Andini kesal karena sang ayah tidak menghadiri acara kelulusannya, ia memilih jalan sendiri dari pada naik mobil jemputannya
sialnya lagi karena keisengannya dia menendang sebuah kaleng minuman kosong dan tepat mengenai kening Levin.
"matamu kau taruh dimana?" omel Levin yang sejak tadi kesal karena dia dijebak kedua orang tua dan adik kembarnya agar mau dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arfour, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Benni
Beni terdiam mendengar perkataan Levin.
“Bukan, bukan aku yang mendidiknya, dia dididik oleh dua orang yang sangat baik dalam hidupku yaitu supirku Pak Maman dan juga Isah. Mereka yang mengajarkan semua kebaikan kepada Andini, sementara aku terlalu sibuk mencari uang,” Beni tanpa terasa air matanya menetes. Putri kecilnya sudah sangat dewasa walau umurnya belum genap 20 tahun.
“Maaf Pak aku tidak bermaksud membuatmu bersedih,” ujar Levin yang sedikit bingung Mengapa Beni sampai meneteskan air matanya.
“Aku tidak sedih karena karenamu, aku sedih karena aku kehilangan banyak waktu dengan putriku dan aku juga meneteskan air mataku karena aku merasa bahagia putri kecilku itu ternyata sangat dewasa. Aku menyesal sudah membuatnya harus menjadi dewasa sendirian,” ujar Beni lalu Ia menceritakan bagaimana Andini hidup dari kecil hingga besar, terutama sejak kepergian istrinya. Levin akhirnya mengerti mengapa andini bisa tumbuh menjadi gadis dewasa padahal umur baru belum 20 tahun, selain lingkungan yang membuatnya dia harus menjadi dewasa, kepergian ibunya justru membuatnya harus menjadi gadis mandiri namun sendirian.
“Cintai putriku, cintai dia sepenuh hatimu. Jangan seperti aku yang hanya karena materi dan ingin menyembuhkan luka sendiri, aku lupa bahwa ada gadis kecil yang butuh kasih sayangku. Kau bisa itu kan,” ujar Benni, jawaban yang tidak diduga oleh Levin. Awalnya dia berpikir kalau Beni akan menolaknya mentah-mentah, tapi sepertinya Beni cukup paham apalagi mereka ingin menikah bukan karena dipaksa tapi mereka sama-sama saling mencintai dan ingin saling menjaga. Menjaga diri dari dosa dan juga dosa orang tuanya.
“Pasti Pak, saya akan menjaga dan mencintainya sepenuh hati saya,” ujar Levin sangat berterima kasih karena Beni menerimanya dengan tangan terbuka.
“Tapi bantu diriku, karena putriku tidak menganggapku sebagai ayahnya. Aku ingin balik mengerjainya,” ujar Beni lalu terkekeh membayangkan apa yang akan ia lakukan untuk mengerjai Putri semata wayang ini itu.,
“Maksud Bapak mengerjai Seperti apa?” tanya Levin penasaran dengan rencana dari Beni.
“Begini, nanti Mas datang ke rumahku, lalu kita bermain catur, kalau bisa pas kamu libur mas, karena katanya kamu libur tidak harus weekend kan? Nah nanti kita tunggu Andini pulang kuliah, setelah itu aku akan memperkenalkan Mas sebagai pria yang akan dijodohkan dengan Andini, aku ingin lihat wajahnya seperti apa, dia pasti akan sangat terkejut dia juga tidak bisa mengelak darimu, karena dia belum mengaku kan kalau Andini adalah putriku,” ujar Beni kembali tertawa karena sepertinya dia sangat bahagia sekali mengerjai putrinya tersebut.
“Jadi maksud Bapak, Bapak akan bilang hendak menjodohkan dia dengan seseorang, bagaimana kalau dia kabur?” Tanya Levin khawatir.
“Tenang, aku akan bilang mau mengenalkan dia dengan pilihanmu semoga dia cocok, ya gitu penting dia itu tidak dipaksa, apalagi dipaksa ke tempat tertentu untuk dikenalkan, aku hanya akan bilang sekilas, jadi kita lihat saja reaksinya,” ujar Benni membayangkan wajah kesal putrinya yang kesal karena dikerjai oleh nya.
“Kalau selama dia tidak apa-apa saya setuju Pak,” ujar Levine akhirnya mau mengikuti permainan Benny.
“Ah kou terlalu bucin, khawatir berlebihan,” ujar Benni yang membuat Levin hanya bisa tersenyum calon mertuanya ini ternyata seru juga.
“Dua juga mengerjaimu kan, dengan mengaku-ngaku anak pembantu. Saatnya kita balas dendam,” ujar Benni kembali tertawa terbahak-bahak.
“Baiklah kalau begitu Pak, Deal,” ujar Levin mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Benni.
“Deal,” Jawab Benni menerima uluran tangan Levin.
Setelah pertemuan tadi dengan Levin Benny Langsung kembali ke rumah dia tahu Putrinya sudah ada di rumah karena Andini sudah mengirim pesan padanya kalau dia sudah di rumah dan Beni berjanji akan pulang cepat.
“Sore Papi,” ujar Andini menyambut ayah terciptanya, dia memeluk lalu mencium kedua pipi ayahnya.
“Bagaimana seminarnya tadi, lancar?” tanya Andini padahal dia penasaran dengan penilaian tentang Levin yang menjadi salah satu pembicara disana.
“Lancar, panitia hebat yang dipilih semua pembicara berbobot,” ujar Benni tidak menyebut salah satu nama pembicara di acara tersebut.
“Wah sukses dong, apa Papi melihat sampai habis?” Tanya andini masih berusaha mengerucutkan pertanyaan.
“Tentu saja, masa Papi pemilik perusahaan masa tidak sampai selesai acara,” ujar Beni sambil menarik darinya dan duduk dibuang tengah.
“Lalu siapa pembicara yang paling bagus menurut Papi di acara tersebut
?” Tanya Andini. Sebenarnya Beni sudah tahu arah pembicaraan putrinya, dia ingin mendengar pujian tentang Levin dari ayahnya langsung karena pasti kekasihnya itu sangat sangat luar biasa.
“Semua bagus, karena semua membawa ilmunya masing-masing, selain itu pembahasan mereka kan berbeda-beda. Ditambahan masalahnya pun berbeda-beda jadi tidak bisa disama ratakan secara Apple to Apple,” ujar Beni yang membuat Andini hanya bisa menggaruk-garukkan kepalanya, karena sepertinya Jika dia langsung bertanya tentang Levin itu tidak mungkin.
“Kau sendiri bagaimana dengan kuliahmu, apakah lancar?” kali ini Beni bertanya balik kepada Andini.
“For So Good, di kampus menyenangkan,” ujar Andini tidak begitu antusias menjawab pertanyaan ayahnya.
“Bagus kalau begitu. karena itu Kau sendiri yang memilih jurusannya, maka kau harus bertanggung jawab dengan apa yang kau ambil, oke?! ujar Beni memberikan penekanan bahwa Andini harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah dia pili.
“Sudah pasti, Papi tidak perlu khawatir aku akan bertanggung jawab dengan apa yang sudah aku pilih,” ujar Andini dengan sangat yakin.
“Bagus kalau begitu. Oh ya tadi aku bertemu dengan seorang pemuda, Dia sangat pintar aku ingin memperkenalkan dia denganmu,” ujar Benni sambil berjalan menuju kamarnya.
“Maksud Papi apa?” Tanya Andini tidak mengerti.
“Mengenalkan padamu Siapa tahu kalian bisa berteman, kalau berjodoh itu bagus,” ujar Beni kemudian berlalu masuk ke dalam kamarnya.
“Papi mulai ya,” ujar Andini berteriak namun Beni hanya terkekeh lalu dia tetap masuk ke dalam kamarnya.
“Ada apa Non?” tanya Mbok isah mendengar Andini berteriak.
“Papi Mbok, cari gara-gara, dia mulai. Dia malah sekarang mau menjodohkan aku dengan entahlah siapa gak jelas,” adu Andini pada Mbok Isah, ia cemberut lalu naik ke atas tangga untuk masuk ke dalam kamarnya.
“Tuan itu ada-ada saja,” ujar Mbok Isa yang baru saja merasa senang karena Andini dan ayahnya sudah mulai berdamai.
“Non, makan yuk,” mbok Isah mengetuk pintu kamar Andini, karena sejak tadi Andini tidak keluar kamar, ia sangat kesal ditambah Levin sulit dihubungi ponselnya tidak aktif.
“Aku gak lapar Mbok,” jawabnya kesal.
“Non Marah sama Papi Non ya, mungkin dia hanya bercanda,” ujar mbok Isah khawatir Andini kambuh penyakit maag nya karena terlambat makan.
“Iya,” ujar Andini sambil membuka pintu.
“Sudah jangan dihiraukan, Mbok yakin dia cuma ingin menggoda Non Andini saja,”ujarnya kembali meyakinkan Andini.
“Awas aja sampai berani jodoh-jodohin aku, aku kan sudah bilang aku sudah punya pacar,” ujar Andini akhirnya mau turun juga untuk makan malam.