Lucinda de Vries mengira acara wisudanya akan menjadi hari kebahagiaannya sebagai sarjana kedokteran akan tetapi semua berakhir bencana karena dia harus menggantikan kakak kandungnya sendiri yang melarikan diri dari acara pernikahannya.
Dan Lucinda harus mau menggantikan posisi kakak perempuannya itu sebagai pengantin pengganti.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Lucinda de Vries nantinya, bahagiakah dia ataukah dia harus menderita ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 HARI KURANG BERUNTUNG LUCINDA
"Drap... ! Drap... ! Drap... !"
Langkah kaki Lucinda berderap cepat saat memasuki ruangan luas sebuah kantor agensi keartisan.
Tatapannya membulat lebar sembari mencari-cari ke sekeliling ruangan kantor agensi yang tampak sepi.
"BRAAAK... !"
Lucinda mendorong pintu salah satu ruangan kerja di agensi itu.
"Mana Chatarina ???"
Sontak orang-orang yang ada di ruangan kerja tersentak kaget lalu menoleh ke arah Lucinda de Vries yang berdiri di depan pintu masuk.
"Chatarina ???"
"Ya, Chatarina Daan ! Mana dia ?''
"Maaf, Chatarina tidak masuk kerja hari ini, dia sedang liburan ke luar negeri sekalian mengurusi pekerjaan disana."
"Luar negeri ?"
"Ya, Chatarina ijin pada agensi untuk berlibur ke luar negeri..."
"Kapan dia akan kembali ?"
"Mmm..., entahlah, aku juga tidak tahu kapan dia akan balik ke agensi, Chatarina tidak memberitahukan kepadaku atau yang lainnya soal dia pergi ke luar negeri..."
"Ke negara mana dia berlibur ?"
Wanita yang mengenakan bandana polkadot warna merah itu hanya menoleh ke arah rekan-rekan kerjanya.
"Ada yang tahu kemana Chatarina liburan ke luar negeri ?"
Beberapa orang yang ada di ruangan ini hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab.
"Sepertinya tidak ada yang tahu kemana Chatarina pergi ke luar negeri, maafkan kami..."
"Kalau boleh kami tahu, kamu apanya Chatarina ?"
"Aku adiknya, adik perempuannya Chatarina..."
"Oh, rupanya kamu adalah adik perempuannya, tapi maaf kami semua tidak tahu ke negara mana Chatarina liburan..."
Lucinda de Vries tidak berkata apa-apa lagi, dia langsung pergi meninggalkan ruangan kerja itu.
"Sial, dia benar-benar menghilang bak ditelan oleh bumi, kemana Chatarina pergi, aku harus menemuinya secepatnya dan menanyakan tentang surat wasiat itu."
Lucinda mempercepat laju langkah kakinya, dia menuju keluar kantor agensi, tempat Chatarina Daan bekerja disana.
"Aku akan ke laboratorium kampus dan memeriksakan cairan infus ini serta cairan pada alat bantu pernafasan milik Kevin agar aku tahu apa kandungan dalam cairan medis ini..."
Lucinda setengah berlarian, dia berdiri menunggu di jalan trotoar, dan tak lama kemudian sebuah taksi penumpang lewat disana.
Taksi yang membawa Lucinda melaju kencang, menjauh dari hiruk pikuk keramaian di area kantor agensi.
Sejam berlalu cepat...
Lucinda telah tiba di Universitas Leiden, dia segera bergegas ke dalam gedung kampusnya dan langsung menuju laboratorium.
Suasana kampus tampak seperti biasanya, ramai oleh mahasiswa-mahasiswi yang sedang menimba ilmu.
Lucinda berjalan cepat melewati jalan koridor di kampusnya, dia berbelok arah ke kanan lalu memutar menuju laboratorium kampus.
"Kriiiettt... !"
Lucinda masuk ke ruangan laboratorium, rupanya hari ini laboratorium tidak dipakai oleh mahasiswa kedokteran.
"Selamat pagi... !"
Lucinda menyapa lalu berjalan lamban sembari memperhatikan petugas laboratorium kampus.
Tampak seseorang mengenakan masker serta atribut laboratorium lengkap mengangguk pelan kepada Lucinda de Vries.
"Maaf, mengganggu sebentar, aku butuh bantuanmu..."
"Ya, silahkan."
Lucinda menyerahkan kantung plastik berisi cairan medis yang dibawanya dari rumah Kevin kepada petugas laboratorium.
"Aku ingin memeriksa kandungan cairan ini, alu merasa ada sesuatu yang tidak benar, bisakah aku memperoleh hasilnya..."
"Tunggu sebentar, aku lihat jadwal pemeriksaan."
Petugas laboratorium segera mengambil kantung plastik yang baru diserahkan oleh Lucinda dan membaca buku jadwal.
Lucinda berdiri menunggu, sedangkan petugas laboratorium masih sibuk memeriksa buku jadwal.
"Emm..., yah..., baik, aku akan mengerjakannya, silahkan tunggu !"
"Boleh aku tahu kira-kira berapa jam lagi harus menunggu hasilnya keluar ?"
"Tidak lama, mungkin sekitar dua atau tiga jam hasil pemeriksaan laboratoriumnya keluar karena kami masih harus menganalisanya lebih cermat lagi setelah hasil laboratorium keluar".
"Oh, begitu, ya, baiklah, aku akan menunggunya."
"Silahkan !"
"Terimakasih..."
Lucinda menarik bangku kecil di dekat meja panjang kemudian duduk disana sambil menunggu hasil laboratorium keluar.
Pandangannya tertuju serius kepada petugas jaga laboratorium yang ada disini.
Petugas laboratorium mulai mengerjakan barang yang diberikan oleh Lucinda dengan cekatan, dia sibuk mengamati tetesan cairan tersebut pada alat mikroskop.
Tampak kesibukan terjadi di ruangan laboratorium dimulai sedangkan Lucinda memilih bersabar menunggu.
Waktu berjalan cepat, menit demi menit berlalu singkat, dan tak terasa Lucinda telah menunggu selama satu jam lebih di ruangan laboratorium kampus ini.
Lucinda duduk menunggu dengan sabar hasil laboratorium keluar, dia sendiri tak menyangka kalau hasil akan selesai pada hari ini juga. Dia mengira harus menunggu hasil laboratorium akan selesai beberapa hari lagi tapi ternyata tidak.
Detik jam dari arah dinding ruangan laboratorium terdengar berdetak keras.
Sesekali pandangan Lucinda teralihkan pada jam dinding di ruangan ini, memastikan waktu saat ini berjalan berapa lama lagi.
Lucinda menghela nafas pelan, memperbaiki posisi duduknya sembari bersandar pada dinding ruangan laboratorium.
Rupanya menunggu itu cukup menjenuhkan bahkan terasa membosankan, pikir Lucinda de Vries ketika dia mengawasi jalannya proses pemeriksaan di laboratorium ini berlangsung lamban.
"Permisi..."
Petugas laboratorium menyapa ramah Lucinda yang sedari duduk menunggu.
"Yah..."
Lucinda menyahut sapaan petugas itu seraya menengadahkan pandangannya.
"Hasil pemeriksaan mengalami kendala karena mesin di laboratorium tiba-tiba mati, dan kami harus memperbaikinya."
"Tidak masalah, aku akan menunggunya".
"Mohon maafkan saya karena proses pemeriksaan terpaksa berhenti dan bisa dilanjut setelah mesin selesai diperbaiki, mungkin anda bisa kembali lagi besok siang kemari."
"Oh... ?!"
Lucinda langsung berpikir cepat jika dia kembali besok ke kampus, pasti akan timbul kecurigaan pada Sugeng, dan tentunya panembahan tidak akan membiarkannya keluar rumah lagi.
"Bagaimana ya ???"
Lucinda tampak bingung sekali, dia tidak tahu harus berbuat apa.
"Ya, apa ada kendala dari anda ?"
"Aku takut besok pamanku tidak mengijinkanku pergi ke kampus lalu apa yang harus kulakukan untuk itu ?"
"Emmm..., mungkin aku bisa meminta alamatmu tinggal dan mengirimkan hasil laboratorium ke rumahmu".
Kembali Lucinda berpikir serius, dia mencari cara agar dia tidak ketahuan.
"Masalahnya rumahku cukup jauh, jika kamu datang ke rumah bukan masalah bagiku, tapi pamanku akan marah jika aku membawa teman ke rumah..."
"Oh, begitu, ya ?!"
Petugas laboratorium seperti berpikir lalu dia menoleh ke arah meja laboratorium, tempat dia bekerja tadi.
"Bagaimana kalau kirim pesan melalui email saja, saya akan melampirkan gambar hasil analisa laboratorium ?"
"Bisa, tapi aku butuh laporannya sebagai bukti pemeriksaan akurat..."
"Bisa dikirim lewat faksimile, apakah ada mesin faks dirumah ?"
"Aku tidak punya..."
"Oh, sayang sekali, artinya kamu harus mengambilnya sendiri kesini."
"Mmm..., baiklah, aku akan mencari cara memikirkannya."
"Ya, baik, saya akan menunggunya."
"Boleh aku minta nomer telponmu ?"
"Ya..., ini kartu nomerku, kau bisa menelponku atau datang ke alamat yang tertera pada kartu ini."
"Oh, ya, terimakasih, aku akan menghubungimu, semoga saja aku bisa datang lagi kesini."
"Beritahu aku lewat pesan jika kau tak bisa datang kesini, mungkin aku bisa membantumu."
"Baiklah, terimakasih."
"Boleh aku catat namamu ?"
"Namaku Lucinda de Vries..."
"Apa kau salah satu mahasiswi disini, tidak mungkin kau tidak ke kampus jika kamu mahasiswi disini ?"
"Aku sarjana kedokteran..., baru wisuda beberapa jam yang lalu...".
"Oh, benarkah ?"
Petugas laboratorium tercengang kaget seraya menarik masker diwajahnya hingga turun, dia ikut terkejut ketika mendengar penjelasan Lucinda bahwa Lucinda merupakan salah satu sarjana kedokteran dari Universitas Leiden ini.
"Rupanya kamu orang kampus juga, tidak menyangka bisa ketemu orang satu kampus, perkenalkan namaku Juwita, salah satu sarjana kedokteran dari Universitas Leiden ini, dan sekarang sedang mengambil spesialis !"
"Kau bukan asal sini, ya..., jika didengar dari pelafalan namamu... Juwita ?"
"Benar, aku dari Indonesia, tepatnya dari Jakarta, aku mengambil ilmu kedokteran di Leiden lewat jalur beasiswa."
"Wow, keren !"
"Terimakasih, biasa saja..."
Juwita tertawa renyah serta tersipu malu-malu, wajah manisnya yang khas terlihat merah padam. Dan Lucinda tersenyum melihat perubahan ekspresi Juwita.