Masuk ke situs gelap. Cassia Amore nekat menjajakan dirinya demi bisa membiayai pengobatan ibunya. Kenekatan itu membawa Amore bertemu dengan Joel Kenneth pengusaha ternama yang namanya cukup disegani tak hanya bagi sesama pengusaha, namun juga di dunia gelap!
“Apa kau tuli, Amore?” tanya Joel ketika sudah berhadapan langsung tepat dihadapan Cassia. Tangannya lalu meraih dagu Cassia, mengangkat wajah Cassia agar bersitatap langsung dengan matanya yang kini menyorot tajam.
“Bisu!” Joel mengalihkan pandangan sejenak. Lalu sesaat kembali menatap wajah Cassia. Maniknya semakin menyorot tajam, bahkan kini tanpa segan menghentakkan salah satu tungkainya tepat di atas telapak kaki Cassia.
“Akkhhh …. aduh!” Cassia berteriak.
“Kau fikir aku membelimu hanya untuk diam, hmm? Jika aku bertanya kau wajib jawab. Apalagi sekarang seluruh ragamu adalah milikku, yang itu berarti kau harus menuruti semua perkataanku!” tekan Joel sangat arogan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fakrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER—18
“Apa anda butuh sesuatu, Tuan?” lontar Cassia, suaranya bergetar halus, nyaris tenggelam oleh detak jantungnya sendiri.
Joel tak langsung menjawab. Ia membuang tatapannya dari Cassia. Sebentar, kemudian menoleh lagi. “Tidak,” ujarnya datar. “Aku hanya ingin memastikan kesiapanmu untuk rapat besok.”
Cassia mengangguk cepat. “T- tentu… tentu saja saya sudah siap, dan saya akan menyiapkan semua berkas-berkasnya malam ini, Tuan.” Nada bicara Cassia terdengar tenang, tapi suaranya terlalu lembut, terlalu berhati-hati.
Joel masih tak beranjak. Ia masih berdiri di tempat yang sama. Maniknya menyapu seluruh ruangan, seolah sedang mencari sesuatu? Tapi entah mengapa… Cassia malah memikirkan hal lain. Bukan hanya ruangan yang pria itu lihat. Melainkan…
“Anda… terlihat berbeda, Tuan,” ujar Cassia. Namun sesaat wanita cantik itu menelan ludah, tahu pertanyaannya cukup sembrono. Tapi semua sudah terlanjur, kalimat itu sudah terucap.
‘Bodoh… bodoh… bodoh… bodoh! Kenapa aku jadi ngegali kuburanku sendiri sih?!’
“Berbeda, maksudmu?” Joel menanggapi cepat, dengan suara yang terdengar gusar.
“Ah… maksud saya… malam ini anda terlihat sangat berbeda dengan setelan santai itu, Tuan.” Cassia buru-buru menginterupsi. Tak ingin menggali lubangnya semakin dalam. Akan tetapi tanpa sadar, ucapannya malam terdengar ambigu, yang membuat Joel mengerutkan keningnya.
Cassia terdiam. Ia tahu kalimat barusan memang terkesan biasa, namun cara serta intonasinya saat berucap membuat udara di antara keduanya malah semakin menegang. Niat hati ingin mengalihkan perhatian Joel, namun yang dilakukan Cassia malah sebaliknya.
Sikap tenang Joel, cara bicaranya yang terdengar rendah juga datar, membuat wanita cantik itu seperti sedang diuji—tak hanya dengan kata-kata, tapi juga dengan tatapan Joel yang sulit ia pelajari.
Cassia terdiam. Ia tak tahu harus menjawab apa. Pertanyaannya barusan terucap dengan sendirinya. Tapi Cassia tetap berusaha tenang. Sesaat, langsung mencari jawaban agar tak terlihat remeh di depan Joel.
Joel menyunggingkan senyumnya. Kemudian berjalan ke arah nakas yang terletak di samping ranjang. Jemarinya lantas meraih sebuah foto yang dipajang, membuka laci nakas, lalu menyimpan bingkai foto tersebut di sana.
“Apa kau terbiasa tidur sendiri?” ucap Joel yang membuat Cassia mengernyitkan dahi. Tidak menyangka Joel akan bertanya demikian, juga mendadak tidak tahu harus menjawab apa?
“S- saya…”
“Bukankah kau punya kekasih?” lontar Joel, yang kembali membuat Cassia bingung dengan arah pembicaraannya. “Harusnya… kalian pasti sudah sering tidur bersama ‘kan?” imbuhnya yang membuat Cassia semakin tertekan. Mulai mengerti dengan arah dari maksud perkataan Joel.
Cassia membeku. Napasnya tercekat. “Kenapa… anda bertanya seperti itu?” ujarnya seraya mengepalkan tangan. Namun, tetap menahan dengan bereaksi tenang di depan Joel.
“Cuma penasaran,” sahut Joel singkat dengan picingan mata. Seolah sedang menguliti Cassia yang sedang berdiri di hadapannya.
Cassia tidak tahu apakah yang barusan diucapkan pria itu merupakan sebuah sindiran, atau mungkin menginginkan pengakuan samar darinya? Cassia menggigit bibirnya, menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh, takut pembahasan ini ternyata merupakan sebuah jebakan, yang mengantarkannya pada malam itu.
‘Apakah dia masih mengingat malam itu? Atau dia pura-pura lupa seperti aku yang berpura-pura tegar?’
Cassia berusaha bersikap profesional. Ia tak ingin mengingat, juga tak ingin Joel juga mengingat malam itu. Wanita itu hanya ingin bekerja dengan baik, layaknya sekretaris. Tak ingin apa yang pernah dilewatinya dengan Joel menjadi penghambat karirnya.
Uang yang ia hasilkan dari Joel malam itu memang cukup banyak. Akan tetapi Cassia juga membutuhkan pekerjaannya, bukan hanya untuk menopang hidupnya, tapi juga sang—Ibu ke depan yang belum pasti kapan akan sembuh.
‘Nggak-nggak… ini pasti cuma perasaanku saja, karena merasa nggak nyaman dengan pertanyaannya barusan. Pria ini pasti sudah lupa tentang malam itu, iya kan? Hanya aku saja yang masih ingat semuanya.’
Joel berbalik perlahan. Tatapannya menembus, dalam, tapi sulit terbaca. “Besok pukul delapan. Jangan terlambat,” ucapnya sebelum melangkah pergi.
