Bara tak menyangka bahwa ią menghabiskan malam penuh gelora dengan Alina, yang ternyata adalah adik kandung dari musuhnya di zaman kuliah.
"Siaap yang menghamili mu?" Tanya Adrian, sang kakak dengan mulai mengetatkan rahangnya tanda ia marah.
"Aku tidak tahu, tapi orang itu teman kak Adrian."
"Dia bukan temanku, tapi musuhku." cetus Adrian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pertama Kita?
Beberapa hari sebelum pernikahan Alina dan Bara.
Setelah Bram mengetahui dari mulut Adrian bahwa Alina hamil benih dari kakak iparnya, pria itu mendatangi ibunya di kantor cabang ayah tirinya.
Dengan penuh amarah, Bram meluapkannya rasa kecewa dan kemarahannya kepada sang ibu yang saat ini telah merusak hidupnya. Ambisi Lisa, membuat hancur percintaannya dengan Alina.
"Tega mama menghancurkan hidupku, apa salahku mah?" Tanya penuh emosi pada Lisa.
Lisa menampar putranya karena ia juga tersulut emosi saat ini, bagaimana Lisa tidak marah dan jengkel ketika Bram datang ke kantor hanya untuk marah-marah, serta menyalahkannya.
Bram terkejut akan reaksi ibunya yang menampar pipinya berulang kali, rasa perih dan nyeri mulai ia rasakan. Bram memegangi pipi yang baru saja ditampol oleh ibunya.
"Kenapa menamparku?" Geram Bram.
"Tapi mama yang membuat Bram jadi seperti ini."
"Apa maksudmu?" Tanya Lisa tak paham.
"Ini semua karena keegoisanmu ma, memaksaku menikahi anak rekan bisnismu. Aku tidak mencintai Naura." Pertegas Bram dengan maksud ia menyalahkan sepenuhnya kepada Lisa ibunya.
"Tapi Naura hamil olehmu Bram." Jawab Lisa dengan ketus.
Bram menyugar rambutnya karena menahan kemarahannya yang sudah akan meledak. Bahkan amarahnya itu macam gunung merapi yang akan meletus dan berapi-api.
"Karena itu semua rencanamu, Mama yang sudah 3 membuat aku bertanggung jawab penuh atas Naura." Geram Bram.
Plaaak
Sekali lagi Lisa menampar pipi Bram, wanita tua itu matanya tajam menyoroti putranya.
"Kau boleh marah pada mama karena sudah merusak percintaanmu, tapi suatu saat nanti kau akan berterima kasih padaku karena kamu nantinya akan hidup enak dan nyaman." Tukas Lisa.
"Apa apa maksud Mama? Bagiku hanya Alina yang aku cintai, bukan Naura."
"Bodoh, Kamu harusnya ingat siapa kamu? Kamu tidak akan bisa menyaingi Bara Jika kamu hanya memilih Alina. Statusmu hanya anak tiri robot, Dan suatu saat nanti rusak miliknya itu semua jatuh ke tangan Bara." Terang Lisa mulai membuka mata Bram secara gamblang.
"Aku tidak menginginkan semua kekayaan yang dimiliki oleh kak Bara nantinya, aku hanya ingin Alina."
"Cukup Bram, aku tidak suka kamu menyebut nama Alina Alina Alina...."
"Tapi aku hanya mencintainya."
"Anak bodoh, kau kira aku mencapai semua ini untuk diriku sendiri? Ini semua demi kamu Bram, untukmu."
"Aku tidak peduli mama, lihat kini Alina akan menikah dengan kak Bara, itu membuatku sakit."
Bram memang saat ini terluka jika mengingat bahwa mantan kekasihnya itu akan dinikahi Bara, terlebih wanita itu juga mengandung benih kakak tirinya.
Itu artinya ia tak bisa lagi mendapatkan peluang untuk bersama Alina, untuk itulah ia merasa terluka, marah dan kecewa pada Lisa.
Namun tanpa Bram mengatakan pada Lisa, wanita yang telah melahirkan Bram itu sudah tahu bahwa anak tirinya itu akan menikah dengan mantan calon menantunya. Yang tidak lain gadis yang dicintai dan dipacari putranya selama hampir 1 tahun lamanya.
Saat mengetahui hal itu Lisa cukup takut, ia takut nanti Bram tak bisa menahan gejolaknya dan malah enggan untuk mencintai anak rekan bisnisnya.
Lisa tak mau Bram sampai tak bisa melupakan Alina, padahal dia kira setelah memisahkan Bram dari Alina, putranya itu akan melupakan Alina. Dan mencoba mencintai Naura yang sedang mengandung benih Bram.
Namun saat detik ini Bram masih acuh pada Naura, dengan masih memikirkan wanita yang akan menjadi isteri kakak tirinya.
Lisa memanggil body guardnya, lalu ia menyuruh mereka untuk membawa Bram pulang kerumah dan menyekapnya hingga pria itu tidak berani keluar dari kamar.
Sebagai seorang ibu ia takut Bram merusak rencananya, dan rencana Robert suaminya yang begitu antusias menikahkan putera kandungnya dengan Alina.
Bram dibawa para pengawal ibunya supaya ia tidak mencari masalah hingga pernikahan Bara dan Alina berlangsung. Sehari-hari Bram kuliah pun selalu di ikuti oleh pengawal ibunya, ia sampai jengah dengan keadaan nya yang tidak berdaya.
Flashback selesai.
Adrian pun pergi dari kediaman Bara, setelah ia cukup lama berada di tempat itu hingga pesta pernikahan mereka yang digelar di mansion telah selesai.
Kini dihadapan Adrian telah berdiri Bara, mereka terlihat akan berbicara empat mata. Sedangkan Alina tengah bersama Nova yang saat ini masih menemani sohibnya.
"Jaga adik gue." Pinta Adrian pada Bara yang sarat akan perintah.
"Lo tenang aja Adrian." Ucap Bara santai.
"Kalo sampai Alina menitikan air mata karena Lo, lihat aja gue akan habisi Lo." Peringat Adrian seolah mengancam Bara.
"Lo jangan cemas, gue pasti akan bahagiakan Alina. Juga calon keponakan lo." Timpal Bara.
Adrian juga pamit kepada Alina, dan adiknya itu kembali merengkuh kakaknya, ia seolah begitu berat ditinggalkan Adrian. Terlebih dirumah yang akan Alina tunggali tak satu pun dari mereka yang akrab dengannya.
Hanya Bram, itu pun kini ia harus menjaga jarak dengan pria itu karena Bram telah memiliki istri yang tak lain teman kuliahnya di satu fakultas.
"Nova tadi kamu naik apa kesini? Ayo bareng dengan kak Adrian." Ajak pria itu pada sohib adiknya.
"Iya kak tapi rumah kita tidak searah." Jawab Nova.
"Tidak apa, biar kakak antar. Lagi pula kamu dari pagi sibuk menemani Alina disini. Saya yang harusnya berterima kasih."
"Udah kamu ikut kak Adrian saja Nova." Timpal Alina.
Nova datang ke acara ijab tadi tanpa mengemudikan mobilnya, gadis itu pergi diantar supir ayahnya. Mengingat mobil yang biasa ia pakai kini berada di bengkel.
"Kalo kak Adrian gak keberatan dan gak capek oke deh, Nova ikut kakak aja." Jawab Nova.
Itu pun mengingat bahwa hari sudah gelap karena akan turun hujan, angin pun juga terlihat berayun kencang. Sebagian dekorasi pernikahan juga telah diturunkan dari tempatnya.
"Good ayo Nova keburu hujan."
"Baik kak."
Nova memeluk temannya lagi, seolah ia juga enggan meninggalkan Alina ditempat asing itu, Bara bisa melihat kegundahan hati istri kecilnya itu.
Adrian dan Nova pergi bersama, pria itu akan mengantarkan teman baik adiknya ke rumahnya, dan Nova pun terpaksa ikut masuk mobil pria yang dikenal kaku dan dingin.
Sebenarnya Adrian adalah pribadi yang hangat dan baik, ia juga orang nya asik saat bersama Bara. Namun sejak kejadian 3 tahun lebih itulah, pria itu menjadi dingin, serta kaku.
Adrian menjadi tak banyak bicara, dulu ia juga pribadi yang tak banyak bicara. Kini pria itu kian menutup rapat mulutnya, lebih banyak diam.
Meninggalkan Alina yang masih menatap jendela dimana tadi ia melihat terakhir kali kakaknya keluar dari mansion kediaman Robert.
Bara berdiri dibelakang Alina yang masih diam membisu, tangan Bara memegang pergelangan tangan Alina. Gadis itu pun terjengkit, lalu ia menatap Bara tak suka.
"Ada apa?" Tanya Alina ketus tanpa mengenyahkan tangan besar itu pada dirinya.
"Liatin apa sih? Adrian tuh dah gak disini. Ayo aku tunjukin kamar kamu Ehmmm maksudnya kamar kita." Ucap Adrian membenarkan kesalahannya berucap tadi.
Dengan terpaksa Alina mengikuti langkah besar Bara, kedanya terlihat melewati tangga, mereka juga berjalan melalui ibu tirinya, Bram dan Naura yang duduk santai di sofa.
Alina sempat tersenyum tipis pada ibu mertuanya ketika mereka melaluinya, namun tidak dengan Bara yang acuh dan lebih memilih melenggang tanpa melihat ada penampakan disana.
Bahkan Alina sampai aneh melihat keacuhan Bara pada ibu tirinya itu, terlebih pada Bram yang seolah bagai musuh.
"Kak itu gak sopan kak, kamu yang muda harusnya hormat pada yang tua. Lagi pula tadi kak Bram kan juga disana kan." Ucap Alina.
Disinggung Alina mengenai ibu tirinya sekaligus adik tirinya, ia menjadi kesal. Mood nya langsung buruk, Bara pun memojokkan Alina di dinding. Tangan Bara pun mengunci Alina yang kini terkejut oleh apa yang dilakukan suaminya kini.
Mata Bara menatapnya nyalang, tangannya mencengkram rahang Alina. Hembusan nafas dari suaminya tercium jelas pada indera penciumannya. Jangungnya tiba-tiba berdebar, dengan tubuhnya yang sudah gemetaran.
"Dengar Alina, gue tidak suka Lo ikut campur atau pun memberikan komentarmu atas mereka, karena gue gak respect sama mereka, gue benci mereka." Ucap Bara ditengah emosinya yang belum surut.
Alina lupa bahwa Bara membenci ibu tiri dan Bram tentunya, ia melupakan hal itu. Kini macan itu terlihat seolah ingin membunuh mangsanya. Alina sungguh takut melihat sorot mata itu, ia benar-benar harus bisa lepas dari cengkeraman Bara.
"Iya kak maaf, aku salah. Bisa lepaskan tangan kakak, ini sakit." Pinta Alina diliputi rasa takut dan cemas bersamaan.
Bara yang sadar telah menyakiti Alina, ia pun segera melepaskan cengkeraman tangannya, lalu Bara mendekatkan wajahnya pada Alina hingga hanya berjarak 5 centi saja.
"Ingat Alina gue gak suka Lo dekat-dekat dengan Bram, Lo dah jadi milik gue."
"Iya kak maaf." Tukas Alina.
Bara mengusap lembut rambut Alina yang masih disanggul keatas.
"Good, ayo aku tunjukin kamar kita sayang." Nada bicara Bara pun terdengar lembut dan tak ada kemarahan lagi yang terlihat.
Sesungguhnya Aina bisa lega saat tahu Bara sudah meredakan emosinya dan tak kasar lagi, namun kini ia malah menjadi takut ketika tangan Bara memeluk pinggulnya sembari berjalan menuju kamar mereka.
Pikirannya selalu berkeliaran akan hal apa yang akan ia alami nangi malam, sungguh ia menjadi ketakutan sendiri.
"Kak aku gak nyaman, bisakah kak Bara melepaskan tangan kakak ini." Ucap Alina menunjuk pada tangan Bara yang masih ada di pinggangnya.
Bahkan kini keduanya telah sampai dikamar luas yang telah didekor cantik dengan nuansa bunga diatasnya, sprei berwarna putih dengan pinggiran keemasan khas ala pengantin baru untuk ritual malam pertama.
Pria itu tersenyum menyeringai bak iblis, bukannya melepaskan Alina bahkan melepaskan tangannya. Namun Bara malah mendekatkan dirinya sehingga tubuh mereka saling menempel.
"Kenapa harus dilepaskan, kita ini sudah sah menjadi suami istri. Bukankah seharusnya kita lalui malam pertama kita?" Bisik Bara membuat Alina shock.