#ruang ajaib
Cinta antara dunia tidak terpisahkan.
Ketika Xiao Kim tersedot melalui mesin cucinya ke era Dinasti kuno, ia bertemu dengan Jenderal Xian yang terluka, 'Dewa Perang' yang kejam.
Dengan berbekal sebotol antibiotik dan cermin yang menunjukkan masa depan, yang tidak sengaja dia bawa ditangannya saat itu, gadis laundry ini menjadi mata rahasia sang jenderal.
Namun, intrik di istana jauh lebih mematikan daripada medan perang. Mampukah seorang gadis dari masa depan melawan ambisi permaisuri dan bangsawan untuk mengamankan kekasihnya dan seluruh kekaisaran, sebelum Mesin Cuci Ajaib itu menariknya kembali untuk selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Pengakuan Jendral dan intrik Harem
Xian mendesis, menarik Kim dari sayap gelap gudang yang dingin. Tubuhnya yang tadinya penuh gejolak kini kembali mengeras menjadi Dewa Perang tanpa cela. “Lei sudah kehilangan seluruh hak istimewa militer. Engkau telah membukakan mataku—persahabatannya tidak bernilai satu pun koin tembaga di hadapan kecemburuan politis yang membusuk.”
Letnan He bergegas maju, bungkuk penuh hormat. Wajahnya pucat menyaksikan Xian menyeret Lei yang berdarah. “Tuan, saya memohon perintah. Jika Lei tidak dieksekusi segera, ia akan mencari balas dendam. Hukum Kerajaan menuntut pengkhianatan abadi dihukum gantung.”
“Aku akan menghukumnya, tetapi tidak ingin mengambil darah dari saudaraku sendiri,” kata Xian dengan suara datar, matanya menyiratkan kelelahan batin. Ia menyentuhkan kakinya pada pergelangan tangan Lei yang terikat kuat. “Lei wajib mengaku. He, pisahkan dirinya! Taruh di ruangan paling kedap suara di sayap utara Kediaman Jenderal. Jangan biarkan Kaisar mendengar tentang pertarungan kotor ini. Aku ingin ia membongkar persekongkolan antara Permaisuri Hwang dan Putri Yong Lan.”
Xian menoleh ke arah Kim yang masih gemetar karena syok fisik dan emosional. Ia mengambil sapu tangan sutra dari zirahnya, menyeka darah yang mengering di lengan Kim. Tindakan intim itu bertentangan dengan kekejaman yang baru saja ia tunjukkan.
“Xiao Kim, terima kasih sekali lagi—engkau telah menyelamatkanku dari pengkhianatan yang paling dingin,” ujar Xian dengan suara rendah, hanya untuk Kim. Ia menariknya menjauh dari keramaian prajurit. “Yong Lan telah menyebarkan undangan pertunangannya, dan tidak ada yang akan menerima penolakan dariku kecuali dengan merusak status politisku. Dia ingin menyerangku melalui jalur sosial.”
“Engkau tidak boleh melanggar kewajibanmu, Tuan. Pilih status sosial itu, atau kerajaan yang kau cintai akan runtuh!” desis Kim, tidak ingin melihat Xian tewas dalam drama politik. “Perdana Menteri Yong tidak bodoh—dia mengambil momentum dan menganggap Lei sebagai kartu mati. Kau harus menyelamatkan statusmu!”
Xian menggeleng, matanya dipenuhi ketegasan dan cinta posesif. “Status itu tidak berarti apa pun di hadapan kenyamanan tidurku. Jika aku menikahi Yong Lan, akan menjadi korban politik di tengah kemewahannya—racun perlahan akan menguras diriku. Engkau telah melihat ramalan di cermin: aku akan wafat. Aku akan membatalkan pernikahan itu. Kita harus membuat kompromi aneh di Istana.”
Ia meraih kotak kecil di tangan Kim—yang berisi cincin berlian kuno peninggalan ibunya, yang diberikan sebagai pengakuan status tersembunyi. Xian menyodorkannya kembali. “Aku akan mengukuhkan semua janji—kita adalah satu. Jika Yong menuntut seorang istri, aku akan mengambil posisimu sebagai pasangan yang tidak perlu legitimasi politik. Engkau akan menjadi istri rahasia di Istana. Di mata masyarakat, Yong adalah istriku, tetapi engkaulah istri sejatiku yang aku lindungi secara formal. Aku tidak peduli dengan ucapan hina bangsawan.”
Kim terkejut, tubuhnya terasa mati rasa. Ia meraba cincin itu, merasakan keputusasaan. “Xian, saya tidak akan menjadi selir! Hamba bukan pelayan seksual rahasiamu yang kotor! Saya adalah agen intelijen dan Gadis Laundry terbaikmu! Mengapa kau merendahkan posisiku yang sudah aku perjuangkan?” Kim menolak dengan keras, kebahagiaan sosialnya sirna.
Xian memeluknya erat, bau keringat, baja, dan parfum menyatu. “Engkau tidak mengerti hukum mutlak di Istana! Aku tidak dapat memberikan namamu yang sebenarnya. Status selir rahasia akan melindungimu dari bangsawan arogan seperti Lin dan pelayan busuk. Aku adalah satu-satunya jaminannya—engkau wajib menerimanya!”
“Status selir itu harus aku singkirkan!” bersikeras Kim, melepaskan diri sejenak dan menatapnya tajam. Ia menyentuh dada Xian yang berdetak kencang. “Saya tidak ingin melayani kaisar dan menyakitimu! Seluruh konsekuensinya harus kau ambil! Saya ingin kehidupan jujur seperti di dimensiku—engkau wajib membebaskanku sekarang!”
Xian meraih pinggang Kim, tarikannya mutlak tanpa permainan. Matanya mengunci mata Kim, menyiratkan keinginan berapi-api, hasrat, dan janji abadi. Ia memajukan kepalanya, tidak ada rasa malu—hanya kemurnian cinta. “Jika aku menuntut engkau menjadi selir, maka engkau harus tahu: engkau adalah satu-satunya selir di Istana. Aku akan memberikan seluruh kebanggaan militerku bagimu, di tengah kotoran Dinasti—selamanya! Aku akan memastikan engkau dihormati.”
Kim memejamkan mata, keputusasaan di hatinya luntur digantikan pemahaman. Status selir hanyalah topeng politik untuk melindungi aksinya. Cinta sejati mereka adalah benteng abadi. Xian menciumnya dengan dalam dan lama—intens, mutlak, penuh gejolak. Kim membalasnya dengan seluruh hasrat cinta yang ia miliki.
Xian, Dewa Perang yang agung, menunjukkan kerentanannya di dalam ciuman itu. “Engkau adalah titik paling lunak di keperkasaanku, Kim. Tanpamu, aku hanyalah prajurit busuk yang mudah tewas diracuni. Kamu wajib diselamatkan—tidak peduli konsekuensi. Aku akan menolak Yong Lan—engkau adalah kebanggaan yang nyata!”
“Maka kau wajib memenangkan cinta ini!” memohon Kim, napasnya memburu. Ia menarik cincin itu dan memaksa Xian memasangkannya ke jari kanannya. Cincin berlian itu dingin di kulitnya—simbol abadi yang jujur. Kim sudah menjadi permaisuri yang Xian berikan seluruh jiwanya.
Mereka memisahkan diri, wajah mereka merah karena gairah. Suara serdadu di kejauhan mengganggu keintiman. Xian kembali pada logika militer. “Kamu wajib menghilang sepenuhnya dari Ibukota ini. Tempat teraman adalah sarang busuk musuh!” ujarnya, matanya menunjukkan solusi licik. “Engkau akan menyelinap ke Istana Kekaisaran sebagai pelayan cuci tersembunyi. Di sana, jauh dari intrik klan Yong namun dekat dengan jantung kekacauan Dinasti.”
Kim mengerutkan dahinya, terkejut dengan perpindahan yang cepat dan kejam. Istana Kekaisaran adalah tempat paling berbahaya—tempat Permaisuri Hwang memiliki kuasa penuh. “Paviliun Cuci Istana! Di sana aku akan menemukan Hwang dan anteknya! Mengapa kau meminta aku berada di tempat yang paling kotor? Saya lebih memilih pertarungan dengan pedang!”
“Justru di sanalah engkau paling aman! Paviliun Cuci adalah titik paling rendah dalam hierarki Istana—Yong tidak akan pernah melihat seorang gadis sepertimu bergerak di bawah kotoran itu. Dia akan meremehkan dirimu, dan kau akan mendapatkan informasi logistik, kelemahan klan bangsawan, bahkan yang aku tidak dapat temukan! Ingat: engkau adalah Gadis Laundry terbaikku—kita memerlukanmu di Istana yang paling sentral. Engkau akan menjadi mata-mata permanen.”
Kim memejamkan matanya, merasakan kebrilian strategi itu dan kejamnya takdir sosialnya. Ia telah menjadi selir rahasia dan kini akan menjadi pelayan tersembunyi—peran yang paling brutal. “Aku sudah menyadari—kau menuntut hamba menjadi pelayan kotor lagi. Baik! Saya akan melakukannya hanya jika kau berjanji tidak akan menghadiri jamuan sialan itu.”
“Aku tidak akan menghadirinya! Aku telah memilihmu. Engkau akan pergi ke Paviliun Cuci segera—He akan memimpin utusan untuk menyamarkan dirimu,” kata Xian dengan suara dingin. Ia merangkul Kim dengan paksa—ciuman itu adalah janji terakhir, deklarasi kompromi politik yang menyakitkan.
“Engkau wajib menyelamatkan nyawamu di sana! Jika ada keanehan, gunakan cermin saku ajaibku dan kirim sandi rahasia melalui He! Aku wajib tahu intrik Harem di balik kecemasan Yong Lan! Harem adalah tempat terberat—di sana, engkau akan mendengar informasi mutlak!” perintah Xian, perpisahan itu adalah perintah terberat karena ia tidak dapat menemani Kim di sarang musuh.
Kim mengangguk, lalu meraih bungkusan linen kotornya—asal muasal Mesin M19. Ia tahu akan aman di Paviliun Cuci dan dapat mengambil teknologi dari Ruang Ajaib, namun Istana Kekaisaran adalah pertarungan baru. Xian telah melucuti zirahnya, menyambut Kim yang terluka—di matanya, Kim adalah yang paling berharga. Ia menariknya cepat ke sisi sayap paling luar.
Kim berjalan keluar, mengamati penjaga baru di Kediaman Jenderal Agung. Letnan He menunggunya dengan pandangan formal, tidak ada lagi kecurigaan. Ia menaiki kereta tertutup yang ditujukan ke Gerbang Naga Emas—gerbang tersembunyi Istana Kekaisaran. Ia duduk tegak, melihat cincin berlian dingin di jarinya. Janji romantis dan politis sudah Xian ikrarkan—Kim tidak bisa kembali ke Abad ke-21 lagi. Cinta mutlak membelenggunya di zaman yang tidak dia miliki. Xian telah pergi ke Istana, menuju Kaisar dengan laporan palsu: ia sudah pulih dan bersiap berperang dengan Yong Lan di arena politik murni.
"Letnan He, kami bergerak sekarang!” perintah Kim, menggunakan otoritas barunya. He patuh dan menempatkannya ke Paviliun Cuci utama Istana—tempat penuh kuman dan intrik. Perjalanan memakan waktu lama, tiba di malam yang sangat dingin. Kim melangkah keluar dari kereta, ditemani pelayan baru yang dikirim Xian untuk membantunya bersembunyi. Mereka masuk melalui pintu samping Istana, tidak ada gerbang megah—hanya terowongan kayu kotor. Bau cuka, urin kuda, dan kain basah menyeruak—bau laundry yang sesungguhnya, jauh lebih buruk daripada Gudang M19.
“Kami akan tiba, Nona Kim. Engkau wajib tunduk pada semua Nyonya Pengurus Paviliun Cuci dan menerima penolakan mereka,” bisik pelayan itu, nadanya menunjukkan ketakutan terhadap hierarki istana. Kim meraba cincin di jarinya—cintanya dipertaruhkan, seluruh statusnya hilang di hadapan kekejian.
Mereka melangkah di dalam Paviliun Cuci utama—ruang raksasa yang dingin, penuh dengan tumpukan linen membusuk yang tinggi seperti bukit. Kim mengambil cermin saku ajaibnya dan menyalakannya di balik lengan baju kerjanya. Tidak ada sinyal dari M19—hanya refleksi. Ia mendengar suara bisikan: wanita tua dengan nada angkuh menyuarakan kekesalan terhadap Kaisar yang tua dan Pangeran Mahkota yang rapuh.
“…Kita wajib mengambil keuntungan dari kebodohan Pangeran Mahkota—menjebaknya melalui kelemahan di harem!” bisik seorang wanita muda. Kim mendekatkan telinganya, menyelinap ke tumpukan karung. Itu adalah bisikan pelayan tentang harem baru yang semakin busuk dan ganas—perebutan tahta yang tidak terdeteksi oleh Xian.
“Selir Yen, calon Permaisuri Kaisar selanjutnya, terlalu rapuh. Bibi Wu wajib membersihkan racunnya—jangan biarkan Hwang melihat kekejaman kita,” bisik salah satu wanita. Kim tahu ia sudah berada di pusat intrik yang paling tersembunyi. Selir Yen adalah kunci—tentu saja, Paviliun Cuci menyimpan semua rahasia Istana di balik pakaian kotor mereka!
Kim mendongak, merasakan keberaniannya memuncak. Xian telah meninggalkannya, menuntut rahasia. Kini ia wajib mencari cara terbaik untuk menyerang Hwang. Pertarungan pertamanya akan datang, dan ia sudah menjadi pelayan cuci kembali. Dia berjanji: Xian harus selamat dari Yong Lan dan kebodohan status sosialnya.