Sinopsis
Arumi Nadine, seorang wanita cerdas dan lembut, menjalani rumah tangga yang dia yakini bahagia bersama Hans, pria yang selama ini ia percayai sepenuh hati. Namun segalanya runtuh ketika Arumi memergoki suaminya berselingkuh.
Namun setelah perceraiannya dengan Hans, takdir justru mempertemukannya dengan seorang pria asing dalam situasi yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab: 15
"Ya, siapa di luar?" tanya suara itu.
"Sore, Bu. Kami dari layanan kamar, membawa complimentary snack untuk tamu kamar 1209," jawab Nadia dengan nada profesional dan tenang, seperti staf hotel bintang lima pada umumnya.
Ada jeda sesaat sebelum suara dari dalam kembali terdengar. “Silakan masuk saja.”
Klik.
Terdengar suara pintu otomatis terbuka. Arumi langsung menggenggam tangan Hilda erat, sementara Hilda melirik Nadia sekilas dan mengangguk pelan, memberi isyarat agar dia tetap tenang.
Mereka pun bersiap melangkah masuk.
Begitu pintu terbuka sepenuhnya, aroma lembut aromaterapi menyeruak keluar dari dalam kamar. Cahaya hangat dari lampu gantung mewah menyambut mereka. Suasana kamar benar-benar seperti kamar bulan madu, bunga mawar bertebaran, sebotol sparkling wine tergeletak di meja kecil, dan dua pasang sandal hotel berjajar rapi di dekat ranjang.
Arumi menahan napasnya. Jantungnya berdebar tak karuan.
Di dalam, Nayla berdiri dengan rambut digelung santai, mengenakan jubah mandi sutra putih berlogo hotel. Dia menoleh ke arah pintu, awalnya terlihat santai, sampai matanya menangkap sosok dua sahabatnya yang berdiri di belakang Nadia.
Wajah Nayla seketika memucat.
"A....Arumi? Hilda?" gumamnya nyaris tak terdengar.
Sementara itu, Arumi menatap sahabatnya itu tanpa berkata apa pun. Tatapan matanya tajam, namun penuh luka. Hilda di sampingnya menyilangkan tangan di dada, rahangnya mengeras.
“Kalian ngapain di sini?” tanya Nayla gugup, suaranya bergetar.
“Kami yang harusnya nanya itu ke kamu, Nay,” ujar Hilda dingin. “Lagi bulan madu, ya?”
Nayla tidak sempat menjawab. Dari dalam kamar, suara pria terdengar.
"Sayang, siapa itu?"
Dan dalam detik berikutnya, sosok Hansel muncul dari balik pintu kamar mandi, hanya mengenakan handuk yang melilit pinggangnya. Rambutnya masih basah. Matanya membelalak saat melihat siapa yang berdiri di ambang pintu.
Arumi mundur selangkah.
"Hansel...?" bisiknya nyaris tak terdengar. Air matanya langsung memenuhi pelupuk mata.
Hansel terdiam. Tak ada yang bisa dia katakan. Ruangan mendadak terasa mencekam, hanya diisi suara napas yang tak teratur dan jantung yang berdentam keras.
Keheningan itu nyaris membunuh.
"Sayang aku bisa jelaskan.." ujar Hansel.
Arumi tak bisa berkata-kata, tak perlu di jelaskan, karena apa yang di lihatnya sudah sangat jelas.
"Hah, hebat kalian berdua." Detik berikutnya, suara tawa Arumi menggema di seluruh kamar itu, tawa yang bukan karena lucu, melainkan getir dan penuh luka.
"Sayang ini tidak seperti yang kamu kira." Ujar Hansel.
"Sayang?" potong Arumi dengan tawa sinis, matanya menatap lurus ke arah Hansel. "Siapa yang kamu panggil sayang? Dia," jari Arumi teracung ke arah Nayla yang berdiri membatu di samping tempat tidur, "atau aku?"
"Rum, ini tuh nggak seperti yang kami bayangkan." Ujar Nayla mencoba mendekat ke arah Arumi.
Namun Arumi segera mengangkat tangannya, menghentikan langkah Nayla. Tatapannya menusuk, penuh amarah dan rasa jijik. “Jangan mendekat, Berdiri di depan perempuan seperti kamu, itu menjijikkan!”
Nayla terdiam di tempatnya. Wajahnya memucat, tapi bibirnya tetap berusaha tersenyum getir, mencoba tetap tenang meski tubuhnya jelas gemetar.
"Sayang.." kini giliran Hansel yang mencoba.
“Jangan dekati aku!” bentak Arumi dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Dan jangan panggil aku sayang dengan mulut yang sudah mencium perempuan murahan itu!”
Suara itu bergema di seluruh ruangan. Dingin. Menyesakkan.
“Cukup, Rum!” suara Nayla tiba-tiba meninggi. Wajahnya memerah karena tak terima. “Aku bukan perempuan murahan! Jangan hina aku seperti itu!”
Ucap Hilda menatapnya tajam. Suaranya rendah, tapi menggigit. “Kalau kamu bukan perempuan murahan, lalu apa? Perempuan yang tidur dengan suami sahabatnya sendiri? Apa kamu pikir itu beda?”
“Aku bukan perempuan murahan! Aku istrinya Hansel! Kami, kami sudah menikah!” teriak Nayla, suaranya meninggi, nyaris histeris.
Mata Arumi melebar sejenak. "Menikah...."
Pengakuan Nayla seakan petir yang menyambar di siang hari. Dan, Arumi terbakar olehnya.
Rasa sakit yang kini dia rasakan berlipat-lipat ganda.
Suami yang begitu dia cintai dan dia berikan kesempatan kedua ternyata telah menikahi sahabatnya.
Arumi merasa seperti boneka yang dipermainkan oleh orang-orang yang paling ia percaya. Kepalanya menunduk sesaat, menahan air mata yang hampir tumpah. Tapi saat ia kembali menatap, yang terlihat hanya api di matanya.
Api luka. Api benci. Api yang lahir dari cinta yang dihancurkan tanpa belas kasihan.
Apa kesalahan yang sudah dia lakukan pada suaminya? Apa kesalahan yang sudah dia lakukan pada Nayla, sahabatnya. Sampai kedua orang itu tega memperlakukan dia seperti itu.
“Kami saling mencintai,” ujar Nayla pelan, tapi tegas. Seolah kalimat itu cukup untuk membenarkan semuanya.
Arumi membeku. Jantungnya seolah berhenti berdetak sesaat.
“Saling, mencintai?” bibirnya mengulang kata-kata itu, nyaris berbisik.
Lalu ia tertawa. Pelan. Pahit. Tawanya tidak terdengar seperti seseorang yang sedang senang, melainkan seseorang yang baru saja kehilangan seluruh hidupnya dalam satu malam.
"Jadi itu alasanmu tidur dengan suami sahabatmu? Karena, cinta?" matanya menatap Nayla tajam, menyala karena amarah dan kekecewaan.
“Cinta?” ulangnya lagi. “Lucu sekali... cinta yang membuatmu menginjak-injak persahabatan kita. Cinta yang membuatmu tidur dengan suami sahabatmu, lalu menikahinya diam-diam...!”
Tatapannya kini berpindah pada Hansel. “Dan kamu... Kamu bahkan tidak merasa bersalah?”
"Rum, maaf... Aku tahu, aku salah," suara Hansel terdengar parau, seolah sedang menelan luka yang ia ciptakan sendiri. "Tapi perasaan cintaku pada Nayla... itu tidak bisa aku bendung."
Arumi mematung, menatap laki-laki yang selama ini ia perjuangkan. Suami yang pernah ia maafkan, yang ia terima kembali meski luka lama belum sepenuhnya sembuh.
"Jadi, selama ini aku apa, Hans?" suaranya gemetar. "Kau bilang ingin memperbaiki semuanya. Kau bilang menyesal. Tapi nyatanya, kau justru menyimpan perempuan lain di belakangku, dan itu sahabatku sendiri."
"Kenapa harus Nayla? Kenapa harus orang yang paling aku percaya...!" Teriak Arumi..
Hilda yang tak tahan melihat Arumi yang terlihat begitu sakit, berjalan mendekat ke arah Nayla.
Plak!
Suara tamparan keras menggema di dalam kamar hotel itu, memecah ketegangan yang sudah menggantung sejak tadi.
**********
Support author dengan like, komen dan subscribe cerita ini ya, biar author semangat up-nya. Terima kasih semuanya......
smangat terus thor 💪💪💪
gpp lah lepas dari hansel
ketemu kai... Arumi menang banyakkkkk 😍😍😍😍