut bibirnya ke atas.

Dara melihat lagi ke sekeliling ruangan, dia mendapati bahwa tidak ada CCTV di ruangan tersebut. Dara mengatur nafas terlebih dahulu, lalu berusaha mengambil tongkat yang dilempar tidak jauh darinya menggunakan kedua kaki, karena memang kedua kakinya sedang tidak terikat.

Cukup lama Dara berusaha mengambil tongkat tersebut dengan merasakan sakit disekujur tubuhnya, terutama kedua pergelangan tangannya yang saat ini tengah dirantai ke atas. 

Setelah berhasil mendapatkan tongkat, Dara mengatur nafas lagi dan segera memegang rantai yang terhubung dengan langit-langit ruangan, agar dia bisa mengayunkan tubuh dan kakinya.

BLAK.

dalam satu kali ayunan sembari menjepit tongkat pada kakinya, Dara pun berhasil memukul tuas yang ada di sisi ruangan, sehingga rantai yang mengikatnya bisa memanjang, dan akhirnya dia jatuh di lantai. Dara segera berusaha duduk dan menyandarkan tubuhnya pada tembok. "Apa sebenarnya yang sedang kamu rencanakan?" gumam Dara sembari memegang liontinnya.

Tidak jarang juga Dara sedari tadi terbatuk dan mengeluarkan darah segar dari mulutnya. Saat dia merogoh sakunya dan hendak meminta pertolongan pada Dani, ternyata ponselnya sudah menghilang entah kemana. 

"Benar-benar sial sekali aku sekarang," ucap Dara.

Dara beristirahat di ruangan tersebut cukup lama, karena memang dia masih mendengar suara di atap, tapi dia tidak bisa mendengar apa yang tengah mereka bicarakan. Sembari menunggu keadaan aman, Dara memperhatikan rantai di kedua tangannya untuk mempelajari, bagaimana nanti dia bisa melepaskan diri.

***

Sementara itu di ruangan atas.

"Apa tidak masalah meninggalkannya disini sendirian?" tanya Pak Krisna.

"Tentu saja jangan ditinggalkan sendirian, suruh anak buahmu untuk menjaganya," jawab Pak Bagas.

"Kenapa kamu tadi menampakkan diri? Bukankah itu akan berpengaruh pada karirmu?" tanya Pak Krisna yang ingat benar, bahwa Pak Bagas sangat peduli dengan karirnya.

"Aku sudah mengambil pensiun. Bagaimana aku bisa diam saja saat anakku satu-satunya menjadi korban," ucap Pak Bagas.

"Rupanya kamu sudah tidak serakah seperti dulu," ucap Pak Krisna.

"Aku akan pulang dulu untuk memeriksa cucuku, kamu juga pulanglah dan beritahu istrimu, bahwa pelakunya sudah kita dapatkan, agar dia bisa pulih kembali," ucap Pak Bagas yang sudah mengetahui, bahwa istri Pak Krisna sedang linglung, karena kehilangan putrinya.

Pak Krisna hanya mengangguk seraya mengambil ponsel dan segera menghubungi anak buahnya, agar mereka bisa cepat datang. Mendengar langkah kaki yang berjalan semakin menjauh, Dara yang hampir saja kehilangan kesadaran pun segera bertindak, dia mengambil segala alat yang ada di pojok ruangan dan berusaha melepaskan diri dari jeratan rantai yang ada di kedua tangannya. 

Cukup lama Dara melakukan segala cara, hingga akhirnya berhasil melepaskan diri dengan cara rantai tersebut dia gergaji di salah satu sisinya, meskipun tangannya harus berdarah karena ditarik dengan paksa, tapi Dara berusaha untuk tidak bersuara, dengan menggigit kerah bajunya yang memang sudah compang camping. 

Dara segera mengambil palu dan berjalan dengan perlahan ke ruangan atas. "Dimana aku sebenarnya?" gumam Dara sembari terus berjalan dan memegang perutnya yang sangat sakit.

Dara terus saja menyusuri ruangan dan lorong, karena dia memang tidak tahu dimana jalan keluarnya. "Apa ini?" tanya Dara saat dia mendapati ada banyak sekali jeruji besi. 

"Apa ini sebuah penjara?" tanya Dara. 

Meskipun dia sangat ingin tahu tempat apa itu sebenarnya, tapi Dara juga tidak bisa berhenti lama-lama, karena yang terpenting saat ini adalah dia harus menyelamatkan diri terlebih dahulu. 

"Kasus ini tidak akan bisa diungkap jika aku mati disini," gumam Dara sembari terus berjalan.

Byooor.

Namun sedetik kemudian, dia memuntahkan darah segar lagi dari mulutnya. Dara segera menyeka mulutnya dengan lengan baju putihnya dan terus berjalan.

Hingga akhirnya dia bisa menemukan pintu. Dara pun segera keluar. Dengan tidak tahu arah, Dara terus saja berjalan. Saat sudah jauh dari bangunan, Dara menoleh dan memperhatikan dengan seksama bangunan tersebut. "Kastil?" 

"Apa itu sebuah Kastil?" gumam Dara. Rupanya tadi Dara berhasil keluar dari pintu belakang. 

Daerah tersebut sama sekali tidak ada lampu jalan, juga sepertinya daerah yang jarang sekali dilewati oleh pengendara. Dengan tertatih, nafas ngos-ngosan dan tenaga yang hampir habis, Dara terus berjalan dan berusaha mencari bantuan. "Aku tidak boleh mati disini," ucap Dara pada dirinya sendiri.

Sreeeeek.

Bahkan Dara sudah berjalan dengan menyeret kakinya saat ini. Dara terus berjalan dengan tertatih cukup jauh, hingga akhirnya dia menemukan lampu jalan. Sayang sekali saat itu sudah tengah malam, sehingga meskipun dia sudah menemukan penerangan, tapi tidak ada apapun di jalanan tersebut, entah toko yang masih buka, ataupun kendaraan yang sedang melintas.

BUGH.

Dara masuk ke dalam semak dan duduk sebentar sembari terus mengedarkan pandangannya, Dara melepas sepatunya dan mengambil sesuatu di sana. Rupanya di dalam sepatu Dara ada sebuah jam tangan, untung saja kakinya tadi tidak menjadi sasaran pukulan Pak Krisna, sehingga jam tersebut masih bisa berfungsi dengan baik. 

"Siapa yang harus aku hubungi?" tanya Dara pada dirinya sendiri. 

Setelah bisa keluar dengan hidup dari tempat mengerikan itu, sekarang Dara malah merasa kebingungan.

"Mereka pasti tidak akan percaya dengan yang aku katakan, terutama Tara," gumam Dara saat memikirkan rekan-rekannya.

"Apa aku harus menghubungi kakakku?"  Dara berpikir sejenak.

"Itu juga tidak mungkin, karena kasus ini berhubungan dengan liontin ini," ucap Dara sembari memegang liontinnya.

Dara berpikir dengan keras, seraya menggigit bibir bawahnya dan terus memegang liontinnya, juga pandangannya kosong jauh ke depan, ke arah kegelapan.

Beberapa saat kemudian, Dara menggosok wajahnya dengan sedikit kasar, karena tidak tahu apa yang harus dia lakukan, tubuhnya juga lambat laun semakin melemah serta mengalami dehidrasi. Dara terus melihat jam tangan pintarnya sembari terus menggeser layar dan melihat satu per satu nama yang ada di sana.

"Arum?" Dara pun menemukan nama Arum di jam pintarnya tersebut.

"Apa aku harus minta tolong padanya?" tanya Dara.

"Sepertinya memang tidak ada pilihan lain," ucap Dara yang kemudian menekan nomor Arum dan mengiriminya pesan.

'Minta tolonglah pada seseorang untuk melacak keberadaanku dan cepat tolong aku' 

Send.

Dara mengirim pesan pada Arum dan segera memakai jam tangannya, Dia terus bersembunyi di balik semak dengan terus berusaha untuk tidak pingsan, meskipun bibirnya saat ini sudah sangat pucat. 

'Temukan aku dengan cepat!' 

Dara mengirim pesan lagi pada Arum dan pandangannya mulai kabur.

***

Disisi lain.

Ting.

Saat baru saja Arum hendak menarik selimut dan bersiap untuk tidur, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Arum duduk kembali dan melihat pesan yang baru saja masuk. "Nomor siapa ini?" gumam Arum seraya berpikir.

Arum meletakkan lagi ponselnya, karena merasa bahwa dia tidak mengenali nomor tersebut, Arum pun segera merebahkan tubuhnya kembali serta memejamkan mata.

BLAR.

Namun, seketika dia membuka mata kembali. Arum mengambil ponselnya dan segera menghubungi temannya, entah kenapa dia merasa bahwa dia tidak bisa mengabaikan pesan tersebut, meskipun saat itu sudah tengah malam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!