Ye Chen, sang "Kaisar Pedang Langit", pernah berdiri di puncak dunia kultivasi. Pedangnya ditakuti oleh Iblis dan Dewa di Sembilan Langit. Namun, di saat ia mencoba menembus ranah terakhir menuju keabadian, ia dikhianati dan dibunuh oleh saudara angkat serta kekasihnya sendiri demi merebut Kitab Pedang Samsara.
Namun, takdir belum berakhir baginya.
Ye Chen tersentak bangun dan mendapati dirinya kembali ke masa lalu. Ia kembali ke tubuhnya saat masih berusia 16 tahun—masa di mana ia dikenal sebagai murid sampah yang tidak berguna di Sekte Pedang Patah.
Sekte Pedang Patah hanyalah sekte kelas tiga yang sedang di ambang kehancuran. Pusaka mereka hilang, teknik mereka tidak lengkap, dan murid-muridnya sering menjadi bulan-bulanan sekte lain.
Tapi kali ini, ada yang berbeda. Di dalam tubuh pemuda 16 tahun itu, bersemayam jiwa seorang Kaisar yang telah hidup ribuan tahun.
Dengan ingatan tentang teknik kultivasi tingkat Dewa yang hilang, lokasi harta karun yang belum ditemukan...........
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rikistory33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Buruk Sembilan Langit dan Kebangkitan di Gubuk Reot
Rasa dingin...
Itu adalah hal pertama yang dirasakan Ye Chen. Bukan dinginnya angin pegunungan, melainkan dinginnya logam yang menembus jantung.
"Kenapa... Qing'er?"
Suara Ye Chen terdengar parau, tercekik oleh darah yang meluap dari kerongkongannya. Matanya yang memudar menatap sosok wanita cantik di hadapannya. Wanita itu, Gu Qing'er, mengenakan jubah sutra putih yang kini ternoda oleh percikan darah Ye Chen. Wajah yang dulunya selalu tersenyum lembut padanya, kini menatapnya dengan ekspresi datar, seolah sedang melihat serangga yang sekarat.
Di belakang Gu Qing'er, berdiri seorang pria dengan jubah emas bermotif naga. Dia tertawa kecil, tawa yang penuh dengan kemenangan dan penghinaan. Itu adalah Zhao Tian, saudara angkat yang telah Ye Chen selamatkan nyawanya ratusan kali.
"Ye Chen, oh Ye Chen," ujar Zhao Tian sambil melangkah maju, merangkul pinggang ramping Gu Qing'er. "Kau terlalu naif untuk menjadi seorang Kaisar. Di dunia kultivasi, kekuatan adalah segalanya, tapi kelicikan adalah rajanya, Kitab Pedang Samsara terlalu berharga untuk dimiliki oleh orang lurus sepertimu."
"Kau... kalian..." Ye Chen ingin mengumpulkan sisa tenaganya untuk meledakkan Inti Emas nya, setidaknya untuk menyeret mereka berdua ke neraka bersamanya. Namun, racun Penyegel Jiwa yang diberikan Gu Qing'er dalam secawan arak sebelumnya telah melumpuhkan seluruh aliran Qi di tubuhnya.
Pandangannya menggelap, Langit di atas Puncak Dewa Pedang tampak runtuh. Rasa sakit pengkhianatan jauh lebih menyiksa daripada pedang yang menancap di dadanya.
Aku, Ye Chen, Kaisar Pedang Langit yang menguasai Sembilan Wilayah, berakhir seperti ini? Mati di tangan pelacur dan anjing pengkhianat?
Kebencian yang tak terlukiskan meledak dalam kesadarannya yang memudar.
Jika ada kehidupan selanjutnya... aku bersumpah... aku akan membunuh kalian semua! Aku akan mencincang jiwa kalian dan tidak akan membiarkan kalian memasuki siklus reinkarnasi!
Kegelapan menelannya bulat-bulat.
"Hah!"
Ye Chen tersentak bangun dengan napas memburu, Tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin. Tangannya secara refleks mencengkeram dada kirinya, mencari luka tusukan pedang itu.
Tidak ada darah. Tidak ada lubang. Jantungnya berdetak kencang, memompa darah panas ke seluruh tubuhnya.
"Aku... belum mati?" gumamnya, suaranya terdengar asing, Lebih muda, Lebih ringan.
Ye Chen mengedarkan pandangannya. Dia tidak berada di Istana Langit ataupun di Puncak Dewa Pedang. Dia berada di sebuah gubuk kayu yang sempit, lembap, dan berbau apek. Dinding kayunya lapuk dimakan rayap, dan satu-satunya perabot di sana hanyalah dipan kayu keras tempatnya berbaring serta sebuah meja kecil yang kakinya sudah di ganjal batu.
Tempat ini... Kenapa begitu familiar?
Ingatan ribuan tahun yang lalu menyeruak masuk ke dalam benaknya seperti air bah, bertabrakan dengan ingatan masa kini. Rasa sakit di kepalanya begitu hebat hingga ia mengerang pelan.
"Gubuk murid luar... Sekte Pedang Patah?" matanya membelalak tak percaya.
Ia mengangkat kedua tangannya. Tangan itu kurus, pucat, dan kasar, tangan seorang pekerja keras, bukan tangan sehalus giok milik seorang Kaisar Pedang. Dia merasakan aliran energi di dalam tubuhnya, Dantian-nya (pusat energi) terasa kosong, hanya ada sedikit gumpalan kabut Qi yang tipis dan kotor.
Tingkat 3 Kondensasi Qi. (Qi Condensation Level 3)
Sangat lemah. Bagi Ye Chen yang dulu mampu membelah bintang dengan jentikan jari, kekuatan ini bahkan lebih rendah dari semut. Tapi, bibirnya perlahan menyunggingkan senyum. Senyum itu awalnya tipis, lalu melebar menjadi tawa yang mengerikan, bergema di gubuk kecil itu.
"Hahaha! Langit tidak buta! Cermin Samsara... legenda itu benar! Benda itu membawaku kembali!"
Matanya berkilat tajam, setajam mata pedang yang baru diasah. Rasa dingin dan aura pembunuh yang ia bawa dari kehidupan sebelumnya memenuhi ruangan sempit itu, membuat suhu udara turun drastis.
"Gu Qing'er, Zhao Tian... Nikmatilah kejayaan kalian di masa depan sana. Karena di garis waktu ini, aku, Ye Chen, akan datang untuk mengambil kembali semuanya. Dan kali ini, aku tidak akan meninggalkan ampun sedikitpun."
Tiba-tiba, tatapannya jatuh pada sebuah kalender kayu usang yang tergantung miring di dinding.
Tahun 390 Era Pedang. Bulan ke-7, Hari ke-15.
Pupil mata Ye Chen mengecil. Dia ingat tanggal ini. Dia tidak akan pernah bisa melupakan tanggal ini seumur hidupnya.
Hari ini adalah Ujian Tahunan Sekte Pedang Patah.
Di kehidupan sebelumnya, pada hari ini, dia gagal total dalam ujian. Dia dipermalukan di depan seluruh sekte, dipukuli hingga setengah mati oleh murid senior bernama Li Xuan, dan akhirnya diusir dari sekte seperti anjing kudisan. Kejadian itu menjadi awal dari penderitaan panjangnya selama sepuluh tahun menjadi pengemis kultivator sebelum akhirnya menemukan warisan kuno secara tidak sengaja.
"Jadi, aku kembali tepat di hari yang menentukan nasibku," bisik Ye Chen. Dia mengepalkan tinjunya yang kurus hingga jarinya memutih. "Bagus. Sangat bagus. Takdir memberiku kesempatan untuk menulis ulang sejarah mulai dari halaman pertama."
BRAK!
Pintu gubuk kayunya ditendang hingga terbuka dengan kasar. Engsel pintu tua itu menjerit protes, hampir copot dari bingkainya.
Seorang pemuda bertubuh besar dengan seragam murid luar berwarna abu-abu melangkah masuk. Wajahnya penuh jerawat dan arogansi. Di belakangnya, dua murid lain mengekor sambil terkikik mengejek.
Li Xuan. Mimpi buruk masa kecil Ye Chen.
"Oi, Sampah Ye! Matahari sudah tinggi, kau masih bermimpi di siang bolong?!" bentak Li Xuan dengan suara lantang. Dia melangkah masuk dan menendang kaki meja kecil Ye Chen hingga teko air di atasnya jatuh dan pecah berantakan.
Prang!
"Lihat dirimu," cibir Li Xuan, menunjuk Ye Chen yang masih duduk di atas dipan. "Hari ini adalah hari di mana kau akan diusir dari sekte. Jika aku jadi kamu, aku sudah mengemas barang-barang rongsokanmu dan pergi lewat pintu belakang sebelum dipermalukan di Panggung Ujian."
Di kehidupan lalu, Ye Chen yang berusia 16 tahun akan gemetar ketakutan menghadapi Li Xuan. Dia akan menundukkan kepala, memohon maaf, dan menyerahkan sedikit uang saku yang dimilikinya agar tidak dipukuli.
Tapi Ye Chen yang sekarang duduk diam. Dia tidak gemetar. Dia tidak menunduk.
Perlahan, Ye Chen mengangkat wajahnya. Tatapannya bertemu langsung dengan mata Li Xuan.
Itu adalah tatapan yang aneh. Tenang, dalam, dan hampa emosi. Seperti melihat danau kuno yang tak berdasar. Untuk sesaat, Li Xuan merasakan hawa dingin merambat di punggungnya. Seolah-olah dia sedang ditatap oleh binatang buas purba yang sedang tidur, bukan oleh Ye Chen si sampah.
"Kau..." Li Xuan tergagap sejenak, sebelum rasa malunya berubah menjadi amarah. "Berani sekali kau menatapku seperti itu! Kau ingin mati sebelum ujian dimulai?!"
Tangan Li Xuan terangkat, diselimuti oleh cahaya redup Qi berwarna kuning keruh, tanda dari teknik tingkat rendah Tinju Batu. Dia bersiap menampar wajah Ye Chen.
Namun, sebelum tangan itu mendarat, suara Ye Chen terdengar. Datar dan dingin.
"Turunkan tanganmu jika kau masih menginginkannya menempel di tubuhmu."
Kalimat itu diucapkan tanpa nada tinggi, namun mengandung otoritas mutlak yang tak terbantahkan. Seperti titah seorang raja kepada budaknya.
Li Xuan membeku. Gerakannya terhenti di udara. Bukan karena dia ingin berhenti, tapi insting tubuhnya menjerit bahaya.
"Apa... apa yang kau katakan?" Li Xuan menggeram, mencoba menepis rasa takut tak beralasan itu.
Ye Chen perlahan turun dari dipan. Dia berdiri tegak, merapikan jubah lusuhnya yang kotor seolah itu adalah jubah kekaisaran. Meski tubuhnya kurus dan lebih pendek dari Li Xuan, auranya terasa menjulang tinggi menekan ruangan itu.
"Minggir," kata Ye Chen singkat, berjalan melewati Li Xuan seolah pria besar itu hanyalah udara kosong.
"Kau bajingan!" Li Xuan yang merasa diremehkan berbalik dan melayangkan tinjunya ke punggung Ye Chen.
Ye Chen tidak menoleh. Dengan gerakan yang terlihat santai namun sangat presisi, dia memiringkan bahunya sedikit ke kiri.
Wussh!
Tinju Li Xuan meleset, hanya memukul angin. Karena tenaga yang terlalu besar dan target yang hilang, Li Xuan kehilangan keseimbangan dan tersungkur ke depan, wajahnya mencium lantai kayu yang kotor dengan suara keras.
Dugh!
Dua pengikut Li Xuan ternganga. Mereka tidak melihat Ye Chen bergerak cepat, tapi entah bagaimana serangan Li Xuan meleset begitu saja.
Ye Chen berhenti di ambang pintu. Dia menoleh sedikit ke belakang, melirik Li Xuan yang sedang mengerang kesakitan sambil memegangi hidungnya yang berdarah.
"Simpan tenagamu untuk ujian, Li Xuan," ujar Ye Chen dingin. "Karena kau akan membutuhkannya saat berlutut nanti."
Tanpa menunggu jawaban, Ye Chen melangkah keluar, menuju sinar matahari pagi yang menyinari kompleks Sekte Pedang Patah yang mulai runtuh.
Lapangan Latihan Sekte Pedang Patah.
Ratusan murid telah berkumpul. Meski disebut "ratusan", jumlah ini sangat menyedihkan dibandingkan sekte-sekte besar yang memiliki puluhan ribu murid. Lantai batu lapangan itu banyak yang retak dan ditumbuhi rumput liar, mencerminkan kondisi sekte yang sedang di ujung tanduk.
Di mimbar utama, duduk tiga orang tua. Di tengah adalah Master Sekte, Lin Feng. Wajahnya yang keriput memancarkan kelelahan yang mendalam. Di sampingnya adalah Tetua Agung dan Tetua Disiplin.
"Tahun ini..." Master Sekte Lin Feng menghela napas panjang, "Jika tidak ada setidaknya tiga murid yang mencapai tingkat 5 Kondensasi Qi, Sekte Pedang Patah akan diturunkan statusnya menjadi sekte tak bermartabat oleh Aliansi Kultivasi. Kita akan kehilangan perlindungan dan wilayah ini."
Tetua Agung mengangguk sedih. "Sumber daya kita menipis. Murid-murid berbakat tidak mau bergabung dengan kita. Yang tersisa hanyalah..." matanya menyapu barisan murid di bawah dengan pandangan kecewa, "...mereka yang biasa-biasa saja."
Di tengah lapangan, berdiri sebuah pilar batu hitam setinggi dua meter. Batu Penguji Roh. Batu ini akan bersinar sesuai dengan tingkat kultivasi seseorang saat disentuh.
Ye Chen berdiri di barisan paling belakang, di sudut yang sepi. Dia menutup matanya, mengabaikan bisik-bisik murid lain yang mengejeknya.
"Hei, lihat, si Sampah Ye benar-benar datang." "Dia pikir dia bisa lulus? Tahun lalu dia cuma membuat batunya berkedip sekali." "Kudengar Li Xuan akan menghajarnya habis-habisan di sesi pertarungan nanti."
Ye Chen tidak peduli. Di dalam tubuhnya, dia sedang melakukan sesuatu yang gila.
Dengan menggunakan metode pernapasan kuno dari Kitab Sembilan Matahari, dia secara paksa memurnikan Qi kotor di tubuhnya. Metode ini menyakitkan, seperti membakar pembuluh darah dengan api, tapi Ye Chen bahkan tidak mengernyit. Rasa sakit ini tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit hatinya.
Setiap tarikan napas, Qi di tubuhnya menjadi lebih padat, lebih murni.
"Ujian dimulai!" teriak Tetua Disiplin. "Maju sesuai urutan!"
Satu per satu murid maju. "Wang Meng, Tingkat 4. Lulus." "Zhang Wei, Tingkat 3. Gagal." "Zhao Li, Tingkat 3. Gagal."
Suasana menjadi suram. Kebanyakan murid gagal mencapai standar minimal Tingkat 4. Wajah Master Sekte semakin muram.
"Selanjutnya, Li Xuan!"
Li Xuan, yang hidungnya kini diperban, melangkah maju dengan angkuh. Dia sempat melirik tajam ke arah Ye Chen dengan tatapan penuh dendam sebelum meletakkan tangannya di batu hitam.
BUZZ!
Batu itu bergetar. Cahaya putih muncul, naik perlahan dari dasar batu. Satu garis, dua garis, tiga garis... empat garis... dan berhenti tepat di garis kelima.
"Tingkat 5 Kondensasi Qi!" seru pengawas ujian.
Master Sekte Lin Feng akhirnya tersenyum tipis. "Lumayan. Setidaknya ada satu."
Li Xuan mengangkat dagunya tinggi-tinggi, menikmati sorakan kekaguman dari murid-murid lain. Dia berteriak lantang, "Master Sekte! Saya ingin menantang seseorang di sesi pertarungan nanti. Saya ingin mengajarkan pelajaran pada sampah yang tidak tahu diri!"
Semua orang tahu siapa yang dia maksud. Mata semua orang tertuju pada Ye Chen di pojok belakang.
"Selanjutnya..." Pengawas ujian melihat daftar nama dan mengerutkan kening, seolah jijik menyebut nama itu. "Ye Chen!"
Gelak tawa pecah di seluruh lapangan.
"Ayo turun saja!" "Jangan buang waktu kami!"
Ye Chen membuka matanya. Kilatan cahaya keemasan melintas sekilas di pupil matanya, begitu cepat hingga tak ada yang menyadarinya. Dia berjalan perlahan menuju panggung. Langkahnya tenang, ritmis, dan stabil. Tidak ada keraguan sedikitpun.
Saat dia melewati Li Xuan yang sedang turun panggung, Li Xuan berbisik, "Berdoalah kau gagal di sini dan diusir, Ye Chen. Karena jika kau lulus, aku akan mematahkan kakimu di arena."
Ye Chen tidak berhenti. Dia terus berjalan hingga berdiri tepat di depan Batu Penguji Roh. Batu hitam yang dingin dan diam.
Master Sekte Lin Feng menatap pemuda itu. Ada sesuatu yang berbeda. Anak ini... kenapa postur tubuhnya begitu sempurna? Kenapa auranya begitu tenang? batin Lin Feng heran.
Ye Chen mengangkat tangan kanannya.
Di dalam Dantian-nya, pusaran energi yang baru saja ia murnikan bergejolak seperti naga yang bangun dari tidur. Dia tidak berniat mengeluarkan seluruh kekuatannya. Dia hanya perlu menunjukkan "sedikit" kejutan. Cukup untuk membuat mereka semua menutup mulut kotor mereka.
"Kalian menyebutku sampah?" batin Ye Chen. "Buka mata an*ing kalian lebar-lebar."
Telapak tangannya menyentuh permukaan batu yang dingin.
BOOM!
Bukan dengungan pelan seperti sebelumnya. Sebuah suara ledakan rendah bergema dari dalam batu, seolah-olah batu itu tidak sanggup menahan energi yang dialirkan kepadanya.
Cahaya putih meledak keluar, bukan merambat pelan, tapi melesat naik seperti roket!
Tingkat 1... Tingkat 3... Tingkat 5...
Cahaya itu tidak berhenti!
Seluruh lapangan menjadi sunyi senyap. Mulut Li Xuan ternganga lebar. Mata Master Sekte Lin Feng hampir melompat keluar dari rongganya.
Cahaya itu terus naik, menyilaukan mata semua orang yang memandangnya.