Raju Kim Gadis Korea keturunan Indonesia yang merasa dirinya perlu mencari tahu, mengapa Ayahnya menjadi seorang yang hilang dari ingatannya selama 20 tahun. dan alasan mengapa Ibunya tidak membenci Pria itu.
Saat akhirnya bertemu, Ayahnya justru memintanya menikah dengan mafia Dunia Abu-abu bernama Jang Ki Young Selama Dua tahun.
Setelah itu, dia akan mengetahui semua, termasuk siapa Ayahnya sebenarnya.
Jang Ki Young yang juga hanya menerima pernikahan sebagai salah satu dari kebiasaannya dalam mengambil wanita dari pihak musuh sebagai aset. Namun Bagaimana dengan Raju Kim, wanita itu bukan hanya aset dari musuh, tapi benar-benar harus ia jaga karena siapa Gadis itu yang berkaitan dengan Janjinya dengan Ayahnya yang telah lama tiada.
Akankah Takdir sengaja menyatukan mereka untuk menghancurkan atau Sebaliknya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oliviahae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Riak yang Tidak Pernah Tenang
Angin senja yang dingin mengoyak pucuk rumput yang tinggi, sementara pasukan Ki Young berhamburan di titik-titik strategis setelah tembakan terakhir dilepaskan. Asap mesiu masih samar tercium, bercampur aroma tanah dan ketegangan yang belum surut.
Raju berdiri tegap, napasnya berat, lebih karena adrenalin yang tak mau turun, bukan karena luka. Di depannya, Jin Hwa tersungkur, tangan terikat cepat oleh penjaga yang datang dan sigap menahannya.
Ki Young datang terlambat beberapa detik. Tapi cukup untuk melihat pemandangan yang membuatnya menahan langkah, Raju masih dalam mode bertarung, pandangannya terlalu tajam, terlalu fokus… seperti seseorang yang pernah dilatih untuk membunuh, bukan bertahan hidup.
Dan itu membuat dada Ki Young mengencang.
“Nyonya Jang.” Suaranya rendah, panggilan yang biasanya datar, kini mengandung sesuatu yang lain, kewaspadaan sekaligus rasa ingin tahu yang makin tak terkontrol.
Raju mengedip pelan, seolah baru sadar Ki Young berdiri di sana. Seketika intensitas wajahnya runtuh. Tubuhnya sedikit goyah, tetapi ia tetap tegak.
“Tuan Ki..?” suaranya parau.
Ki Young mendekat dan menangkap bahunya sebelum ia benar-benar jatuh. “Kau baik-baik saja?”
Raju ingin mengangguk. Tapi kepalanya berdenyut, seperti ada pintu yang tadi hampir terbuka, tapi memantul tertutup kembali.
Sebelum ia menjawab, suara Woo Jin terdengar dari sisi kanan.“Semua istri dan pendamping sudah ditemukan. Mereka tidak terluka, hanya dibius,” lapor Woo Jin, meski matanya sekilas melirik Raju terutama cara Ki Young memegangnya.
Ki Young mengangguk sekali. “Pastikan mereka dijaga dua lapis.”
Woo Jin hendak melanjutkan laporan, tapi pandangannya jatuh pada Jin Hwa yang diikat. “Dia sendirian?”
“Tidak,” jawab Ki Young cepat. Rahangnya mengeras. “Ada penyusup di antara penjaga. orang yang dia rekrut.”
Woo Jin mendecak kesal. “Kakek akan...”
“Aku tahu,” potong Ki Young. “Tapi urus nanti. Fokus amankan area.”
Perintah itu disampaikan dengan nada yang membuat semua orang bergerak tanpa suara tambahan.
---
Raju akhirnya duduk.
Ki Young menariknya ke sebuah batu besar, posisi yang sedikit terlindungi dari angin dan pandangan orang.
“Apa yang kau lakukan tadi?” tanyanya pelan, tidak marah, tapi tajam.
Raju mengusap keringat dari pelipisnya. “Aku… tidak tahu.”
“Kau bertarung. Bukan asal mengayun tangan,” Ki Young menegaskan. “Itu teknik. Bukan naluri orang yang tak pernah dilatih.”
Raju terdiam, menunduk.
Ingatan samar itu berputar lagi, seperti tangan yang memegang sesuatu, ketegangan di pergelangan, suara yang memerintah, “lebih cepat.”
Ia menggigit bibir. “Aku tidak ingat,” gumamnya akhirnya.
Ki Young mempelajari wajahnya. Lima detik. Sepuluh detik. Raju hampir tidak berani mengangkat kepala.
Baru setelah detik kesebelas, Ki Young mengembuskan napas. “Baik. Kita bicarakan di Mansion nanti.” Ada nada dingin yang diselipkan dengan sengaja.
Bukan untuk membuat Raju takut, tapi memastikan ia tidak berbohong. “Untuk sekarang, kau istirahat dulu.”
Raju mengangguk kecil, meski jantungnya masih mengetuk keras.
---
Jin Hwa digiring pergi
Penjaga menarik wanita itu berdiri. Jin Hwa tertawa pelan, meski darah menetes dari sudut bibirnya.
“Aku hampir berhasil,” katanya pada Ki Young, matanya liar. “Kalau bukan karena dia.”
Ia mengangguk ke arah Raju.
Ki Young tidak bereaksi. “Kau akan diinterogasi. Pilih bicara dengan cepat sebelum Kakek memutuskan sesuatu yang lebih… permanen.”
Untuk pertama kalinya, Jin Hwa terlihat takut. Tapi ia tetap bungkam saat dibawa pergi.
---
Para istri sadar satu per satu.
Di area lapangan kecil yang digunakan sebagai titik evakuasi, Choi Da Hee sadar paling dulu. Wajahnya pucat tapi tetap anggun.
“Apa… yang terjadi?” Da Hee bertanya lirih.
Eun Bi sudah duduk dan memegangi kepala, sementara Min Seo Rin memaki pelan karena tumit sepatunya patah.
Eun Chae, Baek Yu Mi dan Jin Hwa yang tertangkap sebenarnya belum kembali, tapi dua lainnya sudah dipindahkan ke tempat aman.
Da Hee menatap sekeliling dan akhirnya fokus pada fakta bahwa hanya Raju yang berdiri di samping Ki Young.
“Nyonya Jang… selamat?” tanya Da Hee, suaranya lirih dan tulus.
Raju mengangguk walau tubuhnya masih gemetar kecil. “Kita semua selamat.”
Min Seo Rin langsung memotong, “Aku ingat rumput itu tinggi sekali! Lalu tiba-tiba… aku ngantuk.” Ia merengut. “Jangan bilang aku numpuk ke tanah saat jatuh?”
Eun Bi mengangguk. “Iya. Kamu jatuh. Jelek sekali.”
“EUN BI!”
Keduanya ribut kecil tapi aman, suasana perlahan mulai kembali normal.
Ki Young memperhatikan mereka sekilas, pastikan tidak ada yang cedera sebelum menarik Raju menjauh lagi.
---
Percakapan yang tidak siap didengar Raju
Woo Jin mendekat, berbicara cukup pelan. “Ki Young-ah… kau sadar ‘kan, dia...”
“Aku sudah melihatnya,” Ki Young memotong. “Dan aku tidak suka kenyataan itu.”
“Menurutmu dia… terlatih?”
“Terlatih adalah kata yang terlalu halus. Gerakannya… sempurna. Seperti mesin yang pernah diprogram.”
Woo Jin mengusap wajah. “Itu jauh dari apa yang Bibi dan Pamannya ceritakan.”
Ki Young menoleh cepat. “Kau menyelidiki mereka lagi?”
“Tentu. Setelah kejadian gerbang itu, aku harus pastikan.” Woo Jin menurunkan suara. “Pola pengasuhan mereka… tidak normal. Bukan sekadar menyuruh kerja keras. Ada pola tekanan psikologis jangka panjang. Cara mereka membentuk ketahanan tubuh dan mental… itu mirip metode...”
“Pembunuh bayaran yang sempat dibicarakan Ayah” Ki Young menyelesaikan kalimat yang tak ingin ia dengar. “Aku tahu.”
Raju yang berdiri tidak jauh membeku mendengarnya. Mereka tidak tahu ia cukup dekat untuk mendengar.
Ki Young melihat perubahan ekspresinya, dan cepat mengirim tatapan tajam pada Woo Jin. “Tutup mulutmu dulu.”
Woo Jin mengangguk, sadar kesalahan untuk kedua kalinya.
“Maaf.”
---
Dalam perjalanan pulang
Rombongan bergerak kembali menuju Mansion. Mobil-mobil hitam meluncur melewati jalan setapak panjang di hutan.
Raju duduk di bangku tengah bersama Ki Young. Di luar jendela, pohon-pohon berganti begitu cepat, namun pikiran Raju lebih cepat lagi.
“Pembunuh bayaran…” gumamnya tanpa sadar.
Ki Young langsung menatapnya. “Kau tidak perlu memikirkan perkataan Woo Jin. Dia hanya berspekulasi.”
“Tapi… kalau itu benar?”
“Kalau itu benar,” Ki Young memotong pelan, “kau tetap Raju Kim. Istriku untuk dua tahun. Dan seseorang yang harus ku lindungi.”
Nada itu bukan romantis. Hanya pernyataan fakta.
Tapi bagi Raju, itu justru agak menenangkan.“Baik.”
Ki Young mengalihkan pandang, tetapi sebenarnya ia mencuri satu detik untuk memastikan Raju tidak shock.
---
Sesampainya di Mansion
Semua istri dan pendamping kembali ke kamar masing-masing kecuali Jin Hwa. Seo Rin mengeluh panjang soal rambutnya. Eun Bi menggerutu soal kulitnya. Da Hee berterima kasih pada semua orang, seperti biasa.
Sementara itu, Raju berjalan perlahan menuju kamarnya.
Ki Young mengejarnya dan berdiri di pintu. “Kau bertarung terlalu baik hari ini,” katanya tanpa basa-basi.
Raju menelan ludah. “Aku… benar-benar tidak ingat.”
Ki Young mendekat dua langkah. “Kalau begitu, kita perlu mencari tahu. Bukan untuk mencurigaimu. Tapi untuk menjaga agar kau tetap hidup.”
Raju mengangguk.“Baik.”
Ki Young menambahkan, “Besok kita bicara lagi. Aku harus menginterogasi Jin Hwa sebelum Kakek turun tangan.”
Ia berhenti sejenak sebelum pergi.“…Dan Raju.”
“Ya?”
“Tolong… jangan berusaha mengingat terlalu keras malam ini.”
Raju membeku. “Kenapa?”
“Instingku mengatakan itu tidak akan berakhir baik.”
Kemudian Ki Young pergi, meninggalkan Raju yang kini tidak yakin apakah ia harus merasa takut… atau lega.
Bersambung...