(WARNING! banyak **** ***** dan tindakan yang buruk. Harap bijak dalam memilih bacaan dan abaikan buku ini jika membuat pembaca tidak nyaman.) Akira Kei, seorang bocah SMA yang yatim-piatu yang awalnya hidup dengan tenang dan normal. Dia hidup sendirian di apartemen setelah ibunya meninggal saat dirinya baru masuk SMA. Dan impiannya? Dia hanya ingin hidup damai dan tenang, meksipun itu artinya hidup sendirian. Tapi sepertinya takdir berkata lain, sehingga kehidupan Akira Kei berubah 180°. Apa Akira Kei bisa mewujudkan impiannya itu? Atau tidak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amigo Santos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ㅤ
Keesokan paginya di markas The Shatter, Natasha keluar dari kamarnya dengan keadaan masih mengantuk. Itu terbukti dengan Natasha yang masih mengusap dan mata yang sayu.
Natasha kemudian melihat ke kamar yang ada di samping kiri dan kanan kamarnya sendiri, terlihat masih belum ada tanda-tanda dimulainya aktivitas pagi ini.
Itu karena mereka diberikan libur latihan selama satu hari, karena konstribusi mereka di dalam portal kemarin. Jadi mereka bebas melakukan apapun, seperti memanfaatkan liburan mereka yang singkat itu dengan tidur seharian di kamar mereka sendiri-sendiri.
“Enaknya ngapain ya…?” tanya Natasha kepada dirinya sendiri sambil memegang dagunya sendiri, sebelum akhirnya senyum licik tersungging di bibirnya.
Dengan penuh semangat, Natasha berjalan menuju salah satu kamar yang hanya berjarak empat kamar dari kamarnya sendiri. Natasha kemudian menggedor pintu dari kamar yang dia tuju dengan cukup keras sambil berteriak.
“Rian…! Bangun kau dasar pemalas!”
Ternyata kamar yang dia tuju adalah kamar milik Rian Sastria, teman sekelasnya sekaligus rivalnya itu.
Tak lama kemudian, sang pemilik kamar pun membuka pintu kamarnya dengan wajah yang baru bangun tidur. Dapat dilihat dari rambutnya yang masih berantakan, matanya yang sayu, dan masih mengusap dengan cukup lebar.
“Apaan dah? Lagi liburan juga.” Protes Rian yang kesal karena dirinya terbangun dari tidur nyamannya karena ulah Natasha yang menggedor pintu kamarnya.
Tapi, bukannya mendengarkan protes yang dilayangkan Rian kepada dirinya, Natasha malah menerobos masuk ke dalam kamar Rian dan langsung duduk dengan nyaman di sofa yang ada di depan jendela kamar Rian.
Rian pun hanya mendengus kesal sebelum menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju kasurnya, kemudian duduk di pinggiran kasurnya sambil memperhatikan Natasha yang duduk dengan nyaman di sofa miliknya.
“Jadi, kenapa kau kemari pagi-pagi gini? Waktu liburan pula.” Tanya Rian dengan nada kesal.
“Ohh… ayolah. Kau tidak perlu semarah itu cuma karena aku menerobos masuk kamarmu, An.” Jawab Natasha dengan santai sambil mengibaskan tangannya acuh tak acuh, “dan aku ingin memberitahumu sesuatu yang… menarik!” imbuhnya sambil merentangkan kedua tangannya dengan mata yang berbinar.
“Oh… lalu apa hal MENARIK itu, Nat?” ucap Rian dengan menekankan pada kalimat ‘menarik’ itu.
Mendengar itu, Natasha menegakkan tubuhnya di sofa Rian dan menatap Rian dengan serius. Sementara itu, Rian yang ditatap begitu seriusnya malah menjadi sedikit gugup.
“Aku bermimpi bertemu dengan kakek-kakek di mimpiku, kemudian kakek itu memegang tanganku. Saat kakek itu memegang tanganku, tiba-tiba cahaya yang sangat terang muncul sampai aku mengira kalau aku akan buta. Terus waktu cahayanya memudar, kakek itu memghilang tapi di punggung tanganku muncul tato matahari dengan lingkaran yang mengelilinginya.”
Saat Natasha mengucapkan tanda itu, Natasha juga menunjukkan punggung tangannya yang ada tato berbentuk matahari berwarna emas dengan lingkaran yang melingkarinya juga berwarna emas.
Mendengar cerita dari Natasha, langsung membuat Rian mengerutkan dahinya karena dirinya juga memimpikan hal yang sama.
“Apa kakek tua itu menggunakan caping dan tongkat? Dan apa badannya sedikit membungkuk?” tanya Rian yang ingin mengkonfirmasi kalau mimpinya mungkin sama dengan mimpi Natasha.
“Nahh! Kok mimpi kita bisa sama sih? mana tandanya sama pula, matahari sama lingkaran warna emas.” Keluh Natasha karena Rian memiliki tato yang sama dengannya di punggung tangan kanannya, sama persis seperti dirinya.
“Ya mana ku tau, Nat! apa kita sudah dipilih menjadi pahlawan?” tanya Rian dengan mata berbinar sambil menatap tato di punggung tangannya dengan tatapan kagum.
“Yahh… mulai deh halunya. Keseringan gaul sama Kei nih pasti…” gumam Natasha sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Aku dengar itu, kau tau…” jawab Rian dengan tatapan datar kepada Natasha.
“Bagus dong.”
Bukannya meminta maaf atau setidaknya merasa sedikit bersalah, Natasha malah semakin memancing emosi Rian dipagi hari.
“Yaudah deh, terus ini tato gimana jir? Ga bisa ilang nih!” gerutu Rian sambil menggosok tato yang ada di punggung tangannya kuat-kuat.
Mendengar itu, Natasha sedikit panik dan ikut mencoba menggosok tatonya dengan air yang dia munculkan dengan sihirnya. Tapi, bukannya menghilang, tato itu malah bersinar dan membuat sihir air Natasha yang tadinya kecil menjadi besar dan membuat dirinya dan Rian panik.
“Wehhh! Jangan bikin kamarku banjir cokk…!”
“Ehh! Ini gimana nih?! Ga bisa ku kendaliin, An!”
Dengan itu, sihir air yang dirapalkan Natasha pun pecah karena Natasha tidak bisa mengendalikannya dan pada akhirnya membanjiri kamar Rian. Tapi untungnya tidak sampai membuat kamarnya berantakan, hanya ada beberapa barang yang basah.
“Kau sengaja ya!” tuduh Rian sambil menunjuk ke arah Natasha dengan jari telunjuknya.
Sementara Natasha sedang mengusap wajahnya yang basah karena sihir air miliknya langsung menatap kesal Rian yang asal menuduhnya.
“Gak ya anjir! Aku tadi pake sihir skala kecil buat coba hapus tatonya, tapi tatonya tiba-tiba bersinar terus sihir airku menjadi besar seperti tadi.” Sangkal Natasha sambil menjelaskan alasan atas apa yang dilakukannya tadi.
“Alahh alesan ae lo!”
“Beneran loh…! Coba deh gunain sihir angin-mu buat keringin nih ruangan.” Ucap Natasha yang menyuruh Rian menggunakan sihir anginnya untuk mengeringkan kamarnya.
Rian hanya berdecak kesal sebelum melakukan apa yang di ucapkan Natasha. Dan benar saja, saat Rian merapalkan sihir angin tingkat rendahnya, tatonya tiba-tiba bersinar dan membuat bola angin yang awalnya kecil menjadi sebesar bola basket.
“Lah iya anjir! Kok bisa?” teriak Rian yang tak percaya kalau sihir kecil yang dia keluarkan akan menjadi sebesar itu.
“Nah kan! Apa ku bilang. Sekarang keringkan ruangan ini pake sihir angin-mu itu.” Ucap Natasha yang terkesan memerintah Rian, apalagi ekspresi wajahnya yang sombong itu.
“Lah merintah? Harusnya pake sihir api biar cepet.” Balas Rian sambil menghilangkan sihir angin-nya itu.
“Yaudah…”
“ … ”
“Apa? Kenapa kau menatapku datar begitu?” tanya Natasha saat dirinya ditatap dengan datar oleh Rian.
“Aku mana bisa sihir api, Nat.”
“Oh iya… eh, coba dulu lah. Siapa tau tato ini akan membantu, kan?” ujar Natasha sambil menaik turunkan alisnya kepada Rian.
“… okelah. Tapi di lapangan, oke? Aku tidak ingin kamarku kebakaran.”
“Terserah sih.”
Dengan itu, mereka berdua keluar dari kamar Rian dan berjalan menuju lapangan yang kini masih sepi. Yahh setidaknya untuk saat ini.
Dan akhirnya mereka sudah sampai di lapangan dengan pakaian olahraga mereka masing-masing. Rian berdiri di tengah-tengah lapangan, sementara Natasha berdiri di pinggir lapangan. Dan hal itu membuat Rian heran karena Natasha berdiri sangat jauh dari dirinya.
“Ngapain jauh-jauh anjir?!” teriak Rian kepada Natasha dari tengah lapangan.
“Biar aman lah, safety first!” balas Natasha dengan berteriak dari pinggir lapangan.
Rian hanya berdecak kesal dan kembali fokus untuk mengetes apakah dirinya bisa menggunakan sihir api dengan bantuan tato misterius itu atau tidak.
Rian pun membuka telapak tangannya dan memejamkan matanya untuk membayangkan sebuah kobaran api kecil di telapak tangannya. Tak lama kemudian, Rian merasakan telapak tangannya menghangat, hingga membuat Rian membuka matanya untuk melihat apakah dia berhasil atau tidak.
Saat membuka matanya, Rian terkejut bukan main saat menyadari kalau rasa hangat tadi karena sebuah kobaran api kecil di telapak tangannya bersamaan dengan tato miliknya yang menyala. Bahkan mulutnya menganga dengan mata terbelalak karena saking terkejutnya, dan saat Rian menoleh ke arah Natasha, ekspresinya juga sama seperti dirinya. Terkejut dan tidak percaya.
“Anjay… jadi pahlawan beneran cuk.”